Bab 43 : Tugas dari Kepala Sekolah

80 4 0
                                    

Setelah keluar dari ruangan kepala sekolah, Banny Peri segera melangkah menuju ruang tunggu untuk menemui Anak Dewa Kematian itu.

"Huh, nyebelin banget!" gerutunya kesal.
'Padahal aku ingin menghindarinya, kenapa malah jadi begini?' batinnya semakin gelisah.

'Padahal aku ingin menghindarinya, kenapa malah jadi begini?' batinnya semakin gelisah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

❄️

Sesampainya di ruang tunggu, Banny membuka pintu tanpa basa-basi.

"Kupikir siapa yang akan mengantarku, ternyata kau ya, Azura," ujar Michael dengan nada santai dan pandangan yang melembut

"Kupikir siapa yang akan mengantarku, ternyata kau ya, Azura," ujar Michael dengan nada santai dan pandangan yang melembut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Huft... Sudahlah. Ayo, akan kuajak kau berkeliling untuk memperkenalkan lingkungan akademi ini," sahut Banny dingin, enggan meladeni sikap Michael. Ia terlalu lelah untuk berdebat.

Banny mulai memperkenalkan satu per satu ruangan di akademi secara singkat. Setelah cukup lama berkeliling, akhirnya ia mengajak Michael menuju asrama hijau, tempat ia akan tinggal.

"Dan ini yang terakhir, asrama hijau," ujar Banny, menunjuk bangunan yang tampak lebih sederhana dibanding asrama lainnya.
"Berbeda dengan asrama lain yang penuh, asrama ini hanya dihuni oleh tiga murid—Vidi, Volentia, dan aku. Mulai sekarang, kau juga akan tinggal di sini. Mari masuk, aku akan menjelaskan detailnya di dalam."

"Baik," jawab Michael singkat, lalu mengikuti Banny masuk ke dalam.

"Di sini kasurmu," kata Banny sambil menunjuk sebuah tempat tidur kosong.
"Kasur di sebelahmu adalah milik Vidi. Untuk mandi, kau hanya perlu masuk ke ruangan kecil di sana. Setelah keluar, tubuhmu akan langsung segar dan pakaianmu sudah berganti. Lalu, setiap malam akan ada sekat pembatas antara kamar perempuan dan laki-laki. Sekat itu muncul otomatis pukul 10 malam hingga 8 pagi. Jika perlu, sekat bisa diaktifkan secara manual dengan menekan tombol dekat pintu masuk."

Banny menjelaskan semuanya dengan suara datar, seperti membaca catatan.

"Baiklah, sudah kujelaskan semuanya. Sekarang, rapikan barang-barangmu," lanjut Banny.

Saat Banny mulai melangkah menjauh dari kasur Michael, tiba-tiba ia merasa tangannya ditarik kuat.

"Jangan tinggalkan aku," ucap Michael pelan, lalu menarik Banny ke dalam pelukannya.

Kini, posisi Michael duduk di tepi kasur, sementara Banny terpaksa duduk di pangkuannya.

"Lepaskan aku, bodoh!" protes Banny, merasa tidak nyaman.

"Tidak akan," balas Michael, memeluknya semakin erat. Dagunya kini bertumpu di bahu Banny.

"Kau gila! Lepaskan! Bagaimana kalau ada yang tahu?!" desis Banny, mencoba berontak.

"Tidak akan ada yang tahu, sayang," bisik Michael dengan suara rendah, membuat Banny bergidik ngeri.

"Aku sudah memasang perisai pelindung dan mengunci pintu dengan sihir tingkat tinggi. Kau tak perlu khawatir, Azura sayangku," lanjutnya, sambil mulai mengendus rambut Banny.

"Hmm... tubuhmu dan rambutmu bau apel. Aku jadi ingin memakanmu," ucap Michael pelan.

Sejenak, Banny terdiam, namun tidak lama kemudian aura dingin mulai keluar dari tubuhnya.

"Lepaskan," ujar Banny dengan nada dingin dan tegas.

Michael merasakan aura itu semakin menekan dirinya. Dengan berat hati, ia akhirnya melepaskan pelukannya. Banny segera berdiri menjauh darinya, matanya memandang Michael dengan tajam.

"Kupikir kau tidak akan melepaskanku. Jika tidak, kau pasti sudah kukirim kembali ke tempat tinggalmu," ujar Banny, menekankan kata-kata terakhirnya.

"Maaf... Maafkan aku. Aku tadi lepas kendali," ucap Michael, kini berlutut di hadapan Banny. "Tolong maafkan aku, Azura. Jangan menjauh dariku lagi."

Banny menghela napas panjang, mencoba menenangkan dirinya.

"Huft... Baiklah, kali ini kumaafkan. Tapi jika ini terulang lagi, jangan salahkan aku jika kau berakhir mati," ancamnya tegas.

"Dan satu lagi. Jangan panggil aku Azura. Namaku Banny."

Tanpa menunggu jawaban, Banny segera melangkah keluar dari kamar, meninggalkan Michael yang masih terduduk di lantai dengan rasa bersalah.

Fairy Queen Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang