"Ukhh... kepalaku sakit..." rintih Banny yang mulai sadar dan perlahan berusaha bangun dari posisi tidurnya.
Namun, sebelum ia sempat bangkit sepenuhnya, tangannya menyentuh sesuatu. Ia menoleh, mencoba melihat apa yang ia sentuh, dan langsung terkejut saat menyadari apa yang ada di hadapannya.
'Apa yang terjadi?' pikirnya penuh kebingungan.
"Michael... Chel... Michael!" panggil Banny, suaranya bergetar. Ia tidak mengerti apa yang telah terjadi pada Michael.
Tubuh Michael perlahan memudar, berubah menjadi sayap-sayap burung hitam yang beterbangan di udara.
"Bangun, Chel... kumohon, jangan menghilang..." lirihnya, air mata mulai mengalir dari matanya.
'Tidak... ini bukan waktunya menangis!' pikir Banny penuh tekad. Ia segera menyalurkan kekuatan penyembuhannya kepada Michael, berharap bisa menghentikan tubuh Michael yang semakin memudar.
Namun, usahanya sia-sia. Tubuh Michael tetap perlahan menghilang, dan kekhawatiran Banny berubah menjadi kepanikan.
"Ah tidak! Jangan seperti ini! Kumohon, kembalilah!" serunya dengan napas terengah-engah. Energinya hampir habis, tetapi ia tetap bertahan.
Akhirnya, tubuhnya benar-benar mencapai batasnya. Banny jatuh ke atas tubuh Michael yang nyaris menghilang sepenuhnya. Dengan sisa tenaganya, ia memeluk Michael erat, seolah pelukan itu mampu menghentikan proses menghilangnya.
'Kumohon , dewa... jangan ambil dia dariku...' pintanya dalam hati, penuh harap.
Waktu berlalu. Lima belas menit sudah ia memeluk Michael. Tubuh Michael kini hanya setengah tersisa, dan air mata Banny terus berjatuhan, membasahi pipinya lalu berubah menjadi mutiara.
"Aku tidak boleh menyerah... aku harus terus mencoba!" gumam Banny dengan napas tersengal. Ia kembali menyalurkan energi penyembuhannya.
🪶❄️
Tiga jam berlalu, dan tubuh Michael perlahan kembali utuh.
"Banny..." lirih Michael, suaranya nyaris tak terdengar.
"Banny... hentikan..." ujarnya lemah, berusaha menggenggam tangan Banny.
Banny membuka matanya. Ia melihat tubuh Michael yang sudah pulih, namun mendapati dirinya sendiri kini mulai bercahaya.
"Michael... syukurlah kamu sudah sadar..." ucap Banny dengan senyum lembut.
Namun, ekspresi Michael berubah panik.
"Banny... ini bercanda, kan? Kumohon, jangan seperti ini..." serunya dengan suara gemetar, menyadari apa yang sedang terjadi.
Banny tersenyum lemah.
"Hiduplah... jangan mencari aku, Chel," bisiknya.
"Apa maksudmu? Jangan! Jangan lagi! Aku tidak bisa... Azura!" Michael hampir putus asa.
"Maaf..." bisik Banny sebelum tubuhnya pecah menjadi butiran mutiara yang terbang dan menghilang.
🌻
Di tempat lain, orang-orang yang memiliki gelang pemberian Banny merasakan kejanggalan. Gelang mereka tiba-tiba pecah dan lenyap begitu saja.
Di alam peri, Aldrick, yang tiba-tiba merasa cemas, segera pergi untuk memastikan keadaan.
#Di Alam Peri
Saat Aldrick tiba, ia mendapati alam peri diselimuti kegelapan. Para peri keluar dari rumah mereka, bingung dan panik.
"Apa yang terjadi di sini?" gumam Aldrick dengan wajah tegang.
Tanpa membuang waktu, ia segera berlari menuju rumah Fay, salah satu peri terdekat dengan Banny.
"Fay, apa yang terjadi? Di mana Banny peri?" tanyanya, napasnya terengah-engah.
Fay menggeleng, wajahnya penuh kekhawatiran.
"Aku tidak tahu, Aldrick. Ratu tiba-tiba menghilang, dan alam peri menjadi seperti ini..." jawab Fay.
Aldrick mengepalkan tangannya. "Baiklah, Fay, tolong urus para peri di sini. Aku harus pergi ke pohon kehidupan."
Tanpa menunggu jawaban, Aldrick langsung berlari menuju pusat danau tempat pohon kehidupan berada.
Setelah perjalanan panjang, Aldrick akhirnya tiba di dekat pohon kehidupan yang berdiri di tengah danau.
Saat ia mendekat, matanya tertuju pada sebuah surat kecil yang tergeletak di bawah pohon.
"Surat...?" gumamnya bingung. Ia mengambil surat itu dan membacanya dengan cermat.
*Maaf...
Aku tidak bisa menahannya untuk pergi.
Aku berjanji akan membawanya kembali.
Sekali lagi, aku meminta maaf padamu, Aldrick.Michael.*
Aldrick menunduk, tubuhnya melemas. "Adik..." lirihnya, memanggil nama Banny dengan suara bergetar. Ia tahu benar arti dari surat itu—Banny telah tiada.
Tiba-tiba, sebuah suara lembut memanggilnya dari belakang.
"Aldrick."
Aldrick menoleh dan melihat seorang peri mendekatinya. Ia mengenali sosok itu dengan baik.
"Aine peri," ucap Aldrick terkejut.
Aine tersenyum samar. "Maafkan aku, Aldrick. Untuk saat ini, aku memohon padamu... tolong pimpinlah alam peri."
Aldrick terdiam, wajahnya penuh keraguan.
"Para peri membutuhkan pemimpin. Jika alam peri tidak memiliki pemimpin, kegelapan ini akan terus berlanjut," bujuk Aine dengan lembut.
Aldrick menarik napas panjang. Akhirnya, ia mengangguk.
"Baiklah... untuk sementara waktu, aku akan menggantikan Banny peri."
Begitu ia menyatakan hal itu, pohon kehidupan tiba-tiba bersinar terang. Cahayanya menyebar ke seluruh alam peri, mengusir kegelapan yang menyelimuti.
Aine tersenyum puas sebelum perlahan menghilang dari pandangan Aldrick.
Keputusan Aldrick segera tersampaikan ke seluruh penjuru alam peri. Para peri pun serentak mengakui Aldrick sebagai pemimpin baru mereka. Alam peri kembali bercahaya, namun luka kehilangan Banny tetap tersisa di hati mereka.
![](https://img.wattpad.com/cover/325751906-288-k935172.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Fairy Queen
FantasyAku, seorang anak dari Dewa Kehidupan, harus menjalani reinkarnasi ke Alam Peri dan hidup sebagai seorang putri di sana. "Hah... pasti merepotkan," ujarku dengan nada malas. Bagaimana kelanjutan hidup anak Dewa Kehidupan ini? Apa yang membuatnya sel...