[22] Bioskop

883 15 0
                                    

Seperti dugaan Laras, rumah sepi melompong. Sang suami belum juga pulang, apakah Reno tidak tahu Laras begitu kangen padanya. Padahal baru setengah hari, tapi rasanya sebulan tidak bertemu. Akkkhh ..! Laras sangat kesal dengan suasana sepi seperti ini. Ingin sekali dia mendusel-dusel di lehernya sang suami tercinta.

Bayangkan apa bila nanti ada yang datang, terus menculik Laras untuk dijual. Membayangkannya saja sudah membuat Laras ngeri, apalagi itu benar terjadi lebih baik mati dari pada dijual ke pria hidung belang. Laras tidak suka!

Niat setelah sampai dirumahnya Laras akan melihat Reno yang sedang bersantai pupus sudah tinggal kenangan. Reno juga pergi lama banget nggak tahu Laras takut ditinggal sendiri dirumah apa?

Laras memasuki kamar, melempar tas selempang yang di sandangnya tadi. Lalu menidurkan tubuhnya di atas kasur empuk.
Laras mencoba untuk memejamkan matanya, agar hari ini cepat berganti malam. Namun sia-sia saja, matanya tidak mau diajak kompromi.

Laras menduduki tubuhnya, menatap pintu kamar nanar. Kegiatan apa yang harus dia lakukan supaya dirinya tidak kebosanan.
Laras mengambil handphonenya di dalam tas yang tadi dilempar sembarangan oleh Laras, menekan nomor seseorang.

Tut! Tut! Tu!

[Hallo, Ran!] Panggil Laras setengah berteriak.

[Astagfirullah, Laras! Lu mau gue budek apa?] jawab Rani disebrang sana kesal, pasalnya suara Laras tepat mengenai gendang telinganya.

[Hehe, sorry Beb!] ujar Laras sentegah terkikik geli dengan tingkahnya sendiri.

Rani menggerutu di sebrang sana.
[Tumben lu nelpon gue,] balas Rani heran, biasanya Rani lah yang duluan menghubungi Laras.

[Lu kok sensian! Lagi dapat lu?] ejek Laras dengan tidak tahu malu.

[Jangan buat gue mengumpatnya Ras! Lu nelpon gue pasti ada maunya, 'kan?] tanya Rani tidak mau berbasa-basi basi basi lagi.

[Gue bete bangat ni!] Keluh Laras sambil kembali membaringkan tubuhnya.

[Lu nelpon gue cuma mau bilang itu ke gue?] tanya Rani tidak habis pikir dengan sahabatnya ini.

[Woles dong! Gue mau ajak lu nonton, mau nggak?] tanya Laras.

[Nggak ah malas!] tolak Rani tanpa basa-basi.
'Ini sakit sekali everybody.' batin Laras sakit
menerima tolakan sahabat durhakanya.

[Yaudah! Gue aja yang lain aja, mubajir tiketnya mana film terbaru lagi!] keluh Laras memanas-manas kan.

[ Apa! tiket terbaru itu?!] ujar Rani heboh di sebrang sana.

'CK, dasar teman nggak ada adab.'

[Iya! Yaudah gue mau nelpon Nisa anak ekonomi aja, kemarin gue dapat nomornya. Barang kali dia mau nonton barang gue! Dah ya bye.]

[Ras! Ras! Gue mau kok! Yuk berangkat,] ujar Rani cepat, bayangkan itu tiket yang dia impikan sedari Minggu yang lalu, malah Laras mau ajak orang lain kan nggak bangat sahabatnya itu.

[Tadi bilangnya nggak mau,] ucap Laras mempermainkan Rani.

[Sekarang mau kok Ras!]

[Oke, gue tunggu lu di tempat biasa. Awas sampai telat gue tinggal!] Ancam Laras kemudian mematikan sambungan tanpa membiarkan Rani untuk menjawab.

"Kebiasaan ni si Laras!" ujar Rani kesal disebrang sana.

Mereka menyiapkan semua keperluan untuk menonton, penampilan mereka harus yang terwow pokonya titik.

Laras memasuki kamar mandi, melakukan ritual mandi rutin. Beberapa menit akhirnya Laras keluar dengan pakaian lengkap, baju warna putih campur coklat dan celana bahan berkantong.

Penampilan Laras sudah persisi seperti anak remaja umumnya. Laras menyisir rambutnya, mengikat panjang. Lalu mengambil kacamata yang di letakan di atas kepala.

Hari ini Laras akan menjadi remaja sesungguhnya, bahkan sepatunya pun berwarna putih cocok dengan bajunya.

***

Sekarang mereka sudah ada di dalam bioskop, mereka memilih tempat duduk tengah. Agar tidak terhalang penonton lainnya.
Rani memegang popcorn di tangannya, sedangkan Laras memegang dua minuman untuk dirinya dan Rani.

Flm dimulai, suasana yang tadi riuh sekarang sudah menjadi tenaga. Pandangan mereka berdua tertuju kedepan, sedangkan tangan menyuapkan popcorn kedalam mulut masing-masing.

Beberapa jam akhirnya tibalah di konflik film, mereka tengang saat menatap seorang laki-laki yang pasti sedang berdiri di atas truk. Dan ....

"Akkkhh!" teriak semua orang saat melihat laki-laki bernama Jeon Jung-kook terjun dari atas truk ke truk yang lainnya.

Dibelakang Jeon Jung-kook ada Jimin yang di kejar-kejar laki-laki berpakaian hitam. Tampaknya mereka sedang memperagakan aksi membunuh.

"Akhh! Bang Jimin lari lu lelet bangat, astaga-astaga Jimin! Awas dibelakang lu Bang!" ujar Rani heboh sendirian.

Laras memandang sahabatnya itu heran, dirinya sih sebenarnya tidak tertarik dengan film aksi-aksi begituan, dia lebih suka film yang romantis.

Apa juga yang didapat menonton aksi bunuh-bunuhan itu, entah mengapa Rani temanya ini sangat suka film yang pemainnya anggota tampan itu.

Laras lebih suka film-film barat, apalagi adekannya. Tidak perlukan Laras untuk menjelaskan semuanya, pastilah kalian tahu apa yang dimaksud dirinya.

"Bangkek! Abg gue itu woy, jangan main pukul sembarangan. Gue kebiri lu nanti," cerocos Rani, setia dengan film kesukaannya.

Sekarang adekan menampilkan Jimin yang sedang di gebukin masa oleh orang yang tadi mengejarnya.

Laras menatap hampa layar besar tersebut, dan tanpa dia sadari matanya menatap seseorang duduk paling depan.

Seorang laki-laki dan perempuan, Laras Mengenal laki-laki tersebut. Namun Laras tidak mau berpikir buruk dulu, barang kali cuma mirip suaminya Reno. Untuk apa pula suaminya berada di tempat beginian, bukan Reno bangat.

Iya, itu Reno suaminya.

Deg!

Jantung Laras berdetak tidak karuan, saat laki-laki itu memalingkan wajahnya kesamping. Tepatnya ke arah wanita yang duduk di sampingnya.

Bersambung..

Suamiku Dosen KillerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang