"Maaf... semuanya sudah selesai,tidurlah Banny" bisik Michael lembut di telinga Banny. Kata-kata itu bukan sekadar ucapan, melainkan mantra sihir yang segera membuat Banny terlelap.
— — — — —
Setelah Banny, sang peri, terkena sihir dari Michael, ia terlempar ke dimensinya sendiri—dimensi Azura. Michael, dengan seluruh kekuatan yang tersisa, memaksa dirinya memasuki dimensi tersebut meski ia tahu bahwa upayanya akan menguras energi -nya dengan sangat cepat. Namun, tekadnya yang kuat tak membuatnya berhenti hingga akhirnya ia berhasil menembus dimensi itu.
Salju putih, hawa dingin yang menusuk, dan ruang tanpa ujung—itulah ciri khas dimensi Azura.
"Akhirnya... aku sampai," ucap Michael dengan napas yang mulai berat.
"Dari sini, aku akan mencarimu, Azura."Energinya hampir habis, tetapi ia terus melangkah maju.
Berjam-jam berlalu, Michael hanya berjalan lurus tanpa arah pasti. Hingga matanya tertumbuk pada sebuah pohon besar yang berdiri sendiri di tengah dimensi itu. Tidak ada pohon lain, tidak ada tanda-tanda kehidupan, hanya pohon itu yang menjadi pusat perhatian.
'Apakah Azura ada di sana?' pikir Michael penuh harap.
Ia pun mulai berlari menuju pohon itu. Namun, seberapa cepat pun ia berlari, jaraknya tak pernah berkurang. Pohon itu tetap terlihat jauh, seperti terus menjauh seiring langkahnya. Dimensi ini benar-benar memanipulasi ruang, menguras energi siapa pun yang berani memasukinya. Dimensi ini tidak memberi ampun—tak ada yang bisa keluar hidup-hidup kecuali sang pemiliknya mengizinkan.
Tubuh Michael mulai melemah, energi yang terkuras habis membuatnya kehilangan kekuatan. Akhirnya, ia terjatuh di atas salju yang dingin dan tebal.
Brukk.
Darah segar mulai mengalir dari hidungnya, menetes ke salju putih.
"Azura... setidaknya biarkan aku bertemu denganmu untuk terakhir kalinya... sebelum aku mati di dimensimu," bisik Michael lemah.
Tiba-tiba, sebuah suara lonceng menggema di tengah keheningan. Michael menoleh ke arah suara itu. Betapa terkejutnya ia saat melihat pohon yang selama ini ia kejar kini berada di sisi kanannya, hanya beberapa ratus meter jauhnya.
Di atas pohon itu, samar-samar ia melihat seseorang berbaring di antara dahan-dahannya. Meski penglihatannya mulai kabur, Michael yakin itu adalah Azura.
"Azu..." bisiknya pelan.
Dengan sisa tenaga yang ada, Michael memaksa dirinya berdiri. Langkahnya tertatih-tatih, napasnya tersengal-sengal, tetapi ia tetap maju, berusaha mendekati pohon itu.
Akhirnya, ia tiba di bawah pohon tersebut. Tubuhnya berlutut di atas salju, napasnya semakin berat.
"Azura... bangunlah..." bisiknya lirih.
Michael tetap bertahan di sana, menunggu Azura terbangun. Salju mulai turun semakin lebat, berubah menjadi badai yang dinginnya menusuk hingga ke tulang. Namun, Michael hanya melindungi Azura dengan perisai sihir tipis, membiarkan tubuhnya sendiri diterpa badai tanpa perlindungan.
Beberapa jam berlalu, badai akhirnya mereda. Di atas pohon, Azura perlahan
Ia menyadari dirinya dilindungi oleh perisai tipis.
'Perisai ini... siapa yang melindungiku?'
Saat perisai itu mulai melemah, Azura menyentuhnya, dan perisai itu langsung pecah. Ia menoleh ke bawah dan melihat sesuatu yang mencurigakan di antara tumpukan salju.
"Siapa itu...?" gumam Azura.
Saat ia melihat lebih dekat, ia mendapati sosok yang dikenalnya—Michael, tertimbun di bawah salju.
"Michael!" serunya panik.
Azura segera mengangkat salju dengan sihirnya hingga tubuh Michael terlihat. Ia mendekati Michael yang sudah sangat lemah, membersihkan butiran salju yang menempel di tubuhnya.
"Michael... apa yang kau lakukan di sini? Berapa lama kau sudah berada di dimensiku?" tanyanya cemas.
Michael membuka matanya perlahan. Senyum tipis terukir di wajahnya.
"Ah... akhirnya kau bangun juga, Azura..." ucapnya lirih."Ayo, cepat keluar dari sini! Kau tidak boleh berada di sini terlalu lama, Michael. Dimensi ini terlalu berbahaya bagimu," pinta Azura, suaranya dipenuhi kekhawatiran.
Namun, Michael menggeleng pelan.
"Aku datang untuk meminta maaf, Azura," ucap Michael dengan suara lemah.
"Maaf karena aku telah merusak persahabatanmu dengan Tarisha."Azura terdiam, menatapnya dengan penuh kebingungan dan rasa iba.
"Aku juga berterima kasih... karena Banny peri telah kembali. Tapi aku harus mengaku... aku gagal mengembalikan ingatanmu." Michael menunduk.
"Sudah berkali-kali aku mencoba, tapi tidak bisa. Karena itu, aku ingin kau kembali sebagai Azura yang kukenal, meskipun aku harus mempertaruhkan nyawaku sendiri..."Senyum tipis terukir di wajah Michael, namun Azura bisa merasakan betapa lelah dan sedihnya ia.
Azura hanya mampu terdiam. Ia tahu kondisi Michael semakin buruk.
Tiba-tiba, tubuh Michael mulai memudar.
"Ah... sudah waktunya, ya," ujar Michael pasrah. Tubuhnya perlahan menghilang, seperti kabut yang tersapu angin.
"Kumohon, maafkan aku, Azura... maafkan diriku yang egois ini," bisik Michael sebelum ia lenyap sepenuhnya.
Azura tetap diam di tempatnya, memandang kosong ke arah Michael yang telah menghilang.
'Apa yang harus kulakukan sekarang?' pikirnya, kebingungan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fairy Queen
FantasyAku, seorang anak dari Dewa Kehidupan, harus menjalani reinkarnasi ke Alam Peri dan hidup sebagai seorang putri di sana. "Hah... pasti merepotkan," ujarku dengan nada malas. Bagaimana kelanjutan hidup anak Dewa Kehidupan ini? Apa yang membuatnya sel...