Bab 65 : Kunjungan

40 4 0
                                    

Esok harinya, Banny terbangun karena sinar matahari yang menerobos masuk melalui jendela kamarnya.

"Unghh... Sudah pagi, ya," gumamnya sembari menggeliat malas.

Ia segera bangkit, membersihkan diri, lalu mengenakan pakaian rapi. Namun, sesuatu di atas nakas dekat tempat tidurnya menarik perhatiannya. Sepucuk surat tergeletak di sana.

"Surat? Rasanya tadi tidak ada, deh," ucapnya heran sambil mengambil surat itu.

Melihat tulisan tangan di amplopnya, ia bergumam, "Dari Michael?"

Rasa penasaran mendorongnya untuk membuka surat tersebut.

Azura,
Maaf, beberapa hari ini aku mungkin tidak bisa mengunjungimu. Aku sibuk dengan tugas-tugas yang harus kuselesaikan. Tolong jangan marah, ya.

Banny membaca surat itu perlahan, lalu menghela napas. "Tugasnya pasti semakin banyak," pikirnya, terlihat sedikit kecewa.

Namun, ia cepat-cepat menyangkal perasaannya. "Ah, aku juga tidak terlalu peduli padanya. Yasudahlah," ucapnya acuh, meskipun hati kecilnya berkata lain.

Saat berjalan menuju ruang makan, pikirannya kembali melayang pada masalah partner kerja yang belum juga terselesaikan.

"Apa aku ikuti saja saran Vo dan Vidi? Tapi... apakah dia bisa kupercaya?" gumamnya dengan keraguan.

❄️

Setelah sarapan, Banny meninggalkan istana menggunakan sihir penyamaran. Ia berjalan menyusuri jalanan, bertanya kepada peri-peri yang ia temui, hingga akhirnya menemukan rumah yang ia cari.

Tok, tok, tok!

"Permisi," ucapnya sopan.

"Sebentar!" terdengar suara dari dalam.

Tak lama, pintu terbuka, dan seorang peri paruh baya bernama Ery menyambutnya.

"Bibi Ery, bolehkah aku masuk?" tanya Banny dengan ramah.

"Ah, ya. Silakan masuk," jawab Ery, mempersilakan Banny masuk ke ruang tamu. "Duduklah. Kau mau minum apa? Susu, kopi, teh, atau yang lain?"

"Teh hijau saja, Bibi," jawab Banny.

"Tunggu sebentar," kata Ery, lalu pergi ke dapur.

Tak lama, Ery kembali dengan secangkir teh hijau di tangannya. "Silakan diminum," ujarnya sambil menyerahkan teh itu kepada Banny.

"Terima kasih, Bibi," ucap Banny sopan.

Setelah duduk kembali, Ery menatapnya dengan rasa penasaran. "Omong-omong, siapa kau sebenarnya, dan ada keperluan apa ke sini?" tanyanya.

Banny tersenyum kecil. "Ah, aku lupa masih menggunakan sihir penyamaran." Ia pun melepaskan sihirnya, menampakkan wujud aslinya.

"Aku Banny Peri. Aku datang ke sini untuk bertemu dengan anakmu, Fay Peri."

Mendengar itu, Ery terkejut. "Tuan Putri!" serunya sambil berlutut. "Apa Fay membuat masalah lagi, Tuan Putri?"

"Bangunlah, Bibi Ery," ujar Banny lembut. "Aku hanya ingin berbicara dengannya. Bisakah kau memanggilnya ke sini?"

"Baik, Tuan Putri," jawab Ery, lalu pergi memanggil Fay.

Beberapa menit kemudian, Ery kembali bersama Fay.

"Halo, Fay. Bagaimana kabarmu?" sapa Banny ramah.

"A-aku baik-baik saja, Tuan Putri," jawab Fay gugup.

"Baiklah, duduklah dulu. Aku akan menjelaskan maksud kedatanganku," ucap Banny, mempersilakan mereka berdua duduk.

"Fay Peri, aku ingin mengangkatmu menjadi partner kerjaku untuk membantu mengurusi Alam Peri ini," ujar Banny dengan santai namun tegas.

Fay terbelalak. "Pa-partner? Aku? Kau bercanda, kan?" tanyanya tak percaya.

"Aku tidak bercanda, Fay," jawab Banny serius.

Ery, yang masih tampak khawatir, menyela, "Tuan Putri, semua peri tahu besok Anda akan dinobatkan menjadi Ratu Peri. Tapi kalau baru sekarang memilih partner kerja, dan Anda memilih anakku, apakah Anda yakin bisa mempercayainya?"

"Aku harus mulai mempercayainya, demi Alam Peri," jawab Banny mantap.

Fay menunduk ragu. "Apa kau benar-benar yakin aku adalah pilihan yang tepat?" tanyanya.

"Jujur, untuk saat ini aku belum sepenuhnya yakin. Tapi itulah tugasmu: buktikan bahwa aku bisa mempercayaimu," jelas Banny.

"Bagaimana kalau aku berkhianat?" tanya Fay pelan.

"Jika kau berkhianat, ada konsekuensi besar yang harus kau tanggung. Pengkhianatanmu akan membahayakan Alam Peri, juga keluargamu sendiri," kata Banny tegas. "Namun, aku tidak akan memaksamu. Jika kau merasa tidak sanggup, aku bisa mencari peri lain."

Fay menghela napas panjang. "Berikan aku waktu untuk memikirkannya, Tuan Putri."

"Waktumu tidak banyak. Pikirkan baik-baik, Fay Peri," ucap Banny. "Keputusanmu akan kutunggu besok di aula istana peri."

"Baik, Tuan Putri," jawab Fay sambil mengangguk.

Banny bangkit dari tempat duduknya. "Terima kasih, Bibi Ery. Aku pamit," ucapnya sebelum pergi.

Ia kembali menggunakan sihir penyamaran dan menghilang dari pandangan.

Fairy Queen Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang