[49] Siapa Dia?

891 17 0
                                    

Selepas keributan tadi sore, sekarang Laras hanya duduk termenung di depan meja belajar kecil di dalam kamarnya. Dia masih memikirkan ucapan Reno tadi sore, dia tak pernah berpikir kalau Reno tersisa hidup dengannya, tapi kenapa dia menerima perjodohan itu kalau tak suka?

Dia baru sadar kalau senyum, tawa yang Reno keluarkan hanya tawa palsu, ternyata ada beban yang Reno pukul selama ini. Tapi, kenapa mendengar kenyataan itu membuat dirinya merasa sakit, seharusnya dia juga bisa bersikap seperti Reno. Apakah Laras terlalu mudah akan cinta sampai-sampai mudah memberi hatinya pada laki-laki itu.

Bodoh!

Sekarang apa yang harus dia lakukan? Dia bingung, apakah dia harus menyerah? Tapi itu tak muda, lama hidup dengan Reno sulit baginya tanpa laki-laki itu.

"Kenapa semua jadi begini?" tanyanya pada diri sendiri.

"Apakah kesetiaan ku selama ini kurang cukup, A'a?" menoloknya lagi pada dirinya sendiri.

"Kenapa ini sakit sekali, hiks ...."

Akhirnya tangis yang sedari tadi dia tahan keluar juga, dadanya tiba-tiba merasa sesak. Penghianat yang dilakukan Reno sungguh membuat dirinya sangat sakit.

Dengan langkah pelan Laras keluar dari kamar, kerena memang semenjak kejadian tadi sore Laras hanya mengurung diri di dalam kamar, makan malam pun dia lewatkan. Sekarang dia keluar hendak memasak makanan, kerena sudah tahu tidak akan ada makanan saji yang bisa dia makan.

"Kamu nggak papa kan?" Saat akan menuju dapur tanpa sengaja dia menangkap suara seseorang dari ruang tengah.

Dengan keberanian Laras mengintip, dan menemukan Reno bersama pelakor ya, yang sedang mengobati laki-laki tersebut. Terlihat begitu mesra, memang yang mudah yang menarik.

"Cuma luka kecil aja," bilang Reno begitu lembut sekali pada wanita itu.

Laras yang tak ingin hatinya bertambah sakit, lebih memilih langsung ke dapur, berdiri terlalu lama di sana akan membuat kupingnya panas oleh suara-suara goib yang ada di rumah ini.

Dan, benar tak ada satupun yang bisa dia makan. Untung saja Laras melihat telur di pinggir pintu kulkas, dia mengambil satu buah. Lalu menyiapkan pengorekan, setelah semuanya siap Laras tinggal menunggu minyak yang dia masukan memanas.

Setelah minyak tersebut panas Laras, memecahkan terlur, dan memasukan ke dalam wajan dengan perlahan. Tidak butuh waktu lama akhirnya matang, Laras mengambil piring dan nasi, melegakan telur tersebut di atas nasi yang telah dia ambil.

Meskipun sederhana, namun ini makanan yang cukup enak. Kerena dulu Reno sering membuatnya, apalagi ditambah kecap tambah enak, kerena kecapnya tidak ada Laras makan seadanya aja.

"Enak ya, sudah bikin orang babak belur sekarang malah santai makan di sini, nggak tahu malu bangat kamu!" sindir Reno sambil membuka kulkas lalu mengeluarkan air putih, mengambil gelas di atas lemari kecil di atasnya.

Reno menungkan air tersebut ke dalam gelas yang dia ambil. Sedangkan Laras tetap saja makan tanpa terggangu akan perkataan Reno barusan, bahkan dia menganggap Reno itu tidak ada.

"Brownis yang ada di dalam kulkas itu punya Natalia, jangan coba-coba kamu makan!" peringat Reno, lalu berlalu sambil membawa gelas yang telah dia isi air.

"Cih, sapa juga yang mau makan bekas wanita busuk kayak dia," bilang Laras cukup kencang.

Tentu saja Reno mendengar, namun dia hanya acuh dan terus melangkah. Setelah Reno hilang, tiba-tiba saja napsu makan Laras menghilang. Dia membawa sisa makanannya untuk dibuang, lalu mencuci piringnya.

Setelah piring Laras cuci dia kembali, menuju kamarnya, saat melewati ruang tamu masih bisa dia lihat kemesraan Reno dengan sang pelakor.

"Hobi  kok ngerebut suami orang, hobi yo yang bermanfaat sedikit ngapa," ucapnya kencang sambil menyindir.

Kedua orang itu langsung melihat kepadanya, begitupun Laras melihat pada mereka, sebelum menutup pintu dia masih sempat memberi senyum, entah apa artinya lalu kemudian disusul dengan bantingan cukup keras, hal tersebut membuat Natalia dan Reno sedikit kaget.

"Dia kenapa, Mas?" tanya Natalia menatap suaminya, Reno.

"Gila mungkin," jawab Reno, sambil kembali memakan brownis.

Memang brownis ini makanan kesukaan Natalia, jadi harus ada setiap saat kalau tidak Reno yang akan repot. Karena Natalia akan merengek-rengek padanya.

***

Malam pun berganti pagi, Laras sudah terlebih dahulu bangun. Dia sedang duduk di sofa dengan ponsel di tangan, sedang berbalas pesan dengan Rani. Kadang dia akan tertawa sendiri, dan kadang dia akan kesal sendiri akan jawaban melantur dari Rani.

Tidak jauh dari mereka ada Reno dan Natalia yang tampak makan bersama, terlihat Natalia yang sangat memperhatikan Reno dengan mengambil makanan untuk laki-laki itu. Sedangkan Reno hanya menunggu sampai Natalia selesai mengambilkan semuanya.

Ting, tong!

Tiba-tiba bel rumah mereka berbunyi, Laras yang dekat di sana hanya melirik tanpa ingin beranjak untuk melihat siapa yang bertamu di pagi buta begini.

Ting, tong!

Lagi-lagi bel tersebut berbunyi, masih sama tidak ada yang ingin membukanya. Sampai akhirnya Reno buka suara.

"Apa kau tuli? Tak dengar ada yang bertamu?! Sana periksa!" perintah Reno dengan suara beratnya.

"CEPAT BUKA!" teriak Reno pada Laras yang mengabaikan perkataannya.

Laras malah celingak-celinguk, menatap kiri kanan kemudian baru lah menatap ke arah Reno.

"Nyuruh siapa? Aku atau pelakor yang ada di samping mu?!" tanyanya dengan raut yang dibuat-buat polos.

Terlihat Reno memegang sendok di tangannya begitu kuat, menahan marah pada Laras. Laras bisa melihat kalau laki-laki itu tidak suka dengan perkataannya.

"Oke, oke, kamu nggak mau kan pelakor kesayangan mu itu kelelahan, maklumlah udah tua ...," ucap Laras lalu membangunkan tubuhnya.

"Eh, iya, tuh sendok nggak bersalah! Jangan jadikan dia tempat pelampiasan kemarahan mu, kasihan sendok sekarang mahal," sambungnya kemudian melangkah santai tanpa  menghiraukan reaksi Reno dan Natalia.

Laras membuka pintu, lalu termenung lihat seorang laki-laki berdiri sambil membawa buket bunga di tangannya. Tanpa sadar dia menggaruk kepalanya yang tak gatal.

"Maaf, bisa bertemu dengan Laras," ucap orang itu sambil melihat ke dalam.

Ha? Laras bertambah bingung, perasaan dia tak kenal laki-laki di depannya ini. Kenapa laki-laki ini ingin bertemu dengannya?

Laki-laki itu mengeluarkan ponselnya, lalu terperanga kaget ternyata orang yang dia cari di hadapannya.

"Ternyata kamu, Laras," ucapnya sambil menunjuk Laras.

Laras mengangguk." Ya, saya Laras. Anda siapa ya? Apa kita kenal? Perasaan saya nggak kenal Anda deh," tanya Laras dengan pertannyaan bertubi-tubi.

Laki-laki itu terkekeh mendengar ucapan Laras, yang menurutnya tanpa jeda. Laki-laki itu mengeluarkan tangan yang Laras sambut, dengan kebingungan tapi tetap mengulurkan tangan juga.

"Perkenalkan, nama saya Azka Emilliaon Keanu, kamu bisa panggil saya Mas Azka, Kak Azka, Bang Azka, atau lebih simpelnya sayang aja!"

Bersambung..

Suamiku Dosen KillerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang