Clek!
Tampak Reno berdiri dengan tangan yang bertumpu pada tembok, kemudian berbalik menghadap Laras. Laras berusaha bersikap setenang mungkin meskipun di dalam hatinya sudah gugup tak terhingga.
Reno memajukan tubuhnya membuat Laras mundur teratur, setiap kali Reno memajukan tubuhnya Laras begitu pula mundur sesuai dengan langkah yang Reno ambil. Tampak laki-laki memandang Laras dari atas sampai bawah, kemudian berhenti di bibir pink Laras.
"Senang dicolek sama laki-laki lain ya, kamu!" sinder Reno.
Namun, tangannya terangkat menuju bibir pink tersebut. Dengan tanpa apa-apa jempol Reno mengelus bibir Laras penuh minat. Hal itu malah membuat Laras jadi takut, dengan cepat dia menurunkan tangan Reno di bibirnya.
"Udah dipegang di bagian mana aja tadi? Berani sekali tuh laki-laki sentuh kamu, dan kamu hanya diam saja saat disentuh," ucapnya tambah marah.
"Bicara apaan sih? Sana pergi, urus saja pelakor menor mu itu," usir Laras dengan mendorong tubuh besar Reno.
Hap!
Reno menangkap tangan Laras yang berada di dadanya, megang tangan itu erat. Tiba-tiba sorot matanya menjadi tegas, jujur saja dia tak ingin berbagi. Wanita miliknya, hanya dia yang boleh sentuh.
"Saya ikutin kemauan dan perkataan kamu selama ini, jadi cobalah jadi istri yang nggak keganjean," peringat Reno dengan suara sudah mulai tak bisa dia kontrol.
Bulu kuduk Laras sudah berdiri pertanda takut pada Reno, tiba-tiba saja ponsel di tangannya berbunyi. Membuat yang tadinya mencengkeram perlahan teralihkan, sekarang mereka berdua fokus pada ponsel yang Laras genggam.
Di sana bisa terlihat siapa yang menelepon, ternyata itu Azka. Kerena tak mendapat balasan membuat Azka harus menelepon untuk memastikan kalau keadaan Laras sekarang baik-baik saja.
Nomor Azka belum Laras beri nama, kerena sibuk berbalasan dia lupa memberi nama pada kontak tuh laki-laki, dengan tiba-tiba Reno menekan ikon hijau yang langsung menyambungkan pada ponsel Laras.
"Lepas!" Laras berusaha menarik tangannya, namun genggaman Reno terlalu kuat di pergelangan tangannya.
"Saya akan melepaskan genggaman ini jika kau bilang padanya, bahwa kau sudah memiliki suami. Dan, suruh dia jangan menganggu kamu lagi!" ancam Reno semakin memperkuat genggamannya pada pergelangan tangan Laras.
Laras menggelengkan kepalanya, ternyata dulu dia salah memuji-muji Reno. Kerena ternyata Reno tak ada bedanya dengan laki-laki bangsat di luaran sana. Hanya saja tertutup dengan ke-wibawaanya.
Bung!
Dengan tiba-tiba Laras menendang selangkangan Reno membuat pegangan Reno pada pergelangan tangannya terlepas, dengan cepat kilat dia keluar dari dalam kamar itu sambil menelpon siapa saja yang bisa membantunya sekarang.
Laras lupa bahwasanya sambungan telepon Azka masih terhubung, dan sialnya kerena panik dia malah mematikan sambungan tersebut. Sedangkan di belakang Reno sudah berteriak seperti orang gila memanggil namanya.
Laras masuk ikon kontak mencari nomor siapa saja yang bisa dia telponan, dan pilihannya jatuh ke nomor sang Papa. Laras langsung menelpon, dan nasib baik berpihak padanya kerena telpon tersebut langsung diangkat oleh sang Papa.
[Papa tolong, Laras!] teriaknya, masih berusaha melarikan diri dari Reno.
Saat akan membuka pintu rumah ternyata pintu tersebut terkunci, Laras mengacak-acak pot bunga yang ada di dekat pintu. Biasanya mereka letakan kunci tersebut di sana, sekarang gak Laras temukan di sana.
[Saya kamu kenapa? Kamu baik-baik saja kan?] tanya sang Papa yang berada di sebrang sana.
[Pa, tolong Laras dari A'a ....] Belum selesai dia berucap tangan besar telah mengambil ponselnya.
[Balikin!]
Laras berusaha merebut ponsel yang ada di tangan Reno, kerena Laras pendek jadilah dia yang hanya meloncat-loncat untuk merai ponselnya, terlihat lucu menurut Reno. Ternyata ada untungnya tinggi, itulah isi pikiran Reno.
Aksi tersebut terjadi cukup lama, Reno belum juga mau memberi ponselnya pada Laras. Sedangkan ponsel tersebut masih tersambung, dan Papa Laras yang terus bertanya. Akhirnya, Reno mematikan panggilan tersebut.
"Nih," ucap Reno sembari menyodorkan ponsel pada Laras yang langsung Laras ambil dari tangan Reno dengan tarikan kasar.
"Besok-besok jadi istri yang nurut, jangan keras kepala!" nasehat Reno sambil mengajak pelan rambut Laras.
Setelah itu Reno melangkah naik ke atas, sedang Laras menatap punggung Reno dengan aura permusuhan yang kuat, dia akan membalas dendam. Laras kembali ke kamarnya, tak lupa dia akan menceritakan kejadian ini semua pada sang Papa.
Di dalam kamar!
[Berani-berani Reno ngancam kamu, sekarang Papa akan bawah kamu pulang. Kamu tunggu Papa!]
[Jangan, Pa, Laras baik-baik saja,] tolak Laras cepat-cepat.
[Apa lagi yang kamu harapkan dari laki-laki tak bertanggung jawab begitu?!] Tampak sang Papa mulai marah, Laras pun tidak tahu kenapa dia masih mau bertahan.
[Biarkan Laras bertahan sebentar lagi, Pa, kalau Laras sudah capek, Laras bakal telpon Papa langsung buat jemput Laras!] ucapnya dengan suara seperti cicitan.
[Dasar keras kepala! Cepat telpon Papa kalau kamu nggak sanggup lagi, Papa akan langsung jemput kamu. Kecuali kalau Reno udah main tangan sama kamu mau tidak mau kamu harus ikut Papa!]
[Baik, Pa!] Laras langsung menyetujui kesepakatan antara dirinya dan sang Papa, setelahnya Laras membahas yang lain tentu saja tidak berhubungan dengan Reno lagi.
30 menit lebih, telponan tersebut akhirnya selesai. Setelah berpamitan Laras menutup ponselnya dan meletakan di samping bantal kepala.
'Tunggu bentar lagi ya, Pa!' batin Laras menghitung kotak-kotak atap kamarnya.
Laras masih tak habis pikir kejadian yang beberapa hari terakhir yang ia alami, ini seperti mimpi bagiannya. Mimpi buruk lebih tepatnya, Laras menutup mata secara perlahan.
Sedangkan di sebrang sana, ada Larasati dan sang suami yang masih melihat ponsel yang sudah padam tersebut. Larasati terisak mendengar aduan dari sang anak, dia tak berpikir hal buruk harus putrinya alami.
Dulu Larasati menikahkan Laras dengan Reno kerena berpikiran kalau Reno akan menjadi suami yang baik, dan itu benar. Beberapa tahun mereka masih terlihat baik-baik saja, tawa Laras tak kunjung lepas bermasa Reno, tapi mengapa semua fakta itu baru terbuka sekarang.
"Pa, Mama kasihan sama Laras," aduh Larasati pada sang suami.
Suami Larasati mengusap air mata yang terus saja jatuh dari pelupuk mata sang istri, dia menggenggam mesra tangan yang masih terlihat mudah itu, ya memang kerenan perawatannya cukup mahal sih.
"Mungkin ini karma, Ma, kita yang menjodohkan mereka sedangkan mereka tak saling cinta. Papa pikir dengan bersama cinta itu datang dengan sendirinya, ternyata Papa salah ... bahwa hati tak ada yang bisa dipaksa," bilangnya panjang lebar.
"Pa! Ayok bawah Laras pulang, Mama nggak sudih dia harus menanggung derita ini terlalu lama," ajak Larasati.
"Papa inginnya juga begitu, tapi Laras terlalu keras kepala. Dia masih ingin bertahan dengan pernikahannya yang hancur," balas sang suami yang masih bisa mengingat perkataan sang Laras.
"Sama kayak, Papa dulu waktu mudah!" kata Larasati.
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
Suamiku Dosen Killer
RomanceSinopsis Bagiamana dosen di kampusmu sendiri adalah suamimu? Dosen killer yang memegang mata pelajaran matematika itu adalah suamimu. Diusia yang menginjak angka 19 tahun seharusnya Laras harus menikmati masa mudanya. Namun, Lantas harus disibukkan...