[68] Bencana

421 6 0
                                    

Alvin mulai memeriksa keadaan Reno, beberapa menit keningnya mengkerut pasalnya dia tidak menemukan penyakit di tubuh laki-laki itu, Alvin menyimpan kembali Elektrokardiogram (EKG) ya kedalam tas kerjanya.

Alvin berpindah pada Laras yang setia menatap suaminya cemas, menarik napas sebentar baru berucap pada Laras.

"Kamu nggak usah kuatir, Reno hanya butuh istirahat sebentar aja Dek, nanti kembali seperti biasa kok," jelas Alvin pada Laras seperti seorang Kakak pada adiknya.

"Tapi beberapa hari ini A'a Reno muntah-muntah, Kak, Laras takut A'a Reno menderita penyakit berbahaya, hiks ... Laras belum siap jadi janda kembang, huaaaaa!"

"Dia salah makan?

Laras mengeleng pertanda tidak, jangankan makan sembarangan makanan di rumah saja Laras pilih-pilih agar suaminya ini tak terserang penyakit.

Alvin jadi bingung, tiba-tiba pandangannya tertuju pada Laras, detik berikutnya Alvin mengut-mangur mengiyakan apa yang dia pikirkan.

"Coba kamu baring, biar Kakak periksa," suruh Alvin mendorong Laras agar segera melakukan perintahnya.

Tak menolak, Laras tetap mengikuti perkataan Alvin, berbaring di samping Reno yang tidak sadarkan dirinya. Setelah berbaring Laras memandang Alvin yang sudah memutar menuju samping ranjang sebelahnya.

"Mau gapain?" bingung Laras saat tangannya dipegang Alvin.

Alvin tak menjawab dia fokus memeriksa denyut nadi Laras, dan memeriksa di bagian lain untuk menyakinkan dirinya. Setelah merasa yakin Alvin menurunkan tangannya di area leher Laras.

Setelah diperiksa Laras bangun, menyadarkan tubuhnya pada sandaran ranjang, menatap Alvin penasaran atas dirinya sendiri. Apakah dia mengalami penyakit? Sampai-sampai harus Alvin periksa segalah? Jangan dulu deh, Laras belum siap harus jauh-jauh dari Reno.

"Kakak nggak bisa memastikannya, ya, sebaiknya kamu langsung periksa pada ahlinya," saran Alvin, membuat alis Laras terangkat, harap-harap menunggu Alvin melanjutkan ucapannya.

"Kamu hamil, tapi untuk meyakinkan langsung periksa ke Dokter kandungan biar jelas," jelas Alvin.

"Apa?! Ha–hamil?" sok Laras sambil memegangi mulutnya.

Dia beranjak dari tempat tidur, berjalan tergesa-gesa ke depan Alvin yang sudah menduduki dirinya di sofa yang entah sejak kapan ada di dalam kamarnya, mungkin itu perbuatan Reno.

"Kakak nggak bercanda, 'kan? Laras benaran hamil? Ada bayinya dalam perut Laras?" tanya Laras bertubi-tubi, sambil memegangi perutnya.

Alvin mengangguk. "Iya, kalau kamu nggak percaya silakan periksa ke Dokter kandun ...."

"Laras percaya, seratus persen percaya sama Kakak!" bilang Laras memotong ucapan Alvin.

Laras berdiri tiba-tiba, lalu berjingrak-jingkrak kesenangan, melupakan dirinya yang sedang hamil dan bisa membahayakan kandungannya.

"Udah duduk, kalau benar kamu lagi hamil hal yang kamu lakuin itu berbahaya ... sebelum semuanya jelas jangan melakukan hal yang membuat dirimu celaka," nasehatnya setelah menarik tangan Laras untuk duduk.

"Siap, Bos!" ucapnya dengan disertai hormat pada Alvin.

Laras menubruk tubuh besar Alvin, yang hampir membuat cowok itu terhuyung ke belakang, untung saja di belakang ada penyangga sehingga tak jadi jatuh. Alvin memegang pinggang Laras, sedangkan Laras masih memeluk Alvin kesenangan.

Dia tidak kecewa, dia tidak meyesal dengan hamil ini kebebasan pasti akan terenggut, malahan dia bersyukur dengan hamil ini hubungannya dengan Reno semakin erat, rumah mereka akan dihiasi tangisan dan celotekan dari bayi kecilnya nanti.

"Laras senang bangat, Kak, akhirnya yang Laras tunggu-tunggu datang juga, dengan adanya bayi ini Laras dan A'a Reno tak akan bisa dipisahkan," bilangnya dengan wajah yang cerah.

'Haduh, Laras-laras! Nggak ada bayi pun kalian bakal tetap lengket,' batin Alvin tak habis pikir.

Ya mau bagaimana lagi? Selingkuhan? Jangankan selingkuh, mendapatkan chat dari wanita lain saja Laras akan mengamuk pada Reno. Tapi tak tahu juga ke depannya, kerena masa depan tak ada yang tahu. Doakan saja semuanya akan indah sampai akhir.

"Apa yang kalian lakukan?"

Tiba-tiba saja Reno sudah membuka matanya, laki-laki itu tampak marah melihat sang istri berada di dalam pelukan laki-laki lain, meskipun Alvin susah dianggap Kakak dan sudah memiliki seorang istri, tetap saja Alvin itu laki-laki.

Reno mendirikan tubuhnya dengan paksa, berjalan ke arah Laras dan Alvin, Alvin dan Laras yang melihat itu masih belum melepaskan pelukan. Mereka malah menatap Reno seperti orang bodoh sekarang.

Syert!

Reno menarik paksa Laras dalam pelukan Alvin, menatap Alvin dengan kecemburuan.

"Re ...!"

"Sebaiknya Kakak pergi, ada di sini hanya akan menambah kemarahan ku!" ujarnya jujur.

"Oke, gue pergi!" Alvin mengambil tasnya, lalu keluar dari kamar Reno dan Laras.

Setelah Alvin tak terlihat lagi, terjadilah aksi diam antara mereka berdua, di mana Laras malah menatap Reno gembira sedangkan yang ditatap berusaha mengembalikan kesadaran supaya tak berbicara kasar pada Laras.

"A'a, aku ada berita baha—"

"Senang bangat ya dipeluk-peluk laki-laki yang bukan suami mu," ucap Reno kecewa.

"A'a! It–itu bukan seperti yang A'a bayangkan, itu hanya sekedar pelukan keren Laras merasa sangat bahagia ... A'a tahu akhirnya ki—"

"Jadi begitu? Saya pikir saya bisa mengendalikan kamu ternyata kamu Laras diluar perediksi saya ...," ujar Reno merasa tersakiti.

Kepala yang tadi sakit dan perlahan menghilang rasa sakitnya, sekarang malah bertambah sakit ketika dia sadar, seharunya dia tak sadarkan diri tadi sehingga hal itu tak akan dia lihat, tapi dia bersyukur juga tersadar kerena tahu apa yang terjadi.

Reno tanpa sepatah kata pun meninggalkan Laras, berjalan cepat keluar yang diikuti Laras dari belakang.

"A'a, mau ke mana?" Sesampainya di bawah tanpa menjawab Reno langsung menuju mobilnya.

Tak membiarkan Laras masuk, Reno terlebih dahulu menutup pintu dan menguncinya, tak menghiraukan Laras yang mengetuk dan memukul kaca mobil. Dengan perasaan kalut dia menjalankan mobil.

"A'a!" teriak Laras mengejar Reno, namun sia-sia saja mobil laki-laki itu begitu kencang. Laras menangis di jalan depan rumahnya.

Sedangkan di dalam mobil Reno tak habis pikir dengan dirinya, bagaimana bisa dia bisa secemburu ini padahal kecil. Mengingat bagaimana Laras memeluk Alvin membuat Reno memukul setir mobil.

Beberapa jam mengemudi tak tentu arah akhirnya mobil Reno berhenti di sebuah club' malam, terlihat ramai kerena memang malam setan-setan pada berdatangan ke tempat ini. Dengan pikiran kacau Reno memasuki club tersebut.

Reno menduduki dirinya di kursi bar, memesan beberapa minuman. Setelah pesanannya datang Reno langsung menuangkan dalam gelas dan lanjut meminumnya. Beberapa tegukan masih membuat Reno mengigat kejadian tadi, Reno kembali mengisi gelasnya sampai penuh dan kembali meminumnya.

Sudah beberapa gelas yang dia habiskan, dan Reno sekarang sudah dalam kondisi mabuk dengan memukul kepalanya.

"Sialan! Kenapa bayang itu tak mau hilang dari otak ku?!"

Reno meletakan kepalanya di meja bar, tanpa disadari olehnya ada seorang wanita yang sedari tadi memperhatikan Reno, wanita itu mulai mendekat, lalu duduk di samping Reno, mengusap wajah Reno yang menghadap padanya.

"Apa yang membuatmu begini, Ren?" ucap wanita itu sambil mengamati setiap inci wajah Reno.

"Tenang, aku akan membuat suasana hatimu kembali membaik. Aku akan menjadi obat untukmu."

Bersambung..

Suamiku Dosen KillerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang