Bab 78 : Terimakasih

43 1 0
                                    

"Vidi, Banny, Michael, ayo kita coba naik itu!" seru Vo sambil menunjuk bianglala raksasa setinggi 115 meter yang menjadi salah satu daya tarik utama festival malam itu.

Vidi segera mendekati Vo, wajahnya tampak khawatir.
"Kau yakin ingin naik itu?" tanyanya memastikan.

"Ya, aku ingin naik!" sahut Vo dengan penuh semangat.

"Kau tidak takut?" Vidi masih mencoba meyakinkan.

"Kau selalu saja khawatir berlebihan," Vo tertawa kecil.
"Aku tidak takut. Lagipula, ada kau di dekatku, jadi aku tidak perlu khawatir."

Vidi menghela napas, akhirnya menyerah.
"Baiklah. Lalu bagaimana dengan kalian?" tanyanya sambil melirik ke arah Banny dan Michael.

"Sepertinya menyenangkan! Aku akan ikut naik," jawab Banny antusias.

"Kalau Banny ikut, aku juga akan ikut," tambah Michael dengan nada tenang.

"Kalau begitu, ayo kita beli tiketnya," ajak Vidi.

Mereka pun menuju loket untuk membeli tiket. Bianglala itu memiliki desain unik berbentuk sangkar burung, dan mereka terbagi ke dalam dua sangkar berbeda: Vidi bersama Vo, sedangkan Banny bersama Michael.

Bianglala mulai berputar perlahan. Putarannya yang lambat memungkinkan para penumpang menikmati keindahan pemandangan kota yang penuh cahaya gemerlap di malam hari.

Saat sangkar Banny dan Michael hampir mencapai puncak tertinggi, suara sorakan dan hitungan mundur tiba-tiba terdengar dari kerumunan manusia di bawah.

"3..."
"2..."
"1!"

DAR!
DARR!
DARRR!

Langit malam mendadak dihiasi dengan percikan warna-warni dari kembang api yang menyala terang. Suara ledakannya menggema keras, disambut sorak sorai gembira dari para pengunjung festival.

Namun, berbeda dari kebanyakan orang yang terpesona oleh indahnya kembang api, Banny justru tampak ketakutan. Ia meringkuk di dalam sangkar, menutup telinganya rapat-rapat.

"Azu... Azura...!" seru Michael, panik melihat keadaan Banny.

"Ukhh..." Banny merintih kecil, tubuhnya gemetar.

"Suaranya terlalu keras," batin Michael cemas.
"Aku harus segera membawanya ke tempat yang lebih tenang."

❄️🪶

Michael membawa Banny ke sebuah hutan yang jauh dari keramaian festival. Lima menit berlalu, akhirnya mereka berhenti di tengah suasana sunyi yang hanya diiringi oleh suara angin dan dedaunan.

"Banny, apa kau sudah merasa lebih tenang?" tanya Michael lembut.

"Ya, aku sudah tidak apa-apa," jawab Banny sambil tersenyum kecil.

"Kau yakin?" Michael masih ragu, matanya penuh kekhawatiran.

"Aku benar-benar tidak apa-apa, Michael. Aku hanya kaget tadi, haha," ujar Banny mencoba menenangkan suasana.

Michael menyerahkan botol minuman yang sempat dibelinya di festival.
"Minumlah dulu."

"Terima kasih," ucap Banny sambil menerima minuman itu.

Keduanya duduk dalam diam selama beberapa menit, menikmati ketenangan hutan malam itu.

"Banny," panggil Michael tiba-tiba.
"Terima kasih."

"Untuk apa?" tanya Banny bingung.

Michael menatapnya dalam-dalam sebelum menjawab.
"Untuk dirimu... yang hidup kali ini."

"Hidup? Apa maksudmu?" Banny semakin kebingungan dengan ucapannya.

Michael tersenyum tipis, tapi senyum itu menyiratkan kepedihan.
"Tapi... maaf, Banny. Aku tidak bisa mengulang kisah kita dari awal lagi. Aku tidak sanggup..." suaranya terdengar putus asa.

Michael perlahan mendekati Banny. Wajahnya begitu dekat, hingga Banny bisa merasakan hembusan napasnya.

"Maaf... semuanya sudah selesai,tidurlah Banny" bisik Michael lembut di telinga Banny. Kata-kata itu bukan sekadar ucapan, melainkan mantra sihir yang segera membuat Banny terlelap.

Fairy Queen Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang