[36] Hukuman

1.1K 19 0
                                    

Keduanya sontan saja saling padang, lalu menghadap Reno dengan cengiran handalan di sudut bibir mereka, tapi sayang sang Dosen killer hanya menatap datar keduanya.

"Selepas jam istirahat, kamu temui!" tunjuk Reno pada Vano yang membuat laki-laki itu menunjuk dirinya sendiri.

"Saya, Pak?" tanya Vano.

Namu, Dosen killer itu sudah membalikan tubuhnya tanpa ingin menjawab pertanyaan Vano. Vano menggaruk kepalanya yang tak gatal untuk melepas kebingungan yang dia rasakan.

"Kok cuma gue, lu kok nggak disuruh," ucap Vano melirik Laras dengan ekor matanya.

Laras pun ikut bingung, kenapa cuma Vano saja yang disuruh sedangkan dia tidak, padahal yang membuat keributan kan mereka berdua. Oh! Apa jangan-jangan Reno mau berbuat jahat pada Vano? Bisa jadi! Pasalnya Reno tampak tidak suka pada Vano.

Masa bodoh lah, yang penting bukan dirinya yang dihukum. Laras tampak acuh tidak ingin ikut dalam masalah antara Reno dan Vano, lihatlah wajah cowok itu sungguh sudah sangat memperhatikan sekali.

Vano melirik lagi sekilas ke arah sang pujaan hati, Laras. "Ras! Lu nggak mau nemanin gue nanti?" tanyanya harap-harap, barang kali Laras mau menemaninya.

"Gue sibuk, lu ajak Rani aja," kata Laras melihat ke arah Rani, Rani yang disebut namanya mengalihkan tatapannya dari Reno.

"Ogah!" jawabnya begitu singkat, padat, dan pedas.

Laras yang mendengar jawaban dari Rani ingin sekali tertawa terbahak-bahak sekarang ini, pasalnya Laras tahu kalau Rani itu sudah dari lama suka pada Vano. Namun, Rani yang terlalu gengsi makanya setiap bertemu selalu mencari masalah dengan Vano.

"Benaran nggak mau nih?" Laras menarik turunkan alisnya menggoda Rani, Rani gadis itu jengah dengan sikap sahabatnya ini.

"Pa ...."

Belum sampai Rani menyelesaikan ucapannya Laras telah terlebih dahulu melemparkan pena kepada Rani, lemparan itu tepat mengenai pakaian Rani, membuat gadis itu seketika cemberut.

"Kotor kan!" kesalahannya melihat pakainya yang sudah bergaris panjang, padahal pakaian Rani ini tidak ada coretan sedikitpun, jangankan coretan debu sedikit saja tidak ada yang melekat.

Laras malah acuh tak acuh setalah membuat pakaian Rani tercoret, dengan wajah tanpa dosa dia pura-pura fokus pada pelajaran yang sekarang Reno tulisan di papan tulis. Rani hanya bisa menarik napas dalam saja, percuma marah-marah nggak berguna juga.

1 jam lebih sudah terlewatkan, akhirnya pelajaran telah usai. Reno keluar dari kelas tersebut setelah memberi tugas.

"Ras, Ran! Kalian benaran nggak mau nemanin gue?" tanya Vano tiba-tiba, Laras yang sedang membereskan buku-bukunya berhenti sejenak. Laras melirik Rani sebentar, lalu kembali menghadap Vano.

"Jawaban gue tetap yang tadi, yaudah Van gue pergi dulu. Ran, yuk kantin!" ajak Laras pada Rani yang ikut bangun, berhubung Rani jalan berputar jadinya dia harus melewati meja Vano.

Hap!

"Ran ...," rengek Vano sambil memasang wajah imutnya, Rani yang melihat itu ingin muntah rasanya.

Bayangkan orang yang setiap bertemu dengan mu akan mengajak berantam dan sekarang orang itu malah merengek-rengek sambil memasang wajah yang sangat memuakkan.

Tag!

"Punya kaki kan? Bisa jalan sendiri tuh kaki kan? Yaudah pergi sendiri, jangan manja jadi cewek," ejak Rani setelah menginjak kuat kaki Vano yang terjuntai keluar.

Hal tersebut membuat Vano melepaskan pegangannya pada tangan Rani, setelah itu Rani melangkah tanpa dosa sedikitpun. Mengandeng tangan Laras keluar dari kelas mereka.

Laras yang melihat perbuatan Rani merasa kasihan terhadap Vano. "Lu kok tega bangat sih, Ran!" katanya yang masih diseret Rani melangkah.

"Lu kasihan? Gih tolong," suruh Rani pada Laras.

"Eh, gue lupa. Gue kan harus ngasihin tugas yang kemarin sama Pak Reno!" ucap Rani menekan nama Reno sedikit kuat.

"Jangan ngade-ngade ya, Ran! Baywan kita, ayok," tantang Laras yang tidak terima Reno didekati walaupun itu sahabatnya sendiri.

Bukan apa, kan banyak kasus sekarang sahabat nikung sahabatnya. Maka untuk keamanan bersama Laras harus menjauhkan wanita-wanita penggoda dari suaminya, meskipun Rani niatnya bercanda Laras tahu tetap saja dia tidak iklas.

"Hehe ... ampun Mbak jago!" kata Rani mengangkat tangannya membentuk huruf V pertanda damai.

Setelah itu mereka melanjutkan langkahnya tanpa menghiraukan Vano yang sedang meratapi nasibnya.

***

Di ruangan Reno tampak ketegangan yang sangat kentara, di mana Vano berdiri seperti orang bodoh di depan meja kerja Reno.

Sedangkan Reno dosennya itu tampak sibuk memeriksa berkas di mejanya tidak memperdulikan keberadaan Vano yang sudah agak lama berdiri menunggu.

"Nama mu," kata Reno, namun dirinya masih sibuk dengan berkas-berkas di tangannya.

"Ha? Ma–maksudnya, P–pak?" Vano tiba-tiba ngelagap untuk menjawab pertanyaan dari Reno.

Seorang Vano yang biasanya bicara ceplas-ceplos sekarang tergagap-gagap di depan seorang Dosen bernama Reno, sungguh sangat memalukan.

"Saya tidak suka mengulang perkataan yang telah saya keluarkan, jadi pasang telinga kamu agar paham apa yang saya katakan!" ucapannya dengan nada yang begitu dingin bak air comberan.

Vano beberapa mengangguk, dia benar-benar seperti orang bodoh sekarang.

"Ba–baik, Pak!"

Reno mengangkat sedikit pandangan, kemudian kembali lagi pada berkas-berkas yang sedang dia kerjakan saat ini.

"Vano? Nama yang bagus," pujinya membuat seseorang  tersenyum terlihat dari lekukan tercetak di bibir Vano sekarang.

"Tapi sayang saya tidak suka sama orangnya," katanya lagi.

"Ha?" Lagi-lagi respon Vano seperti tadi, dia menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Tahu kesalahanmu di mana?" bilang Reno tanpa memandang pada lawan bicaranya.

"Tidak, Pak!" Sangat lancar tidak seperti sebelumnya.

Reno tampak manggut-manggut, dia menutup dokumen yang sedang ia kerjakan. Kemudian berdiri dari duduknya, menatap laki-laki di depannya dengan tatapan dingin.

"Besok-besok kamu tidak perlu masuk lagi jam pelajaran saya, tahun depan ulang lagi ya!" ucapnya, setelah itu melangkah meninggalkan Vano yang masih mencerna ucapannya.

Bersambung..

Suamiku Dosen KillerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang