Malam itu, setelah Aldrick selesai merapikan barang-barang di kamarnya, ia merasa perlu untuk menemui Banny Peri.
POV Aldrick
"Apa-apaan sih Banny Peri itu? Kenapa dia tiba-tiba bersikap seperti tadi? Kalau dipikir-pikir lagi... ah, rasanya aku benar-benar malu," gumam Aldrick sambil menyentuh pipinya yang kembali memerah."Karena semuanya sudah beres, aku ingin ke kamar adikku sebentar."
Dengan langkah mantap, Aldrick meninggalkan kamarnya menuju kamar Banny.
POV End
Sesampainya di depan pintu kamar Banny, Aldrick mengetuk perlahan.
Tok, tok, tok.
"Banny?" panggilnya lembut.Namun, tidak ada jawaban. Aldrick mengetuk lagi, kali ini lebih keras.
Tok, tok, tok.
"Banny, ini Kakak. Kau di dalam, kan?"Tetap tidak ada suara dari dalam kamar. Setelah tiga kali mengetuk dan memanggil tanpa hasil, Aldrick memutuskan untuk membuka pintu sendiri. Namun, begitu pintu terbuka, tiba-tiba air dari atas kepalanya mengguyur tanpa ampun, membasahi tubuh dan pakaiannya.
"Eh, apa—?!" Aldrick terkejut.
Belum sempat ia mengelap wajahnya, panah es meluncur cepat ke arahnya. Dengan refleks luar biasa, Aldrick menciptakan perisai sihir yang kuat, menangkis panah itu tepat waktu.
"Huft, syukurlah aku sempat," desahnya lega sambil mengatur napas.
Suara kecil mengantuk terdengar dari dalam kamar.
"Ungg... Kakak? Kenapa kau ada di sini?" tanya Banny sambil mengucek matanya.Aldrick menoleh kesal. "Hei, kau ini mau membunuh kakakmu dua kali, ya?" bentaknya.
"Berisik! Lagian aku sudah memberi peringatan di depan pintu kok," balas Banny sambil kembali membenamkan dirinya ke bantal.
"Peringatan apa?! Aku tidak melihat apa-apa!" Aldrick masih kesal.
"Coba Kakak lihat lagi. Ada ukiran es kecil di pojok pintu."
Dengan alis berkerut, Aldrick keluar lagi untuk memeriksa pintu. Ia meneliti dengan seksama hingga akhirnya menemukan tulisan yang hampir tidak terlihat di pojok pintu. Tulisan kecil itu berbunyi:
"Awas ada jebakan."
Aldrick memijat dahinya yang kini terasa berdenyut. "Dasar adik tak berakhlak," batinnya kesal.
Dari dalam kamar, suara Banny terdengar lagi.
"Sudah ya, ini sudah malam. Aku mau tidur."Setelah berkata demikian, pintu kamar terkunci dengan sihir. Aldrick hanya bisa berdiri di depan pintu, memendam rasa kesalnya.
"Sabar, Al, sabar. Baru tadi pagi anak itu bersikap manis, tapi dia bisa berubah sifat begitu cepat. Ukhh, ya sudahlah. Mungkin aku memang datang terlalu malam. Lebih baik aku juga pergi tidur."
Dengan helaan napas panjang, Aldrick kembali ke kamarnya.
Sementara itu, di balik pintu kamarnya, Banny tersenyum kecil sambil bergumam dalam hati.
"Refleks Kakak semakin cepat, ya. Bagus, Kak."
KAMU SEDANG MEMBACA
Fairy Queen
FantasyAku, seorang anak dari Dewa Kehidupan, harus menjalani reinkarnasi ke Alam Peri dan hidup sebagai seorang putri di sana. "Hah... pasti merepotkan," ujarku dengan nada malas. Bagaimana kelanjutan hidup anak Dewa Kehidupan ini? Apa yang membuatnya sel...