Bab 63 : Hanya Sahabat

54 4 0
                                    

Hari-hari berlalu begitu saja, dan acara penobatan Banny sebagai pemimpin para peri semakin dekat.

Di Taman

"Satu minggu lagi... ugh," Banny gelisah, berjalan mondar-mandir di taman.

"Ada apa?" tanya Michael yang tiba-tiba muncul di belakangnya.

Banny bergumam, tanpa menyadari kehadiran Michael. "Satu minggu lagi... siapa yang akan kupilih?"

Michael mengerutkan kening. 'Apa yang dia maksud? Siapa? Apa ini?' batinnya resah.

"Hei, ceritakan padaku ada apa," ucap Michael sambil menarik Banny agar menghadap ke dirinya. Tanpa aba-aba, ia memeluknya erat.

"Bisakah kau tidak seperti ini?" protes Banny sambil mencoba melepaskan diri.

"Tidak bisa. Ceritakan dulu baru aku lepaskan," kekeh Michael keras kepala.

Banny memijat pelipisnya, merasa pusing menghadapi sikap Michael. Sementara itu, Michael tetap sabar menunggunya berbicara, tak melepas pelukannya.

"Lepaskan dulu," pinta Banny lagi.

"Aku sudah bilang, tidak bisa," jawab Michael tegas.

Banny mencoba alasan lain. "Aku mau minum teh dulu, jadi tolong lepaskan."

Michael akhirnya melepaskannya, meskipun dengan enggan. Banny lalu membuat secangkir teh hijau dengan sihirnya, meminumnya sedikit, dan menghela napas panjang. Namun, sebelum sempat menikmati ketenangan, Michael kembali memeluknya dari samping.

"Azura..." bisik Michael tepat di telinganya.

"Hii... apa sih, geli tahu!" Banny menggeliat mencoba menjauh.

"Apa yang satu minggu lagi itu? Dan siapa yang kau maksud akan kau pilih? Jelaskan padaku," desak Michael, menatapnya serius.

Banny menyerah. "Baiklah, aku jelaskan."

Ia menarik napas dalam-dalam sebelum berkata, "Satu minggu lagi aku akan diangkat menjadi pemimpin para peri. Ratu peri memintaku mencari seorang partner untuk membantuku. Tapi sampai sekarang, aku masih belum tahu siapa yang akan kupilih."

Michael tersenyum kecil. "Bagaimana kalau aku saja?" tawarnya tanpa ragu.

Banny memutar matanya. "Kau tahu kan, kalau aku jadi pemimpin, aku tidak punya waktu untuk memeriksa buku kehidupan? Dan kau tahu apa artinya itu."

"Tugasku akan bertambah banyak, dan yang lebih buruk, aku mungkin tidak bisa bertemu denganmu lagi," lanjutnya dengan nada sedih.

"Tapi Aku tidak peduli," jawab Michael mantap. "Kalau itu artinya aku bisa selalu di sisimu, aku siap."

Banny menggeleng. "Dan bagaimana dengan tugasmu sebagai dewa? Kalau kau mengabaikannya, ayahmu pasti akan menghukummu."

Michael tidak menjawab, tapi ia justru mengeratkan pelukannya. "Azura..." bisiknya pelan.

"Hmm?" Banny menoleh.

"Selama satu minggu ini, biarkan aku selalu berada di dekatmu," pintanya.

"Bukankah selama ini kau memang begitu?" tanggap Banny, namun Michael menggeleng cepat.

"Biarkan aku seperti ini, Azura, sebelum kita benar-benar harus berpisah lagi," jelas Michael, nadanya penuh rasa haru.

Banny menghela napas panjang. "Aku tidak mengizinkanmu. Jadi, jangan terlalu menempel padaku seperti ini," ucapnya tegas, sambil berusaha melepaskan pelukan Michael.

Namun, Michael justru bertanya, "Kenapa, Azura? Kenapa kau selalu menyangkal perasaanmu sendiri seperti ini?"

Banny terkejut, tapi dengan cepat ia menguasai diri. "Kau bicara apa sih, Michael? Jangan meracau yang tidak-tidak."

Michael tidak menyerah. "Kapan kau mau membuka hatimu untukku, Azura?" tanyanya lirih.

Banny menatap Michael, kali ini dengan ekspresi tegas. "Kita sudah sering membahas ini, Michael. Aku tidak akan pernah menganggapmu lebih dari seorang sahabat. Jadi, kuharap kau mengerti."

Tanpa menunggu tanggapan, Banny berbalik dan pergi, meninggalkan Michael sendirian di taman.

Michael menatap kepergiannya dengan sedih. "Sahabat, ya..." gumamnya pelan, suara itu tenggelam bersama angin malam.

Fairy Queen Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang