Aku, seorang anak dari Dewa Kehidupan, harus menjalani reinkarnasi ke Alam Peri dan hidup sebagai seorang putri di sana. "Hah... pasti merepotkan," ujarku dengan nada malas.
Bagaimana kelanjutan hidup anak Dewa Kehidupan ini? Apa yang membuatnya sel...
Selama beberapa tahun, Banny perlahan mulai dekat dan akrab dengan para peri yang ada di sekitarnya. Namun, hingga saat ini, ia belum pernah diperkenalkan kepada para peri dari Mugical Fairy. Hal ini membuat Banny terkurung di dalam lingkungan istana selama 13 tahun. Bayangkan, 13 tahun di istana tanpa pernah keluar. Membosankan, bukan?
Di taman "Hei, Trinly, apa kau punya cerita atau sesuatu yang menarik untuk dibagikan?" tanya Banny, hampir putus asa karena kebosanan.
"Ini aneh, biasanya kau tidak tertarik mendengarkan ceritaku. Tapi sayangnya, aku tidak punya cerita menarik untuk diceritakan saat ini. Apa kau benar-benar sebosan itu, Tuan Putri?"
"Ya, sangat bosan! Bahkan kekuatan teleportasi di sini sangat dibatasi, jadi aku tidak bisa melihat reinkarnasi Ibu dan Ayah," keluh Banny sambil memetik bunga.
Percakapan mereka terhenti. Keheningan menyelimuti taman sejenak.
"Anu, Tuan Putri... sebenarnya ada sesuatu yang ingin kutanyakan. Tapi, kalau kau tidak ingin menjawab, tidak apa-apa," ujar Trinly ragu-ragu.
"Tanyakan saja. Lagipula, aku sedang benar-benar bosan saat ini," tanggap Banny santai.
"Apa kau pernah... menyukai seseorang?" tanya Trinly dengan hati-hati.
Banny terdiam sesaat sebelum menjawab. "Menyukai seseorang, ya? Hmm... sebenarnya, ada satu orang, tapi—"
"BANNY PERI!" seru Psyche tiba-tiba, memotong ucapan Banny. "Ayo kita ke aula! Kakakmu sudah pulang!"
"Kak Aldrick sudah pulang? Wah, ayo, Psyche Peri! Aku sangat merindukan kakak!" seru Banny antusias.
❄️🌻
Mereka pun bergegas menuju aula, tempat portal Aldrick akan terbuka. Ekspresi kegembiraan terpancar di wajah Banny. Para peri lain juga sudah berkumpul, bersiap menyambut kedatangan Aldrick. Beberapa menit kemudian, portal terbuka, dan Aldrick melangkah keluar.
"KAKAK!" teriak Banny sambil melompat memeluk Aldrick erat.
"Aku juga sangat merindukanmu, Adikku," ucap Aldrick sambil membalas pelukan Banny.
"Apa kau tidak merindukan kami juga?" tanya Aorora dengan nada sedikit kesal.
"Haha... tentu saja, Ibu. Aku juga merindukan kalian," jawab Aldrick sambil tersenyum.
"Kau tidak mau memeluk kami juga?" goda Psyche.
"Banny..." Aldrick memanggil lembut, berharap Banny akan melepaskan pelukannya.
"Tidak! Aku tidak mau memberikan pelukan kakak pada kalian!" jawab Banny cepat, penuh rasa kepemilikan.
"Banny, kau harus berbagi. Mereka juga ingin memeluk Aldrick," bujuk Aine lembut.
"Huft... menyebalkan," keluh Banny sambil masih enggan melepaskan pelukannya.
Lalu, tiba-tiba ia berkata, "Kakak, bisakah kau menundukkan sedikit kepalamu?"
"Hmm?" Aldrick menggumam, bingung, tetapi menuruti permintaan adiknya.
Cup
Tanpa diduga, Banny mendaratkan ciuman cepat di pipi kanan Aldrick. Wajah Aldrick langsung memerah, rona merah jelas terlihat di pipinya. Sebelum ada yang sempat bereaksi, Banny terbang cepat keluar aula, meninggalkan Aldrick yang terdiam dengan ekspresi campur aduk.
Para peri yang menyaksikan kejadian itu tampak terkejut. Tidak ada yang menyangka Banny akan melakukan hal seperti itu, dan ruangan pun mendadak hening.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.