Bab 41 : Duel

83 3 0
                                    

Setelah berbicara dengan Tarisha di taman, Banny Peri segera menuju kelas, tepat saat bel masuk berbunyi.

Di dalam kelas, suasana berlangsung seperti biasa. Guru menjelaskan materi pelajaran dengan tenang, hingga menjelang akhir jam pelajaran, ia memberikan sebuah pengumuman penting.

"Anak-anak, minggu depan akan ada ujian praktik."
"Bagi kalian yang percaya pada kekuatan sihir, kalian boleh memilih ujian duel sihir. Dalam ujian ini, kalian bebas menggunakan sihir apa pun, dan lawan kalian akan ditentukan oleh para guru. Tentu saja, kami akan memastikan lawannya seimbang."

"Bagi yang merasa kurang percaya diri dengan kekuatan sihir dan lebih unggul dalam bidang akademis, kalian bisa memilih ujian kimia. Ujiannya adalah membuat obat penyembuh atau racun mematikan tanpa resep. Ujian kimia akan berlangsung di laboratorium, sedangkan ujian duel sihir akan diadakan di aula," jelas guru tersebut.

KRING KRING KRING!
Bel sekolah berbunyi, menandakan akhir pelajaran hari itu.

"Baiklah, anak-anak, pelajaran hari ini cukup sampai di sini. Jangan lupa persiapkan diri kalian untuk ujian minggu depan, ya!" ucap guru itu sebelum meninggalkan kelas.

Di Asrama

Malam harinya, di asrama, Banny mulai merasa bosan melihat Vo dan Vidi yang tampak sangat serius belajar kimia. Mereka sibuk menghafal resep-resep, mencatat, dan mencoba meracik berbagai bahan.

'Huh, mereka terlalu fokus. Padahal ujian masih satu minggu lagi. Kurasa mereka pasti lelah dan butuh istirahat,' pikir Banny.

"Vidi, Vo," panggil Banny. Namun, keduanya terlalu sibuk untuk menjawab.

'Ukh... Menyebalkan,' keluhnya.

Banny lalu menciptakan dua buah apel berwarna merah muda cerah dan meletakkannya di meja mereka.

"Itu apel energi. Kalau kalian memakannya, kalian akan merasa lebih segar dan fokus belajar," ujarnya.

"Aku akan keluar untuk meneliti bintang-bintang. Jangan terlalu memaksakan diri," tambahnya sambil bersiap pergi.

"Terima kasih, Tuan Putri. Jangan pulang terlalu malam, ya," jawab Vo dan Vidi bersamaan, tanpa mengalihkan perhatian dari buku mereka.

Malam di Bawah Langit Berbintang

Banny duduk sendirian di sebuah bukit, mengamati bintang-bintang yang berkelap-kelip di langit malam.

Namun, hingga pukul satu dini hari, ia belum menemukan hal menarik.
"Wah, sudah larut malam, dan aku tidak menemukan apa-apa. Huh, lebih baik aku kembali ke asrama," gumamnya, bangkit berdiri.

 Huh, lebih baik aku kembali ke asrama," gumamnya, bangkit berdiri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Saat hendak beranjak, ia berpapasan dengan seseorang.

"Wah, Tuan Putri Banny Peri! Apa yang kau lakukan di sini malam-malam begini?" tanya Tarisha sambil tersenyum penuh arti.

"Minggir. Jangan halangi jalanku," jawab Banny ketus.

"Eh, tidak sopan sekali, ya," sindir Tarisha.

"Berhenti basa-basi. Kau mau apa lagi, Tarisha?" Banny mulai tidak sabar.

"Baiklah, baiklah. Kau memang tidak pernah seru," jawab Tarisha sambil mendekat.
"Aku ingin menantangmu duel minggu depan," bisiknya tepat di telinga Banny.

"Dengan senang hati, akan kuterima tantanganmu."
Setelah itu, mereka berpisah menuju asrama masing-masing.

Sesampainya di asrama, Banny mendapati Vo dan Vidi sudah tertidur lelap di kasur mereka. Diam-diam, ia tersenyum kecil.
'Selain energi, aku menambahkan obat tidur ke dalam apel tadi. Aku tahu mereka akan begadang jika menyangkut soal ujian,' pikirnya sebelum berbaring di tempat tidurnya.

❄️

Pagi hari tiba, dan suasana asrama berlangsung seperti biasa. Vo dan Vidi berpamitan untuk menuju laboratorium kimia. Sementara itu, Banny tetap santai di kamar, bersiap untuk ujian duel.

"Apa Tarisha benar-benar serius? Dia tampak bersungguh-sungguh saat mengajakku berduel," gumam Banny.
"Ya sudahlah. Sebaiknya aku cepat-cepat ke aula."

Di Aula

Ujian duel sihir sudah berlangsung sejak pagi. Sorak-sorai para murid memenuhi ruangan, menyemangati teman-teman mereka yang bertanding.

Giliran untuk murid tingkat dua pun akhirnya tiba. Guru olahraga, yang bertugas sebagai wasit, memberi pengarahan terakhir.
"Peraturan duel sederhana. Kalian dinyatakan kalah jika: keluar arena, pingsan, atau menyerah. Jangan khawatir, nilai minimum adalah 85 untuk yang kalah, dan 95 untuk pemenang. Guru telah memilih lawan seimbang untuk kalian. Sudah paham?"

"Paham!" jawab murid-murid serempak.

Nama-nama mulai dipanggil, dan akhirnya giliran Banny tiba.
"Tuan Putri Banny Peri melawan Dewi Hujan Tarisha!" seru guru olahraga.

Banny dan Tarisha masuk ke arena.
Keduanya saling memberi penghormatan, sebelum guru memberi aba-aba.

"MULAI!"

Tarisha langsung mengeluarkan energi besar, membentuk awan gelap yang siap menyambar Banny dengan petir. Namun, Banny tetap diam tanpa sedikit pun menunjukkan perlawanan.

"Aku menyerah," ucapnya tiba-tiba, mengangkat tangannya.

"HAH?!" Suasana aula menjadi gaduh. Para murid dan guru tidak percaya dengan keputusan Tuan Putri Peri itu.

"Jika menyerah di awal, kau tidak akan mendapatkan nilai sama sekali, Tuan Putri," ujar guru olahraga.

"Tidak apa," jawab Banny singkat. Ia berbalik dan berjalan keluar arena.

"Hey! Kau sudah setuju untuk bertanding denganku. Kenapa kau malah menjadi pengecut sekarang?" teriak Tarisha, marah.

Banny berhenti sejenak dan menoleh.
"Aku memang menerima tantanganmu, tetapi aku tidak pernah bilang akan melawanmu di sini." Tatapannya dingin menusuk.

"DASAR PENGECUT! KEMBALI KE SINI, BANNNYYY!" teriak Tarisha, namun Banny mengabaikannya.

'Jika aku melawannya di sini, banyak yang akan terluka. Aku tahu Tarisha tidak akan berhenti sampai dia menang, bahkan jika harus menggunakan kekuatan penuhnya,' pikir Banny sambil berjalan keluar aula.

Tarisha mengepalkan tangannya, menahan amarah.
"Kurang ajar. Kalau kau tidak mau melawanku di sini, awas saja kau, Banny," gumamnya pelan, penuh dendam.

Fairy Queen Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang