[56] Banci?

1K 18 0
                                    

Selepas kejahilan Laras tadi, sekarang Reno tak ingin berbicara dengannya. Bahkan menyapa saja malam ini tidak, Laras yang sibuk cari perhatian untuk menuntaskan misinya, Reno yang hanya acuh tak acuh melihat Laras yang tampak mondar mandi di depan ranjang sekarang.

Reno membuka kacamatanya, mengelap debu yang sangkut di sana sambil mata yang masih tertuju pada Laras. Reno membuka helaian buku yang sedang dia baca, Laras sama sekali tak  membuat konsentrasi membacanya hilang. Bahkan dengan santainya Reno kembali melanjutkan membaca bab berikutnya.

Melihat reaksi Reno begitu Laras berjalan mendekat dengan kaki yang menghentak lantai, tiba-tiba saja wanita itu muncul di balik kedua tangan Reno yang memegang buku, membuat kegiatan membaca sang suami terganggu.

Laras yang posisinya berbaring di kepala ranjang, meletakan buku ditangannya saat Laras tak juga ingin beranjak, awalnya Laras merasa senang kerena kelakuannya membuat Reno berhenti, dan tak nyangkanya Reno malah menangkap pipinya dengan kedua tangan nan besar milik sang suami.

"Suka bangat ya kamu, Yang, gangguin orang lagi baca buku," bilang Reno kemudian menduselkan hidungnya pada hidung Laras yang menegada padanya.

"Mau ya, suamiku?" rayu Laras semanis mungkin.

Reno menarik napas kasar, setelah itu mengangguk pasra saja. Percuma Reno kekuh dengan ucapannya, akhirnya Laras lah yang akan selalu memang. Reno tak akan bisa melawan kalau itu sang istri, bilang saja Reno laki-laki lema.

"Benaran?" tanya Laras semangat, memastikan kalau suaminya tak sedang sakit kepala makanya mengangguk atau tak sedang bercanda.

"Hem ..." Hanya begitu jawaban Reno, meski begitu Laras tahu kalau Reno telah setuju dengan idenya.

Tanpa pikir panjang Laras menghambur dalam pelukan sang suami, membuat Reno refleks memeluk Laras tiba-tiba. Wanita itu terlampau senang jadi tak tahu apa yang dia lakukan.

Saat sadar dan akan melepaskan pelukannya Reno telah terlebih dahulu membalik posisi membuat laki-laki itu berada di atas tubuhnya yang terlentang, Laras sampai menutup mulutnya.

Reno mengunakan satu tangan sebagai penyangga tubuh, tidak ingin memberatkan tubuhnya pada tubuh sang istri yang terbilang kecil.

"Tentu saja tidak ngeratis!"

Nah 'kan, sudah Laras duga. Reno itu bukan mata duitan melainkan mata selangkangan, mata Laras bergerak bolak balik kanan kiri memikirkan cara agar bisa terlepas dari perangkap yang Reno buat.

Sambil bergumam kecil Laras berucap. "Bukankah ini masih terlalu dini untuk melakukannya, A'a?" alsan Laras, yang tampaknya tak berguna. "Hari saja masih jam 7 malam,  A'a," sambungnya lagi melihat jam berada di dindingnya.

Reno mendekatkan wajahnya pada Laras, sampai hembusan napas Reno yang berbau permen mint menerpa hidungnya, tercium sangat segar.

"Lebih cepat, lebih baik!" katanya, setelah itu langsung saja memulai kegiatan olahraga malamnya.

Paginya Laras terbangun kerena merasa sakit-sakit di tubuhnya, Reno benar-benar memanfaatkan malam tadi sebaik mungkin. Bahkan Reno tak memberinya jeda untuk merilekskan tubuh barang sebentar. Laras jadi kapok berurusan dengan Reno, dengan pelan Laras menyibak selimut yang menutupi tubuhnya.

Sebelum turun Laras sempat melihat Reno yang tertidur dengan posisi wajah menghadap bantal, laki-laki itu terlihat begitu nyenyak sekali berbanding terbalik dengan dirinya.

Laras menurunkan kakinya perlahan, saat akan bangun rasa sakit di pinggangnya mulai terasa dan saat dirinya mulai membuka langkah rasa sakitnya semakin terasa, yang ini dibagiin selangkangan. Meski sering melakukan hal begitu, tetap saja sakit rasanya apa lagi melakukannya berjam-jam lamanya.

Laras akui kalau Reno itu sangat kuat,  bagaimana tidak setelah selesai dan Laras sudah tidur tiba-tiba jam setengah duaan lah Reno membangunkan dirinya untuk minta tambah lagi, menolak? Ya, percuma. Sampailah jam empat tepat barulah Reno merasa benar-benar puas, ini sih ceritanya suami puas istri tewas.

Reno si maniak sex!

"Pulas bangat, Pak, sedang istrinya hampir mati!" manolok Laras pada dirinya sendiri, lalu barulah hilang di ambang pintu setelah merai handuk yang tergantung.

45 menit, Laras keluar dengan pakaian lengkap. Dengan handuk yang melilit tinggi rambutnya, Reno pun sudah bangun dan masih duduk di tepian ranjang tampak sedang mengumpulkan nyawanya.

Laras berjalan ke arah cermin, kemudian mengeringkan rambutnya dengan handuk, tiba-tiba saja Reno berdiri di belakangnya mengambil ahli handuk yang Laras pegang.

Deng!

'Jantung jangan diskon, masak sama suami sendiri harus disko?' batin Laras merasa tertekan.

Mereka diam, Laras melihat Reno dari cermin, laki-laki itu hanya memakai celana panjang dan tidak beratasan. Lama melihat Reno di kaca padangan Laras terjatuh pada otot-otot lengan Reno yang terlihat macho, Laras akui kalau tubuh Reno itu bisa terbilang sempurna, dengan roti sobek-sobek delapan biji dan tubuh yang tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil.

Namun, mampu membuat tubuh Laras tak terlihat bisa berdekatan dengannya. Sampai pada saat Reno memberikan kembali handuknya barulah Laras tersadar dari kekagumannya.

"Padahal udah sering lihat masih aja di pelototin," cibir Reno lalu beranjak dari belakang Laras.

Laras terus melihat langka Reno sampai laki-laki itu menghilang di ambang pintu, dirinya merasa malu, malu ketahuan mengagumi tubuh sang suami. Tapi, tak salahkan mengagumi tubuh suami sendiri? Dari pada Laras mengagumi tubuh laki-laki lain nanti Reno cemburu.

Asik dengan pikirannya tiba-tiba ponselnya berbunyi, Laras segera berjalan ke arah ranjang, lalu mengambil ponselnya. Ternyata yang menelponnya Rani sang sahabat.

[Iya, apa?] tanya Laras langsung pada intinya.

[Astaga, Ras! Biarin gue napas dulu kek, basa basi dulu kek,] gerutu Rani yang malah membuat Laras terkekeh.

[Iya, ada apa Rani Sayang? Tumben-tumben pagi-pagi begini lu nelpon gue, nggak ada kerjaan lu?] Laras malah memberondong Rani dengan pertanyaannya.

[Lu tahu nggak, Ras, gue kesal bangat sekarang ....] Terdengar nada suara Rani yang mengebu-gebu di sebrang.

Laras jadi bingung, hal apa yang mampu membuat sahabatnya ini jadi mengebu-gebu begini. Laras menjadi kepo sekarang.

[Ya, nggak!] jawab Laras jujur.

[Ya, Tuhan! Sabar kan hamba, Laras. Tunggu gue cerita dulu, baru lo boleh comot, ini main potong aja,] sahut Rani terdengar protes.

[Jadi tuh gimana? Cepatlah jangan basa basi!] Laras malah ikutan emosi sendiri.

[Kok lu yang emosi?! Yaudah nih gue cerita, lu tahu gue punya tentang baru cantik bangat, mana bodinya kayak gitar spanyol gitu.] Cerita Rani.

Laras tampak tak minat, dia pikir apaan tadi.

[Tapi sayang, ternyata dia ba•ci, Cin!] bilang Rani lagi dengan menirukan gaya seorang ba•ci.

[Ha? Maksud lo?!] Laras tampak kaget.

[Iya, dia be•cong, dan yang buat gue kesal Bapak gue tiap hari ngeliatin dia sampai-sampai Mak gue geram, lu tahulah Mak gu—]

[Setengah jam lagi gue sampai ke rumah lu!]

Tutt ... tuttt ....

Ponsel Laras matikan sepihak, membuat Rani yang berada di seberang sana menganga tak habis pikir dengan Laras.

Bersambung...

Suamiku Dosen KillerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang