Bab 24 : Gagal

113 9 0
                                    

Portal terbuka, dan Aldrick langsung membopong Banny masuk ke dalamnya. Begitu tiba di aula, mereka disambut oleh para peri yang terkejut melihat keadaan Banny. Punggung Banny penuh darah, menciptakan suasana yang tegang dan penuh kekhawatiran.

"Maaf... Aku gagal... Hiks... Sayap... Banny... sayapnya..." Aldrick berusaha berbicara, namun suaranya tercekat oleh rasa bersalah yang mendalam.

"Aku tidak berguna... bahkan melindungi adikku saja aku tidak bisa... Hikss, hikss..." Aldrick mulai menangis, menyalahkan dirinya sendiri.

"Kakak... kalau Kakak menangis seperti ini, aku akan bertambah sakit," ucap Banny pelan, berusaha tersenyum sambil menghapus air mata Aldrick dengan lembut.

"Ibu... Ibu... Apa kau bisa menumbuhkan sayap adik lagi?" tanya Aldrick dengan suara bergetar, perlahan mendekati Aurora sambil masih menggendong Banny. Darah Banny berceceran di lantai, membuat Aurora semakin khawatir.

"Sebaiknya kau turunkan Banny dulu. Ibu akan menghentikan pendarahannya terlebih dahulu," ucap Aurora penuh kekhawatiran.

Aldrick segera menurunkan Banny, dan Aurora langsung menggunakan sihirnya untuk menghentikan pendarahan pada luka di punggung Banny. Setelah perawatan selesai, Aine menciptakan awan dengan sihirnya, lalu memerintahkan Banny untuk beristirahat.

"Banny, untuk sekarang istirahatlah. Mengenai makanan, aku akan mengirimkannya langsung ke kamarmu menggunakan sihir teleportasi," kata Aine lembut.

"Baiklah, Aine Peri," balas Banny lemah. Ia menaiki awan tersebut dan perlahan menuju kamarnya.

🌻❄️

Setelah kepergian Banny, Aldrick tiba-tiba kembali menangis.

"Ibu... apakah sayap Banny bisa tumbuh lagi? Apakah dia masih bisa terbang?" tanyanya dengan wajah yang penuh air mata.

Aurora dan para peri lainnya hanya saling memandang dengan raut wajah penuh kesedihan. Tidak ada yang berani menjawab.

"Ibu... Psyche... Ratu... tolong jawablah," lirih Aldrick dengan suara nyaris tak terdengar.

Aine akhirnya angkat bicara, dengan nada hati-hati dan pelan, "Sayangnya, sayap tidak bisa tumbuh kembali. Sayap peri tidak bisa beregenerasi. Kemungkinan besar, Banny tidak akan bisa terbang lagi..."

Kata-kata itu menghujam hati Aldrick. Rasa bersalahnya semakin dalam. Ia terisak, lalu bergumam pelan, "Bunuh aku."

"BUNUH AKU!" teriaknya tiba-tiba. "Aku yang tidak berguna ini... bunuh saja aku!" tangisnya semakin menjadi-jadi.

"Tolong... bunuh aku... Aku mohon pada kalian, siapapun, bunuh aku saja!" Aldrick mulai kehilangan kendali, bahkan menarik-narik rambutnya sendiri dengan kasar.

"Itu bukan salahmu, Nak," kata Aine berusaha menenangkannya.

"Kami tidak mungkin tega membunuhmu, Aldrick," tambah Aurora sambil menahan tangannya agar tidak melukai diri sendiri.

"Kalau kalian tidak mau membunuhku, aku sendiri yang akan melakukannya..." Aldrick mulai kehilangan akal sehatnya.

"MIND CONTROL. Tidurlah, Aldrick," ucap Psyche tegas, mengaktifkan sihir pengendali pikiran.

Aldrick pun tertidur lelap akibat sihir itu. Dengan hati-hati, Aine menciptakan awan lain menggunakan sihirnya untuk membawa Aldrick ke kamarnya.

🌻❄️

Di tempat lain, sebuah laporan disampaikan oleh Trinly kepada seseorang yang misterius.

"Tuan, saya ingin melaporkan kondisi Tuan Putri. Hari ini, sayap perinya telah dipotong oleh para penindas, dan Pangeran Aldrick, yang tidak bisa mengendalikan amarahnya, membunuh mereka semua. Saat ini, Tuan Putri sedang dalam proses pemulihan," lapor Trinly.

"Pantas saja ada kiriman roh datang... ternyata Aldrick yang mengirimnya. Mereka telah mencelakai Tuan Putri? Tidak akan kubiarkan mereka bebas! Akan kusiksa roh mereka!" balas sosok itu dengan geram.

"Baik, Tuan. Saya akan kembali dan terus mengawasi Tuan Putri," jawab Trinly sebelum menghilang.

"Pergilah," balas sosok itu dengan nada dingin.

Fairy Queen Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang