[24] Pingsan

1.7K 32 0
                                    

Laras terisak dalam tidurnya, hari sudah menunjukkan jam 3 pagi. Namun matanya belum juga mau diajak kompromi, air mata sedari tadi meluncur dengan indah di pipi Laras. Menangis dalam diam itu memang menyakitkan, menahan suara tangisnya agar Reno tidak mendengar isak tangis Laras.

Hidupnya hancur dalam sekejap, orang-orang yang menjadi penyebabnya tertidur nyenyak sambil memeluk tubuhnya dari belakang. Tangan kekar itu memeluk tubuh mungilnya posesif, Laras benci keadaan sekarang. Reno berpura-pura tidak bersalah setelah melakukan itu padanya.

Matanya sakit, tetapi lebih sakit lagi hatinya. Melihat langsung laki-laki yang dicintainya bersama dengan wanita lain tepat di depan matanya sendiri, kalau misal waktu itu Laras tidak tahu malu sudah lah pasti pasangan di depannya sudah babak belur.

Dirinya tidak tahu apa kesalahannya sampai-sampai suami yang dicintai dengan mendua di belakangnya. Apa lagi yang paling menyakitkan dalam hidup Laras, kalau bukan penghianat oleh Reno suaminya sendiri.

Rasanya Laras ingin menusuk, melepaskan milik pria yang sedang memeluknya. Agar tahu bagaimana rasanya sakit, agar pria ini berpikir dua kali untuk berkhianat dari Laras. Namun sayang itu cuma halu Laras, kerenan terlanjur kecewa.

Sakit, namun tidak berdarah. Cuma sakit yang sekarang Laras rasakan, belum berdarah. Dan mungkin tinggal menunggu waktunya saja, pria di belakangnya memberitahu sebenarnya pada Laras.

Kecewa! Laras sangat kecewa pada sosok yang sangat dikaguminya ini, apakah dirinya terlalu bodoh? Mencintai seseorang yang mungkin tidak mencintainya?

Mungkinkah sikap Reno selama ini cuma semata-mata kasihan padanya, kerenan Laras mengejar Reno seperti orang bodoh. Makanya pria ini merasa kasihani, dan berusaha bersikap manis. Begitulah?

"Hiks ... sa–sakit!" ujar Laras terbata-bata, dengan suara yang sangat pelan. Tangannya memegang dada sakit.

Ting!

Ting!

Ponsel Reno yang berada di samping suaminya itu berbunyi. Awalnya Laras yang asik menangis tidak peduli dengan bunyi ponsel, namun semakin dibiarkan ponsel itu membuat Laras terganggu, dengan berbalik dan mengangkat tangan tubuh ia mengambil ponsel tersebut lalu membuka itu melihat siapa yang menganggu.

Dan, hati Laras semakin sakit mendapat SMS dari nomor tersebut.

[Jangan lupa Ren, Minggu besok ulang tahun putramu! Awas saja kamu sampai lupa bakal aku gebuk kamu sampai pingsan.]

Di antara banyak pesan itu, pesan itulah yang membuatnya lebih sakit.

Air mata semakin mengeluar dari matanya, rasa sakitnya semakin parah. Pedih bagai di sayat-sayat sembiluh. Cuma bisa menangis seperti orang bodoh, Laras yang pemberani dan pecicilan entah hilang kemana.

Saat dulu Laras sangat berani, tapi kini entah kemana Laras itu perginya. Padahal sekarang Laras sangat membutuhkan kekuatan itu untuk bertahan, bertahan menahan rasa sakit yang diperbuat suaminya.

Tidak tersisa malam berganti siang, gelap berganti terang. Cuma hatinya saja yang masih gelap dan sakit, sakit dengan kenyataan pahit sekarang yang harus di hadapi olehnya.

Laras bangun dari tidurnya, perlahan melepaskan pelukan Reno walau agak kesulitan saat melepasnya, akhirnya bisa juga saat Reno membalikan tubuhnya kesamping.
Laras turun dari ranjang, mengambil handuk lalu masuk kedalam kamar mandi. Laras berdiri di kaca dalam kamar mandi, melihat bagaimana kondisinya saat ini. Mata merah dan ada lingkaran hitam juga, wajah yang tampak kehilangan cahayanya.

Laras menghidupkan shower, berdiri di bawah membiarkan air dari shower menerpa tubuhnya. Laras mengusap-usap wajahnya, sambil satu tangan menyisiri rambut yang menutup meta ke belakang.

Suamiku Dosen KillerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang