[62] Belum Hamil

568 13 0
                                    

Laras berjalan dengan tespek di tangannya, saat pintu sudah terbuka Larasati langsung merebut tespek di tangan putrinya, Elena juga ikutan mengintip, dia tak mau ketinggalan melihat hasil tespek tersebut.

Larasati dan Elena sudah berharap bangat kalau hasil tespek tersebut positif, dan tidak sabaran untuk segera menimbang cucu nan cantik atau tampan nantinya.

Laras menunduk, padahal kedua Mamanya sudah sangat berharap bangat, bisa Laras lihat dari wajah mereka yang sangat antusias. Laras jadi sedih sendiri, bibirnya sudah mengerucut ke bawah.

"Negatif." Ucapan Larasati yang membuat Elena menarik napas di sampainya.

"Hiks, hiks, huaaaaa ...." Laras malah menangis kejer, membuat Larasati dan Elena panik seketika.

Dia wanita paru baya itu berusaha menenangkan Laras, menepuk-nepuk pelan pundak wanita itu. Bukanya tenang Laras malah semakin menangis kencang, sampai-sampai para lelaki berdatangan dengan setengah berlari cukup cepat.

"Kenapa, Sayang? Ada yang sakit? Di mana? Coba bilang Mama." Larasati malah memberondong Laras dengan pertannyaan bertubi-tubi.

Laras mengusap-usap matanya dengan kedua tangan. "Maafin Laras, Laras tahu kalau Mama berdua berharap hasilnya positif, Laras ngecewain kalian .... huaaaa!" Laras kembali menangis kejar.

"Cup-cup, nggak! Kami nggak kecewa kok sama kamu, mungkin belum dikasih aja, kamu jangan nangis lagi," bujuk Larasati membatu Laras untuk menghapus air matanya.

"Iya, Sayang, Mama sama Mama kamu bakal selalu support kamu, Sayang, jadi nggak papa kalau belum isi sekarang kan masih ada waktu lain." Elena juga ikutan membujuk mantu.

Anton, Andreas mendekat, dua laki-laki tampak bingung melihat istri mereka masing-masing sedang membujuk Laras yang terlihat sedang menangis, Andreas menatap istrinya.

Begitupun Anton menatap sang istrinya juga, dua wanita itu seperti orang yang sedang dituduh membuat Laras nangis. Sampai keduanya mengeleng tidak membenarkan isi pikiran suami masingmasing.

"Bukan Mama, Pa!" Larasati.

"Laras nangis sendiri!" Elena.

Dua wanita itu tampak tak ingin disalahkan, sebenarnya memang merekalah yang salah telah menyuruh Laras mencoba tespek tersebut, abisnya gimana lagi Laras seperti orang yang sedang mengandung saja makanya mereka berniat untuk memastikan.

Sampai Reno yang sedang lewat ingin mengambil minum melihat kerumunan di depan kamar mandi, dia jadi kepoan, saat langkah kakinya semakin mendekat Reno tanpa sengaja melihat sang istri tengah menangis membuat Reno segera berlari ke sana.

"Kalian apain istriku?" Ucapan Reno terdengar dingin.

Laras yang melihat sang suami langsung menghambur ke dalam pelukan Reno, Reno menyambut tubuh Laras dengan melenggangkan tangannya sampai akhirnya wanita itu masuk dalam dekapannya.

"Ini Mama minta Laras nyobain tespek, Mama pikir Laras itu hamil. Tapi, hasilnya negatif, itulah yang buat Laras nangis kejer begini," jelas Larasati pada mantunya.

Reno mengangguk paham, dia tak bisa menyalahkan mamanya, benar kata sang Mama kalau Laras akhir ini kelakuannya aneh, jadi pantas saja kalau Mamanya merasa curiga kalau Laras hamil.

Reno memberi isyarat lewat matanya, mereka yang memahami paham, Reno segera membawa Laras ke atas, menuju kamar mereka untuk menenangkan sang istri yang masih belum berhenti menangis, Laras jadi cengeng begini, apa dia mau pms?

Reno menurunkan Laras di tepian ranjang, namun tubuh Laras tak mau lepas dari pelukannya, terpaksalah dia yang duduk dan Laras yang duduk di pangkuannya, setelah duduk Reno menengadahkan kepala Laras agar menatap ke arahnya.

"Udah?" tanya Reno lembut.

Laras mengeleng, kembali menangis. Reno membiarkan saja sampai wanita itu puas untuk menangis. 20 menit akhirnya Laras tak menangis lagi, wanita itu mengusap-gusap hidung yang ada ingusnya.

Reno yang melihat tingkah mengemaskan dari sang istri langsung mencubit pipi Laras, membuat wanita itu meringis dan menatap Reno musuhan. Reno menagkup wajah sang istri, wajah Laras sangat pas dikedua genggaman tangannya, sungguh imut.

"Udah puas? Masih mau nangis lagi?" tawar Reno menatap setiap inci wajah sang istrinya.

Laras mengeleng. "Capek," cicitnya.

Reno langsung mengecup singkat bibir sang istri, tak tahan lagi dengan makluk di depannya sekarang, hal itu membuat Laras memukul bahunya. Bukanya kesakitan Reno malah tergelak akan sikap manja sang istri.

Melihat Reno yang malah tertawa, membuat Laras cemberut dan siap untuk menangis lagi. Entah kenapa dia suka bangat sekarang menangis, moodnya mudah bangat beruba, hal kecil saja bisa membuat dirinya menangis, dan detik itu pula dia juga bisa tertawa lepas hanya rayuan gombal receh dari Reno.

Reno memegang kedua tangan Laras yang ada di bahunya, menggenggam tangan itu penuh kasih sayang.

"Kamu nggak usah sedih, Mama nggak marah sama kamu, mungkin belum waktunya kamu hamil. Jadi kita harus sering-sering membuatnya biar jadi, Yang," ucap Reno asalan.

Membahas itu Laras kembali sedih, dia tahu bahwasanya kedua mamanya pasti pengen menimpa cucu dari mereka. Ini salah Reno, kenapa kecebong laki-laki itu belum tumbuh juga di rahimnya.

Bung!

Mengetahui fakta itu Laras memukul dada sang suami, membuat Reno mengangkat alisnya seperti bertanya. Padahal dia tak salah apa-apa kenapa Laras memukulnya?

"Ini salah A'a, kerena kualitas kecebong A'a rendah!" kata Laras menyalahkan Reno.

Reno langsung mengganga, bisa-bisa pemikiran begitu melintas di benak Laras, memang ajib sang istrinya ini. Reno tak marah, mungkin benar kecebong-nyalah yang kurang manjur.

"Iya, Sayang, mungkin kecebong A'a kurang tokcer." Reno ikut-ikutan mengatai dirinya sendiri.

Laras mengangguk-angguk setuju dengan perkataan Reno, dia tampak berpikir sekarang, seperti orang yang memiliki otak. Tiba-tiba wanita itu menjentikkan jarinya ke udara, Reno yang melihat itu hanya bisa menarik napas sabar.

Apa lagi sekarang?

"Gimana kalau Laras cari kecebong lain aja, A'a?" katanya tanpa memikirkan perasaan Reno sedikitpun.

Reno langsung menurunkan Laras dari pangkuannya, tiba-tiba laki-laki itu membuka buah baju paling atas dengan mata yang menatap tajam sang istri sekarang. Mudah sekali Laras berbicara begitu, tampaknya istrinya minta dihukum.

Setengah buah bajunya sudah terbuka, Laras meneguk ludahnya susah. Ini kalau punya mulut nggak pernah disekolahin kan asal gomong aja, lihat singa jantan sudah marah. Laras memundurkan tubuhnya saat laki-laki itu, Reno, sudah berhasil membuka seluruh buah bajunya.

Pyaar!

Reno melempar kemeja yang dia pakai ke lantai, lalu merangkak menaiki ranjang, menarik kaki Laras yang terus mundur, dan terus merangkak sampai di atas tubuh sang istri sekarang.

"Mau cari kecebong lain? Hem ... emang kamu berani?" Setelah mengatakan itu Reno menurunkan wajahnya agar wajahnya dan wajah Laras dekatan.

"Jangan macam-macam ya, A'a!" peringat Laras menahan tubuh laki-laki itu agar tak semakin menghimpit tubuh kecilnya.

Dan, detik berikutnya ....

Bersambung...

Suamiku Dosen KillerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang