Sesampainya Michael di alam peri, ia langsung menuju kamar Banny.
Ketika Michael tiba di depan pintu kamar, suara isakan tangis terdengar samar dari dalam ruangan. Hatinya mencelos, tubuhnya kaku.Kriett.
Pintu kamar itu terbuka, dan Michael disambut oleh tatapan penuh amarah Aldrick.
"KAU!" geram Aldrick, wajahnya mengeras seperti baja.
Sebelum Michael sempat melangkah masuk, Aldrick yang sudah tak mampu menahan emosinya langsung menghampirinya.
BRAKK!
Tinju keras Aldrick menghantam Michael tanpa ampun, membuat tubuh Michael terpental hingga menabrak tembok di depan kamar.
Namun, Aldrick belum puas. Dengan langkah penuh amarah, ia kembali menghampiri Michael dan melayangkan pukulan bertubi-tubi.
"Kak, hentikan!" seru Lin sambil menarik tubuh Aldrick.
"Kak, tenangkan dirimu!" tambah Kai yang juga ikut melerai."Tidak! Ini belum cukup!" Aldrick berontak, mencoba melepaskan diri dari genggaman mereka.
"Kak, memukulinya tidak akan mengubah apa pun, hanya membuang waktu dan energimu!" ujar Kai dengan tegas.
"Banny pasti tidak ingin melihatmu seperti ini, Kak!" tambah Lin, mencoba menyadarkan Aldrick.Aldrick perlahan mulai melemah, napasnya memburu. Tangannya terkulai di sisi tubuhnya.
"Hah..." Aldrick menarik napas panjang, mencoba meredakan amarahnya.
"Lepaskan aku."Kai dan Lin saling pandang sebelum akhirnya melepaskan Aldrick.
Aldrick menatap Michael dengan tatapan dingin. "Pergilah. Kau tidak memiliki urusan lagi di sini."
Michael hanya diam, menundukkan wajahnya dengan pasrah. Ia tahu Aldrick benar. Ia tak punya alasan lagi untuk tetap berada di alam peri.
Namun, dengan suara lirih, Michael berkata, "Kak, bolehkah aku melihat serpihan mutiara Banny... untuk terakhir kalinya?"
Aldrick terdiam. Raut wajahnya menunjukkan keraguan.
"Kumohon, Kak. Aku tidak akan menyentuhnya. Aku hanya ingin melihatnya dari jauh... kumohon." Michael menunduk semakin dalam, suaranya bergetar.
Setelah hening beberapa saat, Aldrick menghela napas berat. "Baiklah. Tapi aku pegang janjimu itu."
"Terima kasih, Kak," ucap Michael dengan penuh rasa syukur.
Mereka pun masuk ke dalam kamar. Seperti yang dijanjikan, Michael tidak mendekati serpihan mutiara itu. Ia hanya berdiri di kejauhan, memandanginya dengan penuh penyesalan.
Dalam hatinya, Michael terus berdoa.
'Dewa Kehidupan, kumohon bangkitkan Azura. Kumohon hidupkan anak-Mu lagi. Aku harus meminta maaf padanya. Izinkan aku bertemu dengannya sekali lagi. Kumohon...'
Tiba-tiba, suara lembut namun tegas menggema di dalam ruangan.
"Apa yang akan kau lakukan jika aku menghidupkan Azura kembali?"
TIK.
Waktu seolah berhenti. Ruangan itu sunyi, tak ada lagi suara tangisan.
"Dewa Kehidupan..." bisik Michael dengan nada terkejut.
Dewa Kehidupan muncul dalam cahaya yang memancar lembut. "Tugas Azura di dunia ini sudah selesai. Sudah waktunya dia kembali ke tempat asalnya."
Michael menatap sang Dewa dengan mata berkaca-kaca. "Apa aku bisa bertemu Azura lagi? Jika tidak, bisakah Anda membunuhku saja? Aku tidak sanggup menjalani hari-hari tanpanya."
Dewa Kehidupan menatapnya dalam-dalam sebelum menjawab. "Aku tidak akan membunuhmu, dan tidak ada alasan untuk membangkitkan Azura sekarang. Tunggu saja ia bereinkarnasi."
Michael mengepalkan tangannya. 'Aku bodoh... kenapa aku meninggalkannya? Kenapa aku tidak berada di sisinya? Kenapa aku membiarkannya sendirian... kenapa?'
Dewa Kehidupan mengangkat alis, memandang Michael dengan tajam. "Kenapa kau begitu menginginkan Azura kembali?"
Michael menatap sang Dewa, matanya penuh dengan kesungguhan.
"Karena aku membutuhkannya. Aku akan selalu membutuhkan dia. Aku berjanji, aku akan melindunginya... selamanya."
![](https://img.wattpad.com/cover/325751906-288-k935172.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Fairy Queen
FantasyAku, seorang anak dari Dewa Kehidupan, harus menjalani reinkarnasi ke Alam Peri dan hidup sebagai seorang putri di sana. "Hah... pasti merepotkan," ujarku dengan nada malas. Bagaimana kelanjutan hidup anak Dewa Kehidupan ini? Apa yang membuatnya sel...