[82] Esra part [II]

1.2K 12 0
                                    

Pyarr!

Bunyi piring bersentuhan dengan lantai menggema di meja makan, membuat beberapa serpihan berserakan ke sana ke mari. Reno ngeram, pembantu yang melayani terus menerus memaksa Reno untuk memakan sarapan paginya.

Satupun yang pembantu itu masak tidak bisa Reno cerna, tiba-tiba selera makanya jadi memburu. Reno sudah berusaha bersiap baik, namun Reno yang kasar dan dingin tetap lah Reno yang sama, dia akan meluluh hanya pada orang terdekatnya saja.

Sebenarnya makanan yang pembantu itu siapakah bukan tak enak, hanya saja Reno yang tak bisa menerima masakan orang lain masuk ke perutnya. Biasanya Laras yang pagi-pagi sudah sibuk menyiapkan makanan untuknya, sekarang itu mustahil. Jadi ketika lapar Reno sendiri yang memasak, menurutnya lebih baik masakan dia sendiri dari yang dibuat pembantunya.

Bukan keinginan Reno untuk menyewa pembantu, itu semua kerjaan Elena dan Larasati yang mengirimkan dirinya pembantu silir berganti, tak ada yang sanggup bertahan. Paling lama lima hari mereka meminta untuk berhenti.

Bagaimana tidak, bukan saja berbicara kasar Reno juga main tangan, yang dulu semarah apapun selalu bisa dia kontrol. Namun, sekarang dirinya mulai tak mengenai dirinya sendiri.

Reno bangkit dari duduknya.

"Mari saya bantu, Tuan!" Pembantu tersebut memegang lengan Reno.

Syet.

Dengan gerakan kasar Reno menghentak lengan yang sang pembantu itu pegang.

"Tidak perlu!" ujarnya dengan suara berat dan dingin. "Lebih baik kau pergi dari rumahku, aku tak butuh bantuan siapa pun," lanjut Reno lagi.

"Tapi, Tuan! Ini perintah Nyo-"

Belum juga pembantu itu selesai berucap Reno mengcengram dagunya. Membuatnya berhenti berbicara, lalu menatap Reno takut. Reno mendekat wajahnya di telinga sang pembantu.

Lalu berbisik dengan suara menakutkan, yang mampu membuat pembantu itu bergetar.

"Saya benci orang asing, jadi sebelum saya berperilaku kasar sebaiknya kamu angkat kaki dari rumah saya!" bisiknya lalu menjauhkan wajahnya dari telinga pembantu itu.

Setelah mengatakan itu Reno melangkah melewati pembantu itu, baru beberapa langkah tiba-tiba Reno menarik karebet yang menutupi meja makan sehingga isi-isi di atasannya berhamburan.

Byarrr!

Pembantu itu kaget, untung saja dia cepat memundurkan tubuh sehingga kaca-kaca itu tak mengenai dirinya, langsung saja pembantu itu menggigil ditempat dengan tangan yang terasa dingin semakin menjadi.

Niat hanya untuk berkerja, setelah mendapat pekerjaan yang cukup layak dan gajinya lumayan besar tentu saja semua orang akan menerima. Akan tetapi sang pembantu itu tak pernah berpikir akan mendapatkan majikan sepeti ini.

Lihat, majikannya dengan langkah lebar meningalkan meja makan setelah membuat kekacauan. Dengan masih melihat punggung sang majikan yang mulai hilang, pembantu itu tersadar, dia segera membereskan ulah dari majikannya itu.

Pyaar.

Saat akan melewati kamar majikannya menuju dapur, tiba-tiba bunyi pecahan terdengar dari dalam, pembantu itu takut untuk melihat, jadilah dia mengurungkan niat untuk masuk, yang nanti malah dia jadi korban keganasan majikannya.

"Tuan mau ke mana?" tanya pembantu itu saat Reno keluar dengan langkah cepat.

Reno tak menjawab, dirinya terus melangkah menuju tangga untuk turun, pembantu itu menyusul setengah berlari, dia tak bisa membiarkan tuanya keluar sendiri. Nyonya Elena meminta dirinya agar mengawasi tuanya.

"Tuan! Tuan!" panggil pembantu itu saat Reno hendak memasukan mobil.

Namun, pintu mobilnya ditahan oleh pembantu itu. Dengar kasar ia menarik kuat pintu mobilnya sehingga menyebabkan tangan pembantu itu hampir saja terjepit.

"Aduh, sakit .... hiks," tangisnya saat berusaha menahan pintu mobil tuanya malah tangannya yang jadi korban. Ia mengusap tangannya.

Sedangkan Reno sudah menjalankan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Tidak punya perasaan? Memang! Kerena perasaannya sudah hilang semenjak poros hidungnya pergi.

***

"Maaf Nyona, saya ingin berhenti jadi pembantu Tuan Reno," mintanya pada Elena yang tak tampak biasa.

Elena sudah tahu, bukan sekali atau dua kali, ini sudah sekian kali pembantu yang Elena kirim datang kembali dan meminta untuk berhenti.

Apa sesusah itu mengurus Reno? Sampai-sampai pembantu yang selalu dia kirim tak ada yang mampu bertahan lama dengan sikap Reno.

"Coba kamu pikir-pikir kan terlebih dahulu," saran Elena, dia benar-benar masih membutuhkan pembantu ini.

Pembantu itu mengeleng. "Maaf Nyona saya benar-benar tidak bisa berkerja di sana lagi, saya kapok. Saya mohon Nyonya." Pembantu itu masih kekuh untuk berhenti.

"Baiklah kalau itu keputusan, saya terima." Elena mengambil amplob. "Ini gaji kamu selama berkerja untuk anak saya," ujar Elena memberikan amplop itu pada sang pembantu.

"Terima kasih, terima kasih banyak Nyonya," balas pembantu itu mengucapkan beribu terima kasih.

Sebenarnya tak digaji pun dia tak masalah, yang terpenting dia bisa berhenti jadi pembantu untuk majikannya sekarang.

Elena menganggukkan kepalanya, menerima ucapan terima kasih itu.

"Saya permisi Nyonya!" pamitnya undur diri.

Elena memegang pelipis, pusing dengan putranya yang semakin hari semakin tak bisa dikendalikan. Elena takut sewaktu-waktu Reno tak tahan lagi dan lebih memilih hilang, Elena tak akan bisa menerima cukup sekali dia kehilangan jangan untuk kedua.

Elena bangun dari sofa, berjalan menuju keluar. Dia akan memeriksa keadaan sang putra.

***

Sedangkan laki-laki berbadan besar itu sekarang berada di makam sang istri, tak lupa juga membawa bunga seperti biasanya.

"Hey, kamu apa kabar Yang?" sapa Reno sambil memangku nisan Laras.

Lama memeluk nisan Laras, Reno kembali berucap.

"A'a boleh cerita nggak, Yang? Kamu tahu? A'a hari ini kesal bangat sama pembantu yang Mama kirim, bagaimana bisa pembantu itu ingin menggantikan peran istri A'a, 'kan cuma kamu yang berhak ngurusin A'a!" Curhatan hati seorang Reno.

Reno terdiam sebentar.

"Mama juga kenapa pakai kirim-kirim pembantu segala, kan ngesilin Yang!" rengek Reno mengigat tentang Larasati dan Elena yang terus mengirimkan dirinya pembantu.

Reno berbicara sendiri sepeti orang gila, lalu marah-marah tiba-tiba saat mengigat mamanya yang sangat overprotective terhadap dirinya, kan Reno bisa mengurus diri sendiri.

"Oh, ya, Yang! Anak kita sekarang lagi apa? Apa nggak rindu sama Daddy ya yang tampan ini?" Reno kembali bertanya meski tak ada jawaban.

"Pasti kalau dia cewek secantik kamu, kalau dia cowok setampan aku," tambahnya lagi lalu tersenyum membayangkannya.

3 jam lamanya Reno mencurahkan isi hatinya akhirnya Reno menyudahi.

"A'a pamit dulu ya, Yang, besok A'a ke sini lagi," pamitnya, lalu ....

Cup!

"Sampai jumpa lagi istriku!" Setelah mengantarkan itu Reno bangkit.

Reno berjalan menuju mobilnya, sebelum pergi dia membuka kaca mobil, melihat makam sang istri. Raut wajahnya tiba-tiba saja menjadi sedih, sedih harus berpisah dengan sang istri, setelahnya Reno menjalankan mobilnya.

30 menit akhirnya sampai di rumah, Reno memasuki tubuhnya. Terlihat kosong, bisanya pembantu itu akan datang menyambutnya.

"Sudah pergi kah?"

Bersambung...

Suamiku Dosen KillerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang