Setelah kepulangan Banny, Fay, dan para pasukannya dari wilayah Kai dan Lin, hari-hari di alam peri pun berlangsung damai. Mereka menikmati ketenangan itu, merasa lega setelah perjuangan panjang melawan monster yang pernah mengancam kedamaian.
Namun, kedamaian itu tak bertahan lama. Sebuah ancaman baru, lebih besar, mulai membayangi mereka.
"Ratu Peri, ada monster di ujung kota!" lapor Fay tergesa-gesa. "Aku sudah mengerahkan pasukan, tapi sepertinya monster ini jauh lebih kuat daripada yang kita hadapi sebelumnya."
"Kalau begitu, ayo kita hadapi bersama," ajak Banny, tegas. Fay mengangguk, lalu mengikuti langkah sang Ratu Peri.
Baru beberapa meter keluar dari istana, mereka tiba-tiba disambut oleh sambaran petir yang menggelegar. Refleks, Banny menatap ke langit, mengenali sosok di balik serangan itu.
"Tarisha..." gumamnya pelan, namun penuh keterkejutan.
"Ratu, apakah Anda baik-baik saja?" tanya Fay khawatir.
"Aku baik-baik saja, Fay," jawab Banny cepat. "Segera perintahkan seluruh rakyat dan pasukan untuk berlindung di dalam istana. Jangan biarkan ada yang keluar!"
Fay langsung bergerak cepat melaksanakan perintah.
"Banny, maaf aku tidak sempat datang ke acara penobatanmu waktu itu," ujar Tarisha sambil mendekat, senyum penuh sinis menghiasi wajahnya. "Tapi kali ini aku datang, membawa hadiah istimewa untukmu. Bagaimana? Seru dan meriah, bukan?"
Banny tidak menanggapi. Dia segera terbang menggunakan sihir anginnya, memastikan seluruh rakyatnya telah berlindung di dalam istana. Begitu yakin semua sudah aman, Banny mulai memasang perisai pelindung di sekitar istana. Para peri lain seperti Aine, Psyche, dan Aurora segera membantu memperkuat perisai tersebut.
Namun, Tarisha tak tinggal diam. "Hei, Banny, aku masih di sini! JANGAN MENGABAIKANKU!"
CTARR!
Sambaran petir menghantam tubuh Banny, namun dia tetap fokus memperkuat perisai, mengabaikan serangan demi serangan. Hingga akhirnya, petir besar menghantam Banny dengan kekuatan penuh, membuatnya terhempas ke tanah.
"Untunglah, perisainya sudah selesai," gumam Banny sambil menahan rasa sakit. Dia perlahan berdiri. "Sudah saatnya aku menghentikan Tarisha."
"Akhirnya kau serius melawanku, Azura," ejek Tarisha sambil terkekeh.
"Tarisha, apa alasanmu melakukan semua ini?" tanya Banny dengan nada tegas.
"Kau tahu alasannya," jawab Tarisha, matanya penuh kebencian. "Michael. Aku mencintainya sejak kecil, tapi dia malah tergila-gila padamu! Kau tahu perasaanku, tapi tetap saja kau mendekatinya. Kau mengkhianatiku, Azura!"
"Aku menjauhinya, Tarisha. Tapi dia..."
"Cukup! Aku tidak ingin mendengar alasanmu, pengkhianat!" teriak Tarisha.
Serangan petir Tarisha semakin menggila, tapi Banny tak tinggal diam. Dengan kekuatan esnya, dia melawan serangan demi serangan.
Di Aula Dimensi Kematian, Michael, putra Sang Dewa Kematian, menyaksikan pertarungan itu dengan gelisah. "Ayah, izinkan aku membantu Azura," pintanya.
"Tidak," jawab ayahnya tegas.
"Tapi, Ayah..."
Ibunya, Dewi Kematian, menyentuh pundaknya lembut. "Tenanglah, Nak. Percayalah pada Azura."
Namun, Michael tidak bisa tenang. Dia memutuskan untuk melawan perintah ayahnya dan membuka portal ke medan pertempuran.
❄️🪶☔️
KAMU SEDANG MEMBACA
Fairy Queen
FantasyAku, seorang anak dari Dewa Kehidupan, harus menjalani reinkarnasi ke Alam Peri dan hidup sebagai seorang putri di sana. "Hah... pasti merepotkan," ujarku dengan nada malas. Bagaimana kelanjutan hidup anak Dewa Kehidupan ini? Apa yang membuatnya sel...