[10] Tamu Pagi Hari

1.9K 39 0
                                    

"Yang, buka dong pintunya!" teriak Reno dari arah luar.

Begitu malang nasib Reno yang sekarang menyandarkan tubuh di depan pintu kamar mereka. Reno mengeruk berkali-kali tetap saja Laras tidak mau membuka pintu untuk suaminya ini.

Apa salah Reno? Padahal dia yang jadi korban mengapa dia yang kena imbasnya, tahu begitu Reno tidak akan menyahut Dewi tadi saat menyapa dirinya.

Image sebagai guru killer lenyap sudah hanya gara-gara istri nakalnya ini, Reno pastikan Laras akan menyesal telah membuat dirinya seperti sekarang. Seharusnya Reno sekarang sudah tidur lelap sambil memeluk Laras istrinya. Tapi, sekarang dirinya hanya berteman guling dan selimut di tangannya.

"Apa sih A'a! Ganggu banget!" Laras benar-benar tertawa dengan keras di dalam kamarnya, dirinya akhir bisa membuat suaminya Reno bertekuk lutut terhadap ia.
Laras membenamkan kepala ke bantal hello Kitty pemberian Reno, saking tidak lagi bisa menahan tawa bantal hello Kitty tersebut sebagai pelampiasan Laras.

'lni belum seberapa A'a.'

Reno memeluk guling di tangannya, sambil menatap nanar pintu kamar. Lagi-lagi Reno mengetuk pintu.

Tok!  Tok!

"Yang kamu nggak kasihan apa sama suami kamu ini?"

"Lihat Ayang badan aku udah penuh bintik-bintik merah! Nyamuknya nakal, Yang."

Laras yang mendengar rengekan Reno hanya bisa menahan tawa, suaminya itu benar-benar amazing. Di sekolah berperilaku sebagai dosen killer yang di takuti, waktu dirumah mirip kucing takut sama air.

Laras suka kedua sifat Reno, dingin saat di sekolah dan manja saat dirumah. Alasannya dengan sikap dingin Reno di kampus tidak akan ada yang mau mendekati suaminya, walau tidak semua.

Laras menyalakan musik sekencang-kencang membuat suara teriakan Reno terendam.

"Yanggg, badan aku benar merah-merah ni! Gimana besok aku kampus ya? Nggak mungkinlah begini! Mau di letakan dimana muka aku, Yang!" teriak Reno mulai kesal, suara musik yang kencang membuat teriakan Reno terendam.

"YAN—"

Brak!
"Apa lagi sih A'a? Udah jangan lebay, sana pergi tidur de A'a."

Reno menatap tidak percaya wanita yang sekarang ada di depannya ini, Laras keluar dengan membanting pintu membuat dirinya ambruk ke lantai. Laras berdiri menjulang dihadapan Reno dengan tangan yang berdecak di pinggang.

Berk!

Setelah mengatakan itu Laras kembali menutup pintu dengan sedikit bantingan yang dia berikan.

"Astagfirullah! Istri aku kayak preman!"
Reno mengusap-usap dadanya sabar menghadapi tingkah Laras, yang waras harus mengalah.

"YAUDAH YANG KALAU ITU YANG KAMU MAU! AWAS AJA KAMU MINTA JATAH NANTI SAMA AKU, AYANG! NGGAK BAKAL AKU KASIH!" teriak Reno seperti orang kehilangan akal sehat.

Laras yang berada di dalam tertawa terbahak-bahak, sampai-sampai memegangi perutnya sendiri. Apa yang suaminya itu katakan? Tidak akan memberi jatah padanya bukan? Apa itu nggak terbaik? Reno memang minta diimunisasi.

Reno pasrah, berjalan kearah sofa. Lalu menidurkan tubuhnya untuk istirahat melepas lelah.

Mereka terlelap dengan mimpi masing-masing, Laras yang bermimpi indah, Reno yang bermimpi di temanin nyamuk-nyamuk.
Pagi.

Tok!  Tok! Tok!

Laras yang terusik kerena ketukan pintu, terbangun dari tidurnya, membangunkan tubuh untuk duduk.

"Siapa sih pagi-pagi sudah bikin orang emosi aja!" kesal Laras.

Tok!  Tokk!

"SABAR NAPA!"

Mood pagi Laras terusik, bakal ada yang akan menjadi korbannya! Yang jelas orang yang sudah berani membuat mood Laras rusak sepagi ini. Laras mencebol rambutnya asal-asalan. Keluar dengan muka bantalnya.

'Kasihan juga,' batin Laras merasa iba saat menatap Reno.

Laras berjalan melewati Reno yang berada di sofa, suaminya tidur dengan posisi telungkup membuat dirinya hanya bisa menatap punggung lebar Reno.

Clek!

"Reno!" teriak seseorang yang langsung menghambur masuk ke dalam rumah, membuat Laras harus memundurkan tubuhnya sedikit kebelakang.

Dewi, orang itu Dewi. Wanita yang kemarin menjadi penyebab kekesalannya, Dewi dengan tidak sopan'nya masuk menyelonong melewati Laras.

Laras menatap wanita yang sedang celingak-celinguk mencari sesuatu yang Laras tahu itu Reno. Laras menatap dengan aura gelapnya.

"RENO!" teriak Dewi kencang, yang mampu membangunkan Reno.
Reno menguap selebar-lebarnya, duduk dengan nyaman yang masih ada di dalam mimpinya.

Reno berjalan ke asal suara yang memanggil dirinya, mendapatkan Laras dan Dewi. Dewi yang sedang berjalan ke sana ke sini, sedangkan Laras hanya berdiri diambang pintunya.

Reno menatap binggung keduanya, kenapa Dewi tahu rumahnya?

"Ren! Aku mau bicara penting sama kamu," ucap Dewi sembari mendekati Reno.

Sayangnya kalah cepat dengan Laras, wanita itu sudah menggelayut di lengan kekar Reno. Menatap Reno dengan mata tajamnya, Reno yang paham suasana bahaya pamitan untuk mandi.

"Dew, gue mandi bentarnya! Bicaranya nanti saja ya?" ucap Reno segera ngacir ke kamarnya.

"Tapi—"
"Yaudah, Tan. Tante pulang aja dulu," usir Laras lembut namun terkesan kasar.

"Tap—"

"Udah lah, Tan. Sana pulang dulu! Daddy harus kerja." Laras mendorong tubuh Dewi dari dalam rumahnya.

Dewi Hany bisa pasrah di dorong Laras. Dia harus bersikap manis di depan anak Reno, supaya bisa mengambil hati Reno.

"Baik lah anak manis," puji Dewi sambil mencubit pelan pipi Laras.

Setelah itu Dewi pergi meninggalkan rumah mereka. Laras bernapas lega.
Berhubung hari ini Laras libur, wanita itu lebih memilih untuk tidur. Laras berjalan kearah kamarnya menidurkan tubuhnya.

Dree ... dree ... dreee ....

[ Hallo!] Panggil seseorang dari sebrang sana.

[Iye, ada apa?] Tanda Laras langsung.

Terdengar cekikikan dari sebrang sana, mungkin menertawakan Laras.

[Gue ada info buat lo,] ucap seseorang disebrang sana dengan semangat.
Laras kelihatan tidak semangat.

[Ape?] tanya Laras kurang tertarik.
Rani di sebrang sana mengerutkan dahinya binggung mungkin.

[Pak Reno sama dosen lainnya mau pergi berkunjung nanti!] ucap Rani antusias.

[Oh.]

[Lo, kok gitu kali Ras. Biasanya semangat kalau tentang Pak Reno?]

[Terus?]

[Yaudah kalau lo nyerah gue yang berjuang!] ucap Reni di sebrang sana.

[Lo mau gue bikin jadi tambah kurus?] ucap Laras tajam.

[Hehehe, nggak-ngak bos ku.]

[Mending lu sama Vano aja, gue tahu lo udah lama kan suka sama Vano?] tanya Laras mengejek Rani.

[Apaan sih lu, Ras!] Kesal Rani.

[Cie, cie, ngaku aja kali Ran.]

[Dah lah! Lu ngeselin!]

Tut ... tut ... tutt ....
Panggilan diputus Rani, Laras tertawa dengan tingkah sahabatnya ya itu. Cinta namun gengsinya besar.

Bersambung..

Suamiku Dosen KillerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang