[76] Hujan, Petir, Halilintar

754 16 0
                                    

"Ras, ini maksudnya apa?" Rani memberanikan diri untuk bertanya.

Laras melepas tangan Reno di pundaknya, lalu berbalik berhadapan dengan sang sahabat, bagaimana sekarang Laras menjelaskan? Tadi keberuntungan berpihak padanya, sekarang malah menyadarkan Laras bawah tak selamanya pernikahan mereka dapat disembunyikan.

Mungkin ini sudah waktunya!

Laras melangkah mendekati Rani, "Gue bisa jelasin, tapi nggak sekarang! Gue mohon lu jangan bilang siapa-siapa dulu soal ini," minta Laras pada Rani, berharap sahabatnya ini mengerti kepadanya sekarang.

"Tentu, lu hutang banyak penjelasan sama gue." Rani melirik Pak Reno di belakang Laras. "Lu nggak perlu kuatir, gue percaya sama lu," katanya.

Laras bernapas lega, dia pikir Rani akan marah-marah padanya, atau menunjukkan reaksi tak suka, ternyata malah sebaiknya. Memang sahabat yang baik.

"Lu selesain urusan lu terlebih dahulu sama Pak Reno, gue pamit," ucap Rani sembari menepuk pundak Laras.

Tak lupa pula dia juga berpamitan dengan Reno, setelah itu Rani benar-benar meninggalkan mereka berdua, berharap Laras bisa menyelesaikan masalahnya dan punya waktu untuk menjelaskan pada Rani nantinya.

Cukup lama terdiam, sambil masih menatap kepergian Rani yang sudah tak nampak lagi, Laras beralih pada Reno, tak mengatakan apapun. Reno juga diam seribu bahasa, pada akhirnya Laras memilih pergi saja.

"Ya—"

Percuma, Laras sudah jauh melangkah. Reno melangkah cepat menyusul Laras, sesampainya di parkiran Reno memaksa wanita itu untuk masuk meski awalnya menerima penolakan, dan pad akhirnya Reno bisa juga membawa Laras masuk ke dalam mobil dengan alasan keselamatan bayi mereka.

Selama perjalanan tidak ada pembicaraan antara mereka, mereka sibuk dengan pikiran masing-masing. Setelah ini pasti tak bakal sama lagi, apalagi Rani sudah tahu hubungan dirinya dan Reno.

Sedangkan Reno malah curi-curi pandang lewat spion mobil, 30 menit sampailah mereka di rumah. Tanpa menunggu Laras masuk terlebih dahulu, diikuti Reno.

Sesampai di kamar, mereka pun tak ada yang saling menyapa atau memulai percakapan.

Hari berganti malam, hujan di luar membuat keduanya egan untuk keluar dari kamar, mereka sudah berbaring di ranjang dengan punggung yang berhadapan.

'Kenapa jadi begini sih?' batin Reno merutuki suasana canggung ini.

Reno membalikan tubuhnya menghadap Laras, tangannya terangkat hendak memegang belakang tubuh Laras, namun tak jadi. Reno kembali menurunkan tangannya.

Laras yang sebenarnya belum tidur, menyentuh perutnya, dia ingin di peluk, akan tetapi gengsi untuk bilang pada Reno, jadilah dia memeluk perutnya sendiri, berharap bisa memberi kehangatan pada baby di dalam sana, hanya dengan telapak tangannya saja.

'Pengen dipeluk,' sedih Laras, hampir saja menangis.

Dyerrrrrr!

Petir nan kiat menyambar, Laras mengangkat selimut yang sebatas bahu sampai ujung kepala, sedangkan Reno terlihat biasa saja. Dia malah menguaturkan Laras.

'Peluk nggak ya?' Reno masih tak berani menganggu sang istri, takut-takut Laras nantinya marah.

Dyeerrr!

Petir lagi-lagi menyambar, membuat Laras memegang selimut erat-erat, detik berikutnya disusul dengan lampu yang mati, untung saja ada lampu kecil yang menyala redup.

Laras menghapus ingus yang entah kapan mengalir, masih posisi yang sama, bersembunyi di balik selimut.

Reno membalik badannya, tampaknya Laras tak membutuhkan dirinya, Reno menjadikan tangannya sendiri sebagai bantalan. Setelah itu mencoba untuk menutup mata.

Dyerrrrrr .... pyarrrrr!

"Akkhh ...." Kali ini petir bercampur kilat yang membahana.

Reno langsung membalik tubuhnya, kemudian membalik Laras agar berhadapan dengan dirinya, tak memeluk Laras.

Bisa Reno lihat ketakutan istrinya itu, hidung yang berair dan mata yang memerah hendak menangis, tangan Reno terangkat menghapus air mata Laras, berusaha menenangkan sang istri yang sedang ketakutan.

"Shutt ... nggak usah takut, ada A'a di sini yang jagain kamu, Yang!" bisik Reno kemudian menarik Laras dalam pelukannya.

Laras menempatkan wajahnya di dada bidang sang suami, sembari tangan memeluk juga tubuh kekar tersebut, merasa kehangatan dari tubuh Reno, membuat Laras tenang, ditambah dengan usapan di kepalanya yang semakin membuat Laras tak takut lagi.

"Jangan tinggalin, aku! Laras takut," cicitnya sekecil mungkin.

Reno masih dapat mendengar, dia masih setia mengelus sayang kepala sang istri, berusaha membuat Laras merasa nyaman.

"A'a nggak bakal pergi ke mana-mana, kamu tidur saja lagi!" suruh Reno.

Laras mematuhinya, menutup mata rapat-rapat sembari menghirup aroma tubuh Reno yang maskulin. Detik berikutnya Laras sudah berada di alam mimpi, sedangkan Reno masih setia terjaga, lengannya sudah jadi tumpuan kepala Laras.

"Tidur yang nyenyak, sayangku," bisik Reno pada Laras yang tertidur.

Setelah itu Reno juga ikutan tidur sembari meletakan tangannya yang tadi mengelus rambut Laras ke pinggang sang istri.

Hujan masih berlanjut, namun petir tak muncul lagi, hanya kilat-kilanya saja yang sesekali memunculkan diri. Burung hantu pun ikutan berbunyi, serta jangkrik-jangkring mulai terdengar sana sini.

Malam yang seram itu telah berganti menjadi malam yang indah bagi kedua sejoli itu, tidur berpelukan di atas ranjang disaksikan hujan serta gelapnya malam. Nikmat mana lagi yang kau dusta kan.

Habis malam, terbitlah terang. Ayam-ayam jantan mulai berkokok sebagai pertanda hari akan segera pagi, alarm alami yang mampu membangunkan beberapa orang, kecuali dua insan yang masih berpelukan ini, masih setia menutup matanya.

Jam sudah menunjukkan pukul 06:00 wib, Laras pun sudah terbangun dan sekarang sedang masak di dapur. Lain halnya dengan Reno yang masih setia bergulung dengan guling ya.

Namun, silau cahaya dari luar yang mulai kencang membuat Reno terganggu, entah siapa yang membuka jendela sampai-sampai membuat cahaya itu menerpa wajah.

"Siapa nih yang buka jendela, nggak tahu orang lagi tidur apa," gerutu Reno sembari menarik selimut sampai kepalanya.

Saat akan kembali memeluk sang istri, yang Reno rasakan berbeda, membuatnya membuka mata, dan tak menemukan Laras lagi di samping. Reno jadi panik, perasaan Laras tidur di sampingnya, sekarang ke mana wanita itu perginya?

Reno cepat-cepat turun dari ranjang, berjalan ke sana ke sini di dalam kamar, mencari keberadaan Laras.

"Yang!" panggil Reno, yang tak mendapatkan jawaban.

Reno sudah memeriksa kamar mandi, Laras tak ada di sana, Reno sudah memeriksa balkon tak ada juga, bahkan Reno juga memeriksa kolong tempat tidurnya, Laras tak juga ditemukan.

Reno jadi ingat sesuatu, jangan-jangan Mama mertuanya ke sini jemput Laras, kerena sekarang giliran wanita itu yang membawa Laras, tapi tak mungkin. Laras kan harus ke kampus, kalau mau menjemput biasanya agak sore.

"Ais! Awas saja kalau benar Laras di bawah lagi, bakal ku bawah pergi jauh Laras!" kesalnya sembari melangkah keluar dari dalam kamar.

Bersambung...

Suamiku Dosen KillerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang