[46] Bukan Lagi Milikku

840 13 0
                                    

5 hari Laras berada di rumah Alvin, istri Alvin memperlakukan dirinya selayaknya adik kandung. Meskipun Laras masih sering menyendiri di kamar, akan tetapi Alvin dan sang istri selalu berusaha mengajak Laras untuk berbicara.

Hari ini dia akan kembali ke rumahnya sendiri, terlalu lama di sini juga tidak enak rasanya. Mengenai kondisinya sudah agak membaik. Meskipun tubuhnya yang semakin mengurus akibat tidak mau makan.

Laras berjalan ke arah ruang tamu, di sana ada Alvin dan sang istri yang sedang duduk mesra, di mana Alvin sedang mengusap-usap rambut Dhylan, Dhylan nama istri Alvin. Mereka terlihat begitu romantis, membuat Laras terkenang masa-masa bersama Reno dahulu.

Laras mencoba menguris bayangan tentang kenangan indahnya bersama Reno, dia terus melangkah sampai di depan keduanya.

"Kak Dhylan, Kak Vin! Laras pamit pulang ya," katanya menghadap pada dua pasangan itu.

"Kenapa buru-buru Sayang, kamu bisa tinggal semau mu di sini, jangan sungkan-sungkan sama Kakak," balas Dhylan berdiri dari duduknya.

"Nggak usah, Kak, Laras takut ngerepotin Kakak ... toh juga kondisi Laras sudah agak mendingan, dan juga Laras sudah lama nggak pulang mungkin A'a Reno udah pulang, takutnya dia nyariin Laras." Laras berusaha tersenyum meskipun susah.

Tang!

"Kamu ini, masih saja mikirin laki-laki sialan itu! Lihat udah seminggu lebih dia nggak pulang-pulang, mendingan di sini aja dulu. Nanti kalau Reno udah pulang Kakak bakal ngabarin kamu," ucapnya berusaha mencegah Laras pulang.

Namun, Laras yang sudah memiliki tekat yang kuat tetap pada perkataanya. Dia harus menyelesaikan semua masalahnya dengan Reno, Laras butuh penjelasan. Kenapa laki-laki itu meninggalkannya, dan tentang wanita itu. Laras ingin hari ini semua jelas.

"Nggak papa, Kak, Laras nggak takut kok di rumah sendiri, kan biasanya Laras sendiri!" Laras menjinjing tas yang berisi pakainya, Alvin menyuruh orang-orangnya untuk mengambil beberapa pakaian Laras di rumahnya empat hari yang lalu.

Karena pakaian tidak terlalu banyak jadilah Laras hanya menjinjing. Alvin mendekat berniat membatu, sedangkan Dhylan memapah Laras berjalan. Dirinya sudah seperti orang sakit yang ingin buang air kecil.

Sesampainya di luar Alvin buru-buru mengambil mobil, namun sebelum sampai pada mobilnya taksi yang Laras pesan sudah berhenti tepat di depan Laras dan Dhylan. Membuat Alvin kembali berlari ke arah mereka.

"Biar Kakak yang antar kamu," ujar Alvin.

"Nggak usah Kak, Kakak jaga Kak Dhylan aja di rumah. Takut nanti terjadi apa-apa sama Kak, Dhylan! Apalagi Kak Dhylan sedang hamil besar," tolaknya sambil membuka pintu mobil.

Alvin hanya bisa menurut saja, Alvin mendekat pada supir tersebut.

"Pak! Bawa mobilnya jangan ngebut-gebut ya, Adek saya takutan orangnya Pak!" nasehat Alvin lalu memundurkan tubuhnya kembali pada sang istri.

"Tenang saja Tuan, saya akan mengantarkan Adik Tuan sampai tujuan dengan selamat ... ya udah Tuan, sama permisi dulu!"

Setelah itu mobil yang Laras tumpangi mulai meninggalkan perkarangan rumah Alvin. Alvin dan sang istri menatap perihatin Laras, Alvin sudah cerita semua apa yang menimpa gadis itu.

Dan, Dhylan merasa kasihan, wanita sebelia itu sudah ditinggal nikah oleh suaminya. Untung saja kuat dan tidak cengeng.

"Kasihan bangat ya, Laras, Pa!" bilang Dhylan pada Alvin.

"Mau gimana lagi, Sayang! Nasib buruk Laras harus menikah dengan laki-laki modelan Reno," kata Alvin membalas perkataan sang istri.

"Yaudah lah, Sayang, kita bantu doa aja supaya Laras cepat menyelesaikan masalahnya." Perkataan Alvin langsung dianguki oleh Dhylan.

Setelahnya Alvin memapah tubuh sang istri masuk ke dalam, memang kalau sedang hamil besar begini Dhylan agak susah untuk bergerak.

Sedangkan Laras sudah sampai di depan rumahnya, setelah membayar pada sang supir Laras menjinjing tasnya masuk ke dalam. Sesampai di dalam rumah, rumah terlihat sepi. Dia bingung apakah kejadian beberapa hari yang lalu itu hanya halusinasi ... ah! Tapi kenapa halusinasi terlihat nyata.

Laras tak ambil pusing, dia tetap berjalan menuju tangan arah kamarnya. Beberapa melangkah akhirnya Laras sampai juga di tangah paling ujung, Laras kembali berjalan sedikit dan akhirnya sampai.

"Kamar kamu di bawah, sekarang ini kamar aku dan Natalia," ucap seseorang dari arah belakang.

Laras berbalik dan menemukan Reno bersama seorang wanita, harapannya pun sirna. Dia berharap kejadian beberapa hari yang lalu itu hanya halusinasi, dan ternyata itu benar, benar bahwa sang suami telah memiliki wanita lain.

"Tapi ini kamar ku, A'a!" kata Laras tidak terima.

Kamar ini, kamar penuh kenangan. Kamar di mana dia suka bercanda, bersedih, bahkan kamar ini menjadi saksi cinta keduanya. Tapi sekarang Reno malah bilang ini kamar dia bersama wanita itu. Laras tak terima!

"Itu dulu, sekarang kamar ini milik kami," bilang Reno penuh dengan penekanan disetiap kata yang dia lontarkan.

"Mana bisa begitu ini kamar kenan—"

"Aku nggak peduli, yang jelas ini kamar sekarang milik kami berdua, kalau kau tidak terima silakan pergi dari rumah ini!" usir Reno.

"Mending kamu nurut aja, dari pada diusir nanti jadi gelandangan," sahut wanita yang berada di samping Reno.

Tangan Laras sudah gatal, siap untuk mencakar-cakar wajah wanita inti. Namun, belum sempat kuku-kukunya bertemu tatap dengan wajah sang pelakor tangan besar Reno terlebih dahulu menahan pergelangan tangannya membuat pergelangannya sakit.

"Awk! Sakit, lepas A'a!" pekiknya berusaha melepas genggaman tangan Reno pada pergelangan tangannya.

Hap!

Reno menarik Laras agar mendekat sedikit padanya, mata Reno sudah menunjukkan kemarahan.

"Jangan sesekali kamu berani angkat tangan padanya, kalau tak mau tanganmu ini aku pisahkan!" ancam Reno lalu melepas tangan Laras dengan hempasan cukup kuat membuat tubuh Laras terhuyung ke belakang.

Setelah itu Reno dan wanita itu berjalan melewati Laras, saat berpapasan dengan Laras wanita itu dengan sengaja menyenggol bahu Laras yang hampir membuat Laras jatuh. Dengan sedikit kuat Reno menutup pintu tersebut.

Laras hanya bisa melihat itu dengan wajah yang nanar, pergelangan tangannya masih terasa sakit.

'Kenapa jadi begini, A'a? Kemana Reno yang dulu Laras kenal?' batinnya merasa sakit luar biasa.

Beberapa menit, Laras memilih turun ke bawah. Lebih tepatnya pergi ke kamar tamu, setelah membuka kamar tersebut terlihat sangat berdebu dan perabotan yang entah di mana-mana. Laras meletakan tasnya, bersiap untuk membereskan kamar tersebut.

Laras menyapu setiap sudah dan lantai, meletakan perabotan pada tempatnya sembula tidak lupa juga mengganti seprai dengan yang baru, lantai juga dia pel, semuanya terlihat bersih dan layak untuk ditempati. Walupun kecil tapi cukuplah buatnya tidur. Laras merebahkan tubuhnya.

Namun, ketika akan menutup mata perutnya tiba-tiba merasa lapar. Terpaksalah Laras harus ke dapur, berharap di dapur ada makanan yang bisa mengisi perutnya malam ini.

Sesampai di dapur Laras membuka kulkas, ternyata di dalam sana ada brownis. Laras mengeluarkan brownis tersebut, menatap penuh minat. Laras membuka laci kecil di atasannya mengambil sendok.

Setelah sendok Laras ambil, bersiap untuk menyendok. Akan tetapi ....

"Brownis ini milik Natalia," kata Reno yang tiba-tiba muncul dari arah belakang.

Mengambil brownis tersebut, kemudian membawanya tanpa melihat Laras yang kelaparan. Laras hanya menatap kosong punggung yang selalu dia peluk setiap malam, dan malam ini punggung itu milik wanita lain.

Kerena brownis itu telah dibawah Reno, jadilah Laras tak makan apa-apa kerena tidak ada lagi yang bisa dia makan. Keluar pun hari sudah terlampau malam, Laras akhirnya memilih minum air putih.

"Semoga dengan minum air putih laparnya sedikit berkurang!" gumamnya.

Bersambung...

Suamiku Dosen KillerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang