[43] Sakit

654 9 0
                                    

Sudah hampir seminggu lebih Reno tak tampaknya diri, sejak hari itu laki-laki itu hilang tanpa kabar, bahkan jejaknya pun sedikitpun tidak terlihat. Reno hilang bak ditelan bumi, Laras sudah berusaha mencari ke rumah teman maupun kerabat jauh Reno, tetap saja jawaban sama yaitu tidak mengetahui keberadaan dari sang suami.

Sekarang Laras termenung di depan jendela kamarnya, sambil memegang foto pernikahan mereka. Matanya menatap jauh ke sana, lebih tepatnya pada gedung yang menjulang tinggi, lagi-lagi Laras berusaha menghubungi nomor Reno dan ponsel Reno masih tetap mati. Mendekap pigura yang sedang ia pegang dengan perasaan campur aduk. Sedih, kecewa, marah!

Alvin sudah menceritakan semuanya, kejutan yang suaminya beri benar-benar membuat Laras hampir gila, lihat saja tubuhnya saja sudah seperti tidak terurus dengan kantong mata yang sangat ketara. Menangis? Tentu, apa lagi yang dilakukan oleh seorang istri ketika sang suami hilang tanpa kabar.

Bahkan Reno pun tidak berniat menghubunginya atau orang tuanya, Laras takut sesuatu yang buruk terjadi pada suaminya. Memikirkan Reno apa sudah makan, apa sudah mandi, biasanya jam segini laki-laki itu masih bergelung dalam selimut. Tapi, tadi saat dirinya bangun Laras tak menemukan sosok itu di sampingnya.

Rindu? Apakah Reno juga merasakan hal yang sama dengannya?

"A'a! Kamu di mana? Laras Rindu, tolong kembali," lirihnya sambil mengusap ingus yang keluar setitik demi setitik.

"Bahkan polisipun nggak bisa nemuin kamu, A'a! Laras mohon kembali hiks ... Laras janji akan jadi istri yang baik buat A'a, Laras janji nggak bakal nolak lagi kalau A'a minta jatah," tambahnya lagi semakin dramatis.

Polisipun tidak bisa menemukan laki-laki itu, sekarang hanya pada Tuhanlah Laras berharap. Berharap membawa kembali cintanya dalam kondisi baik-baik saja, Tuhan tolong!

Tanpa sadar Larasati berdiri di ambang pintu kamar Laras dan Reno, menatap iba sang anak. Semenjak kehilangan Reno Laras sangat susah disuruh makan, bahkan sehari saja cuma sekali itupun cuma memakan makanan ringan.

Larasati berjalan mendekati putrinya, sambil membawa nampan yang berisi makanan untuk Laras. Setelah meletakan makanan itu di atas meja kecil dekat ranjang Laras, Larasati mendekat. Diusapnya surai hitam kelam rambut sang putri.

"Makanan dulu yuk, Sayang," ucap Larasati mencoba untuk membujuk Laras.

Larasati sungguh merasa teriris melihat keadaan putrinya sekarang, hati ibu mana yang tidak akan merasa sakit melihat badan putrinya yang dulu berisi sekarang tampak agak kurus kerempeng.

"Yaudah minum susu aja kalau kamu benar-benar nggak mau makan," tawar Larasati kembali membujuk sang anak.

"Apa kalau Laras memakan semua makanan itu A'a Reno bakal pulang, Ma?" tanya Laras, namun matanya masih menatap jauh menerawang.

Deng!

Rasanya Larasati tidak sanggup lagi melihat putrinya begini, kalau saja Larasati mempunyai kekuatan dia akan menyulap Reno akan muncul di hadapan sang anak. Namun, itu hanya ada dalam dunia dongeng belaka.

"Kata Kak Alvin, A'a Reno mau kasih Laras kejutan. Kalau tahu begini, Laras lebih memilih tidak usah diberi kejutan, cukup A'a Reno di samping Laras sudah cukup buat Laras ...."

Larasati tidak bisa lagi mendengar, dia berlari keluar dari kamar dengan tangis yang sudah pecah.

Brung!

Kerena berlari tak melihat jalan Larasati menabrak suaminya, hal itu membuat sang suami cemas apalagi melihat kondisi istrinya yang sedang menangis menambah kecemasannya.

"Kamu kenapa? Kok nangis?" tanyanya memegang tangan Larasati yang sedang menutup mulut.

Larasati mengeleng-gelengkan, sambil menahan tangisannya. "Mama nggak sanggup lagi, Pa, Mama benar-benar nggak bisa lihat Laras begitu .... apa salah putri kita sampai-sampai Tuhan menghukumnya," katanya sambil terisak-isak.

Laki-laki yang berstatus suaminya Larasati itu melihat ke dalam kamar Laras, kerena posisi mereka tepat di depan pintu kamar putri mereka. Papa Laras memegang pundak sang istri berusaha menenangkan.

"Udah Ma, jangan nangis lagi. Seharusnya Mama beri dukungan buat Laras, kalau Mama ikutan sedih Laras akan semakin sedih," nasehat sang suami.

"Tapi, Pa ...."

"Ma! Mama mau kan Laras kembali ceria lagi kayak dulu, jadi Mama harus terlebih dahulu kuat buat kasih Laras semangat. Ayuk, Ma, Papa tahu Mama wanita yang kuat. Kita sama-sama bujuk Laras," bilang sang suami menguatkan Larasati.

"Iya, Pa!"

Brak!

Keduanya kaget, langsung menoleh ke dalam dan melihat Laras yang sudah jatuh pingsang. Larasati dan sang suami berlari menolong Laras. Sesampainya di dekat Laras Papa Laras mengangkat Laras, menidurkan ke ranjang.

"Badan Laras panas, Pa!" pekik Larasati, membuat suasana semakin kacang.

"Tenang, Ma, jangan panik. Sekarang coba Mama ambil kompres di dapur!" perintah sang suami yang langsung Larasati laksanakan.

Dengan sedikit tergesa-gesa Larasati berlari, sesampai di dapur Larasati mengambil es batu dan semangkuk air berserta secarik kain. Setelah semuanya diambil Larasati kembali ke kamar putrinya.

Sedangkan di kamar Papa Laras terus menggenggam tangan sang putri berharap bisa memberi kekuatan pada putrinya itu.

"A'a Reno!" racau Laras dengan kepal yang mengeleng-geleng.

"Sayang, putri Papa ...." Papa Laras semakin menguatkan genggamannya.

"A'a!" Lagi, dan lagi Laras kembali meracau.

"Jangan ... Laras di sini, A'a punya Laras!" Kembali meracau sedikit panjang.

Papa Laras bingung atas apa yang putrinya katakan, tapi terlihat dari raut wajahnya dan pergerakan satu tangannya yang lain yang seperti mengapi-gapai. Papa Laras menangkap tangan itu, menurunkannya lalu memasukkan ke dalam selimut.

"A'a, Laras di sini ...."

"Sayang kamu mau gomong apa? Ayok gomong biar Papa dengarin." Kerena tak tahan lagi mendengar racauan Laras akhirnya Papa Laras berinisiatif untuk bertanya.

Tidak ada jawaban, gadis itu sudah tak meracau lagi. Namun, masih mengeleng-gelengkan kepalanya ke kiri dan kanan.

Tak lama Larasati datang dengan mangkok yang berisi kompres, Larasati menduduki dirinya di samping Laras. Lalu meletakan kain kecil yang sudah dia celup kan ke dalam air yang berisi es, tentu sudah dia remas sampai kering sebelum meletakan pada kening Laras.

Larasati terus melakukan itu bahkan dia juga mengelap tangan sang putri, setelah beberapa jam dan Laras sudah tertidur Larasati dan suaminya beranjak dari kamar Laras. Sebelum menutup pintu kamar mereka memastikan kalau Laras dalam keadaan nyaman, setelah itu pintu ditutup oleh Larasati.

"Pa, coba minta Alvin buat cari Reno. Barang kali kalau dia yang cari Reno akan ditemukan!" perintah Larasati pada sang suami.

"Iya, Ma, nanti Papa akan hubungi Alvin. Sekarang Mama juga istirahat, Papa tahu Mama pasti capek jagain Laras berapa Minggu ini," ujar sang suami penuh perhatian.

Larasati menatap sang suami. "Itu sudah tugas Mama, Pa!" balasannya dengan sedikit senyum paksa.

Hal itu membuat sang suami ngemas, dengan santai ia mengacak-acak rambut yang sudah Larasati tata rapi sampai membuat rambutnya tidak berbentuk lagi.

"Pa!" peringat Larasati memberi tatapan matanya, yang hanya disenyumi oleh sang suami.

Bersambung..

Suamiku Dosen KillerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang