Setelah kejadian di kamar Banny semalam, Aldrick merasa kesal dan tidak bisa berhenti memikirkannya. Pagi pun tiba, dan Aldrick terbangun karena sinar matahari yang menerobos masuk melalui jendela kamarnya.
"Ugh, silau sekali," gumam Aldrick sambil mengusap matanya. Namun, saat melirik jam di dinding, ia tersentak.
"Hah, gawat! Aku kesiangan! Aku harus cepat-cepat mandi!" katanya panik, segera bangkit dari tempat tidur dan bergegas mandi.
Setelah selesai berpakaian rapi, Aldrick langsung menuju kamar adiknya. Di depan pintu, ia mengetuk dengan hati-hati. Pengalaman semalam membuatnya berpikir dua kali sebelum membuka pintu tanpa izin.
"Banny, kau sudah bangun belum?" teriak Aldrick sambil mengetuk pintu beberapa kali.
Tidak ada jawaban. Ia mengetuk lagi, kali ini lebih keras.
"BANNY, BANGUN! MATAHARI SUDAH TINGGI!" serunya.Dari dalam kamar terdengar suara malas adiknya.
"Berisik, Kak. Ini baru jam 09.00 pagi. Kenapa kau menggangguku?" jawab Banny dengan nada kesal.Aldrick tidak menyerah.
"Kau tahu, di akademi, jam 09.00 itu sudah terlambat! Cepat bangun, mandi, dan ayo kita makan bersama!""Ini bukan akademi, Kak. Jadi aku bebas bangun kapan saja. Lagi pula, aku bisa memunculkan makanan dengan sihir tanpa harus keluar menemui para peri," balas Banny dengan nada jengkel.
Aldrick menghela napas panjang, lalu berkata dengan nada kecewa.
"Oh, begitu, ya? Kukira kau sudah berubah. Ternyata kau masih seperti Banny yang dulu, yang tidak mau bertemu dengan para peri. Aku pikir kau akan menjalankan pesan Kakak sebelum aku pergi ke akademi. Ternyata aku salah menilaimu, Banny. Kau benar-benar mengecewakan."Di dalam kamar, Banny bergumam pada Trinly yang duduk di pundaknya.
"Trinly, dia meracau apa lagi, sih? Lagian, jadwal makan sudah diatur jam 09.30, dan jadwal belajarku mulai jam 10.00. Kenapa dia mengomel di depan kamarku?"Trinly mengangguk sambil tersenyum kecil.
"Aku akan pergi menjelaskannya padanya. Lagipula, pangeran baru saja kembali, jadi dia mungkin belum tahu jadwal baru di istana."Trinly terbang menuju Aldrick yang masih berdiri di depan pintu kamar Banny.
"Pangeran, kalau kau lapar, kau bisa langsung pergi ke ruang makan. Tuan Putri pasti akan menyusul."Namun, Aldrick tidak bergeming.
"Banny, ini peringatan terakhir. Kalau kau tidak bangun sekarang, aku akan menggunakan sihirku untuk membukanya!" geram Aldrick.Di dalam, Banny hanya bisa menghela napas.
"Hah, Kakak mau ngapain lagi, sih? Mengganggu waktu tidurku saja."Aldrick mulai mengerahkan berbagai macam sihir untuk membuka pintu kamar adiknya. Namun, setelah mencoba berkali-kali, hasilnya tetap nihil.
Trinly, yang melihat itu, menggeleng dan berkata,
"Pangeran, jangan sia-siakan energi sihirmu untuk hal yang tidak berguna. Pintu kamar Tuan Putri dilindungi dengan segel tingkat tinggi. Tidak ada sihir yang bisa membukanya."Aldrick menatap Trinly dengan heran.
"Lalu, bagaimana kemarin aku bisa masuk?"Trinly tersenyum kecil.
"Oh, kemarin Tuan Putri sebenarnya tahu Pangeran akan datang. Jadi, dia sengaja tidak memasang segel. Sebagai gantinya, dia memasang jebakan khusus hanya untukmu."Aldrick hanya bisa memijat pelipisnya sambil menahan rasa kesal. Di dalam kamar, Banny mendengar percakapan mereka dan merasa terganggu.
"Menyebalkan. Mereka malah ngobrol di depan kamarku, padahal aku hanya butuh tidur sedikit lagi," batinnya.Akhirnya, Banny berteriak dari dalam kamar.
"Kakak, tunggu aku di ruang makan saja. Aku akan segera ke sana."Aldrick menghela napas lega.
"Baiklah. Tapi ingat, kau punya waktu 15 menit. Jangan membuatku menunggu lama!" perintah Aldrick sebelum melangkah pergi.Dari dalam kamar, terdengar suara Banny yang masih kesal.
"Iyaaa!" balasnya dengan nada malas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fairy Queen
FantasyAku, seorang anak dari Dewa Kehidupan, harus menjalani reinkarnasi ke Alam Peri dan hidup sebagai seorang putri di sana. "Hah... pasti merepotkan," ujarku dengan nada malas. Bagaimana kelanjutan hidup anak Dewa Kehidupan ini? Apa yang membuatnya sel...