"Ahahaha, ayo bermain teman-teman! Aku akan membuat istana es dengan kekuatanku. Ayo kita bersenang-senang!" seru Azura dengan penuh semangat.
"Tunggu aku!"
"Kalau begitu, aku akan membuat seluncuran air. Bantu aku membuat kerangkanya dulu, Azura. Nanti aku tambahkan airnya," ucap seorang anak perempuan bernama Tarisha.
"Baiklah, Tarisha!" sahut Azura dengan antusias.
Tak lama, seorang anak laki-laki mendekati mereka perlahan. "Azu, apa tugasku?" tanyanya lirih."Kau bisa memburu binatang untuk persediaan makanan kita. Dengan kekuatanmu, aku yakin kau bisa melakukannya dengan baik, Michael," jawab Azura penuh percaya diri.
Michael mengangguk mantap, lalu segera mengepakkan sayapnya dan terbang mencari binatang buruan.
"Azura, ayo bantu aku!" panggil Tarisha, sedikit tak sabar.
"Haha, baiklah," balas Azura, mendekati Tarisha dan mulai menciptakan seluncuran.
"Setelah ini, aku akan melanjutkan membuat istana, ya," ujar Azura sambil tersenyum.
Sekitar lima belas menit kemudian, sebuah istana es yang megah berdiri di tengah taman. Michael pun kembali membawa hasil buruannya.
"Michael!" seru Tarisha dengan riang, langsung memeluknya dan menarik tangannya untuk masuk ke dalam istana buatan Azura.
"Azura! Azura! Lihat apa yang dibawa Michael!" panggil Tarisha, menggandeng Michael menuju ke atas istana.
"Ya, aku di sini. Naiklah ke atas," jawab Azura sambil melambai dari puncak istana.
Namun, sesampainya di atas, Tarisha mulai mengomel. "Azura, sudah kubilang jangan buat istana sebesar ini! Itu bisa berbahaya!"
"Hahaha, tapi kau suka, kan, kalau aku membuatnya setinggi ini?" goda Azura.
Tarisha terdiam, wajahnya sedikit memerah.
Michael, yang tak ingin berlama-lama mendengar perdebatan mereka, mengangkat kelinci hasil buruannya. "Azura, aku sudah membawa kelinci dan beberapa buah untuk kita."
"Terima kasih, Michael," balas Azura sambil tersenyum.
Mereka bertiga pun melanjutkan bermain bersama di dalam istana es itu.
❄️
Di suatu waktu, Michael dan Azura duduk berdua, berbincang dengan tenang.
"Azu, kekuatanku ini tidak berguna, ya?" lirih Michael tiba-tiba. "Setiap kali kita bermain, aku hanya ditugaskan untuk berburu. Aku merasa tidak ada gunanya..."
Azura menghela napas. "Hei, jangan bicara begitu. Itu sama sekali tidak benar."
"Tapi tetap saja, aku merasa tidak berguna..." ucap Michael, suaranya semakin lemah.
Azura menatap Michael dengan serius. "Dengar, tugasmu itu penting. Kita berlatih, bukan? Kau adalah keturunan dewa kematian, dan aku keturunan dewa kehidupan. Bukankah perburuan itu cocok untuk melatih kekuatan kita? Kau yang memburu binatang, dan aku yang menghidupkannya kembali. Bukankah itu saling melengkapi?"
Michael terdiam, lalu tersenyum kecil. "Terima kasih, Azu."
"Tidak perlu berterima kasih, Michaa," jawab Azura sambil tertawa kecil.
❄️
Waktu berlalu.
Azura yang baru saja kembali dari taman dikejutkan oleh kehadiran seorang biksu di dimensi kehidupan.
'Kenapa ada biksu di sini? Doa mereka biasanya memang sampai, tapi bagaimana dia bisa hadir secara fisik? Apa yang dia inginkan?' batin Azura.
"Kumohon, hidupkan kembali kekasihku," pinta sang biksu, suaranya penuh keputusasaan. "Dewa-dewi, kalian pasti bisa melakukannya. Kumohon!"
Azura tertegun. 'Bagaimana mungkin seorang biksu memiliki kekasih? Bukankah itu melanggar aturan mereka?' pikirnya heran.
Namun, suasana tiba-tiba berubah tegang ketika biksu itu berkata dengan nada keras, "Kalau kalian tidak menghidupkannya, aku akan mengutuk kalian! Kalian akan bereinkarnasi sebagai manusia selama seribu tahun. Dan kau, Dewi, kau tidak akan mengingat dirimu yang dulu. Kau akan terus merasakan sakit hati berulang kali!"
Hening. Hanya suara gemercik air terjun yang terdengar.
"Aku menerimanya," ucap Dewa Kehidupan, ayah Azura, dengan tenang namun penuh keteguhan.
Azura terperangah. Air matanya mulai mengalir. "Ayah... Ibu..." Ia berlari dan memeluk kedua orang tuanya erat-erat.
Sang biksu terkejut melihat Azura. Ada rasa bersalah tergambar di wajahnya. "Dewi Azura, maafkan aku. Aku terbawa emosi. Aku tidak berniat membuatmu—"
"Cukup!" potong Azura dengan tangis yang tak tertahan. "Berkali-kali kau meminta maaf, itu tidak akan mengubah kenyataan atau menghapus kutukan yang kau ucapkan. Ayah sudah menerimanya..."
Biksu itu terdiam. Ia tak lagi berkata apa-apa, hanya menunduk dan pergi meninggalkan mereka.
Azura memandang kedua orang tuanya, air matanya tak berhenti mengalir. "Ayah, Ibu... kalian tidak perlu melakukan ini. Kumohon, tetaplah di sini."
Ibunya mengelus rambut Azura dengan lembut. "Kami harus melakukannya, sayang. Tapi jangan khawatir. Kami berjanji akan kembali setelah kutukan ini berakhir."
"Tolong... tepati janji kalian..." lirih Azura sambil memeluk mereka erat.
"Kami janji, Azura," ucap ayahnya.
Lalu, dengan senyum lembut, mereka menghilang dalam cahaya, meninggalkan dimensi kehidupan.
Azura terjatuh di tempatnya. "Ayah... Ibu..." bisiknya dengan suara yang hampir tak terdengar, duka memenuhi hatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fairy Queen
FantasyAku, seorang anak dari Dewa Kehidupan, harus menjalani reinkarnasi ke Alam Peri dan hidup sebagai seorang putri di sana. "Hah... pasti merepotkan," ujarku dengan nada malas. Bagaimana kelanjutan hidup anak Dewa Kehidupan ini? Apa yang membuatnya sel...