[83]Esra part [III]

3K 33 2
                                    

Laki-laki tua berada di ranjang rumah sakit itu terbatuk-batuk, El adiknya mendekat, cepat-cepat mengambil minuman yang ada di meja dekat ranjang laki-laki tersebut.

"Minum dulu, Kak," ucap Elvira, sembari memberi membantu mendudukkan tubuh sang Kakak.

Elvira meletakan gelas itu di depan bibir laki-laki tua itu. Dengan perlahan laki-laki itu meneguk air dalam gelas sampai separuh, setelah itu Elvira meletakan gelas tersebut kembali pada tempatnya.

Laki-laki itu yang sempat mencondongkan tubuh saat menerima minum dari sang Adek kembali menyandarkan tubuhnya setelah Elvira mengatur rancang tersebut dengan remote.

"Uhuk, uhuk." Laki-laki tua itu kembali terbatuk, saat membuka tangannya yang menutup mulut saat berbatu membuat Elvira panik.

"Kak, Kak batuk darah," bilangnya. "Tunggu sebentar, El bakal panggil Dokter," lanjutnya hendak bangun.

Namun, Reno laki-laki itu menahan tangan El sehingga membuat wanita itu tak jadi bangun, Reno mengeleng.

"Tidak perlu, Kakak baik-baik saja," bilangnya mencoba untuk menenangkan Elvira yang panik.

"Tapi, itu berdarah Kak, lebih baik diperiksa Dokter," kekuh Elvira.

Reno kembali mengeleng. "Tidak perlu, Sayang, Kakak baik-baik saja," ucap Reno lembut berusaha membuat Elvira mengerti.

Mengerti, bukan Dokter yang dia mau. Mungkin ini sudah waktunya, waktu untuk dia kembali, kembali ke sisi Tuhan. Hidup tanpa Laras rasanya tak berarti, lebih baik Tuhan mengambilnya segera sehingga bisa berkumpul dengan sang istri dan anak-anaknya nanti di surga.

Tahun demi tahun telah Reno lewatkan, meskipun tanpa orang yang dia cinta, apakah Reno sanggup? Jawabannya tentu saja tidak, semenjak kepergian Laras hidupnya berasa tak berarti lagi.

Reno, laki-laki tua ini sangat merindukan sang istri, Reno laki-laki tua ini tidak ingin hidup lebih lama lagi. Hari-hari yang dia lewati terasa hambar, tak berwarna.

Setelah selesai bekerja Reno akan mengurung diri di dalam kamar, meratapi hidup yang tidak berpihak pada cinta mereka.

Untuk melepaskan rindu Reno hanya bisa dengan memeluk baju sang istri, harum yang tertinggal mampu sedikit melepaskan rindunya pada Laras.

Cinta itu datang begitu muda, tetapi kenapa sakit, rindunya tak bisa hilang semuda sewaktu pertama dia datang.

Lamunan Reno terbuyar saat pintu dibuka, tampan Elvira yang masuk berbarengan dengan Azka. Reno tak tahu kapan El keluar, perasaannya wanita itu masih duduk di kursi sampingnya, ah! Mungkin kerena dia terlalu lama melamun.

"Sudah ku katakan, tak perlu memangil Dokter." Nada suara Reno terdengar tak bersahabat. "Apalagi yang kamu panggil dia," lanjutnya.

"Kenapa dengan gue, hah?" sinis Azka sembari memeriksa tubuh Reno.

"Lu bau, gue nggak suka!" ucapnya santai, namun tak melarang Azka untuk memeriksanya.

"Udah diam aja, udah tua juga!" ejek Azka, yang mendapat cubitan dari Reno, membuat Azka meringis.

"Awk, sakit tahu," kesalahannya memegangi bekas cubit Reno.

Reno acuh tak acuh, dia tak peduli kalau Azka kesakitan. Mereka agrab semenjak dulu sering main kerumahnya bersama Alvin, sewaktu Laras masih ada bersamanya.

"Kondisi lu cukup buruk, gue harap lu kurangin begadang, hal itu berdampak pada kesehatan lu," jelas Azka seperti berbicara pada sahabatnya bukan pasiennya.

"Tapi, tadi Kak Reno batuk darah," sahut El yang berada di samping Azka.

"Itu salah satu contoh dampak dari terlalu lama bergadang, yang membuat fungsi otak tak stabil," jelas Azka lagi.

Suamiku Dosen KillerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang