[67] Horor?

619 7 0
                                    

Disaat hari yang tadi terang menerang sekarang berganti hujan nan lebat, di dalam rumah Reno ada Laras yang lagi asik menonton drakor dari leptonya sedangkan Reno tertidur tak jauh dari dirinya. Mereka sekarang berada di atas kasur.

Hujan di luar tak mampu membuat mereka kedinginan, pasalnya tubuh keduanya berbalut selimut tebal, memang paling enak hujan-hujan itu berada di kamar, apalagi barang suami tercinta.

Laras melihat Reno sebentar, lalu mengambil tangan laki-laki itu sebagai bantalan, setelahnya Laras kembali fokus pada leptop yang menampilkan drakor kesayangannya.

Di meja juga ada roti beserta teh hangat punya Reno, laki-laki itu hanya menghabiskan sedikit dan selebihnya dibiarkan begitu saja, mungkin teh yang Laras buat sekarang sudah dingin sedingin suasana saat ini juga.

"Hem," gumam Reno dalam tidurnya.

"Huhuhu!" Sekarang laki-laki itu tampak sedang sesak napas.

Laras yang tadi tak ingin menghiraukan sekarang terpaksa mengangkat kepala melihat Reno, saat melihat wajah suaminya seperti itu tawa Laras keluar, Reno seperti ikan kehabisan air.

"S–saya disuruh, Laras. Istri saya yang pengen," bilangnya dalam tidur.

Laras tidak ingin kehilangan momen itu segera mengambil ponsel dan mengarahkan pada Reno.

"Ti–tidak, istri s–saya tak menginginkan ya lagi,"tambahnya lagi, sekarang laki-laki itu mengerakkan tangan seperti sedang menolak sesuatu.

Laras tak ada niat untuk membangunkan, malahan dia tampak senang mem-vudiokan Reno yang mengigau. Sangat jarang Reno seperti ini, dan sekarang waktu yang tepat untuk mengabadikannya.

"Akkhh!"

Tiba-tiba saja Reno bangkit dari tidurnya dengan wajah teramat lucu, napas memburu dan tangan terangkat menolak sesuatu, dan untung saja Laras cepat menahan suaminya itu kalau tidak Reno akan berlari saat dia bangun tadi.

"Buaaaah!" Tawa mengelegar keluar begitu saja, bahkan tangan Laras sudah memukul-mukul Reno gemes. Dia tak tahan melihat wajah Reno yang menurutnya terlampau lucu.

Coba kalian bayangkan, wajah yang biasanya datar dan tanpa esperesi itu sekarang sedang menampilkan berbagai esperesi lucu, tentu saja kalian akan tertawa saat itu juga.

Reno memegangi jantungnya, di dalam mimpi dia seperti didatangi tukang martabak yang kemarin malam dia beli, dengan sekotak martabak yang Mbak-mbak itu bawah di tangan kanannya. Memberikan kotak martabak bergambar martabak tercebur itu pada Reno.

Saat dalam mimpi Reno berusaha untuk tidak takut, dalam mimpinya itu hari masih siang akan tetapi awan menghitam seperti hendak malam. Di tambah lagi air hujan yang terus turun ke muka bumi ini.

Reno berusaha menolak kotak martabak yang diberikan Mbak-mbak itu, dengan alasan kalau istrinya tak menginginkan lagi. Akan tetapi Mbak-mbak itu terus saja menyodorkan kotak martabak itu pada Reno, saat Reno ingin menutup pintu tiba-tiba tangannya di pegang. Itulah membuat Reno berteriak tadi.

"Hampir saja," bilangnya mengusap dada, lalu melirik Laras yang masih tertawa di sampingnya.

Cup!

Tanpak angin, tanpa hujan, dan tanpa api bibir Reno mendarat tepat di pipi kanan sang istri. Laras yang tadi tertawa seperti orang gila terhenti seketika, menatap Reno yang sudah beranjak dengan mata lebar.

"Apa yang terjadi?" ucapnya kebingungan, sambil mata melirik sana sini.

Sedangkan Reno melangkahkan kaki menuju kamar mandi, tampaknya dengan mencuci muka akan membuat pikiran Reno jernih kembali, semenjak kejadian malam itu pikiran Reno selalu saja kacau.

Ya, benar! Berita yang Reno tonton tadi merupakan orang yang sama, yaitu penjual martabak yang dia beli malam itu, sungguh mengerikan. Kenapa harus dia yang mengalami ini semua, apakah tak ada orang lain yang harus hantu itu ganggu?

"Apes-apes, awas aja kalau Laras minta yang aneh-aneh lagi nggak bakal aku turutin," menoloknya pada diri sendiri.

Selesai membasuh muka Reno keluar dari kamar mandi, sambil tangan menguyur wajahnya agar air yang ada di wajahnya menghilang.

Ting!

Tiba-tiba saja bunyi di arah dapur, berhubungan kamar mereka harus melewati dapur jadi Reno terpaksa melihat benda apa yang jatuh atau kompor yang belum Laras matikan.

Setelah memeriksa, dan tak ada yang tampak aneh Reno kembali melangkah menuju kamar, entah kenapa jalan ke kamarnya terasa jauh, padahal tadi waktu menuju kamar mandi tak terasa. Suasana gelap dapur membuat kuduk Reno merinding, ditambah hujan di luar seperti tangisan tulang martabak itu.

'Astaga Reno! Lupain, lupain.' Reno memukul-mukul kepalanya yang masih saja teringat pada penjual martabak tersebut.

Reno tak melihat kiri kanan lagi, dia fokus pada jalan yang dia ambil. Beberapa langkah lagi dia akan sampai pada kamar mereka.

"A'a, kok lama?"

Brung!

"A'a ...!" pekik Laras saat melihat Reno ambruk begitu saja tepat di depan matanya, dan untung saja ambruknya di bahu Laras.

Laras menepuk-nepuk pundak sang suami, akan tetapi Reno tidak memberi reaksi apapun, Laras jadi panik, dengan kekuatan yang dia punya menarik Reno ke tempat tidur.

Brung!

Laras menjatuhkan Reno ke ranjang, dengan posisi tengkurap. Lalu berlari ke arah samping menuju meja kecil samping ranjang, mengambil ponsel yang tergeletak tak bernyawa di sana.

Mencari kontak Kak Alvin, setelah menemukannya Laras langsung memangil. Tak butuh waktu lama panggilan langsung diangkat Alvin.

[Houm, ada apa? Maaf saya sudah punya istri, dan sebentar lagi melahirkan! Kalau mau merayu saya, menimal cantik dulu,] ujarannya.

Laras menjauhi ponselnya dari telinga, dan detik berikut ....

[Kak Alvin! Laras butuh Kakak, A'a Reno pingsan, cepatan ke sini. Laras nggak tahu harus ngapain!] teriak Laras setelah meletakan ponsel tepat di bibirnya.

Alvin di sebrang sana, yang sedang tidur langsung terduduk dengan posisi jongkok. Cowok itu dipaksa mengumpulkan kesadarannya, mengaruk-garuk kepala, lalu kembali menguap.

[CEPATAN, KAK!]

[Aduh, suaramu Ras, kayak terompet kematian! Aish ... iya, bentar lagi Kakak ke sana!]

[Oke.]

Tuttt....

Alvin menatap ponselnya yang sudah tak tersambung lagi, tak menyangka Laras berbuat begitu padanya. Padahal dia masih tertidur nyenyak, dan harus terbangun gara-gara suara cembreng wanita itu.

Alvin bangun dari tidur, mengambil jaket dan memakai celana panjang seta baju kaos. Setelahnya Alvin keluar dari kamar, melihat sang istri sedang sibuk dengan dunianya. Alvin mendekati Dyla, lalu mengecup singkat pipi sang istri.

"Ayah pergi bentar ya, Mama baik-baik di rumah, kalau takut minta temanin Mbak Lastri aja." Lalu Alvin berjongkok di depan perut sang istri.

"Anak Ayah jangan nakal ya, jangan bikin bunda kerepotan, Ayah pergi sebentar. Nanti pulang lagi," tambahnya lagi.

Cup!

Alvin mencium perut buncit sang istri, lalu pergi setelah mengusap sayang wajah Dyla.

"Hati-hati, Yah!" sahut Dyla pada sang suami.

Alvin berbalik, kemudian memberi senyum semanis mungkin, dan kembali melangkah.

Bersambung..

Suamiku Dosen KillerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang