[81] Esra part [I]

1.1K 10 0
                                    

"Sayang aku datang lagi," bilang seorang laki-laki berjongkok di depan kuburan baru itu.

10 hari setelah setelah sadarnya Reno dari koma, 5 hari dalam pemulihan, dan 7 hari yang ia habisan hanya meratapi kepergian sang kekasih. Bahkan tanah kuburan milik sang kekasih hati masih terlihat basa, sama seperti luka dihatinya yang menggaga lebar, tak sanggup Reno tutup.

Reno meletakan bunga yang ia beli di atas kuburan milik sang kekasih.

"Maaf, kamu pasti bosan lihat wajah aku terus ya, 'kan Yang? Hehe ... maaf lagi, kerena aku terlalu kangen sama kamu sehingga menganggu kamu istirahat!" Reno kembali berucap.

Selepas bangun dari koma orang yang pertama Reno sebut adalah Laras, selepas bangun dari koma orang yang Reno cari adalah Laras. Namun, nyatanya wanita itu tak pernah menampakkan diri barang sebentar.

Ah, dia lupa istrinya kan sedang hamil mungkin saja dia berada di ruangannya bersama bayi mereka. Waktu itu, itulah yang ada dalam benak Reno, tak ada pikiran buruk.

Reno sangat penasaran bayi apa yang Laras lahirkan, apakah seorang boy atau girl, Reno sungguh tak sabar untuk melihat, dengan tekat yang kuat dia akan sembuh dan segera bertemu sang anak dan istrinya. Dan, kondisinya benar-benar berangsur membaik waktu itu.

Namun, harapan hilang. Paskah dirinya benar-benar pulih, kemudian mendapatkan kabar kematian sang istri dari mamanya membuat Reno terpukul bukan main, semenjak itu dunia terasa gelap baginya.

Hidup tanpa Laras bagaikan tubuh tanpa jiwa, yang dia lakukan hanya termenung di kamar, terus menangisi sang istri di makanya.

"Aku bawain kamu bunga, maaf baru bisa kasih sekarang." Reno memedung air mata yang akan keluar.

Selama pernikahan mereka Reno sekalipun tidak pernah membelikan Laras bunga, menurutnya dengan kasih sayang yang dia berikan hal semacam itu tak diperlukan lagi. Tapi sekarang dia menyesal tak pernah melakukan itu, kalau bisa meminta bolehkah Tuhan memutar ulang waktu untuknya?

"Kamu pasti sedang marah sama aku sekarang, kan? Suamimu ini memang tidak peka! Ayok omilin dong Ayang, kamu bebas berucap semau mu, A'a janji nggak bakal marah!" tantang Reno sudah mulai ngaur.

"Nggak asik ah, istri A'a cemen."

Larasati dan Elena yang melihat dari kejauhan saling berpelukan, mereka juga merasakan kehilangan. Mereka tak pernah berpikir Laras akan meninggalkan mereka secepat ini.

Hari yang seharunya bahagia malah hari kemalangan buat keluarga mereka, seharusnya sekarang mereka berkumpul sambil melihat bayi yang Laras lahirnya.

"Aku nggak kuat lagi, Jeng!" Elena dengan wajah menangis mengurai pelukan mereka, lalu menuju mobil.

Sesampainya di sana tangis Elena pecah, sedangkan Larasati datang mendekati Reno, kemudian menepuk pundak mantunya itu pelan.

"Ren, mari kita pulang, ya! Lihat hari sudah hampir malam, tubuh kamu juga butuh istirahat, " ajak Larasati selembut mungkin.

Tak ada jawaban, Reno masih setia memeluk nisan sang istri. Detik berikutnya terdengar isakan dari tubuh besar itu, Reno menangis? Larasati tak pernah melihat mantunya menangis, wajah yang selalu Reno berikan selalu saja datar.

"Akh!" Tiba-tiba Reno meringis saat merasa kepalanya sakit tiba-tiba.

Larasati yang berada di belakangnya panik dibuat Reno, Larasati berjongkok mengikuti Reno.

"Kamu kenapa, Ren? Kepala kamu sakit lagi?" tanya Larasati.

Lagi, ya memang benar-benar semenjak selesai operasi dan sembuh beberapa kali kepala Reno terasa sakit, sakit seperti ditusuk pisau. Ditambah mendapatkan kabar kematian sang istri membuat sakit kepalanya semakin menjadi-jadi.

Larasati membantu Reno berdiri, meskipun laki-laki itu tampak tak ingin meninggalkan makan sang istri. Kerena Larasati yang terus menarik tubuhnya mengikuti, tubuhnya sudah seperti kapas ringan yang mudah ditarik kemanapun dibawah.

Larasati membawa Laras ke dalam mobil, saat Elena melihat Reno dipapah Larasati Elena turun untuk membantu, membuka pintu mobil. Memasukan Reno di tempat duduk penumpang, sedangkan Larasati menyetir untuk mereka.

"Kita ke rumah sakit terdekat, Jeng!" Elena meminta pada Larasati.

"Nggak, bawah aku kembali ke rumah!" Reno menolak.

"Tapi kamu sakit, Sayang, kamu butuh perawatan." Elena masih bersikukuh untuk membawa Reno kerumah sakit.

Larasati sudah menjalankan mobilnya, keluar dari area makam.

"Mereka tak akan bisa menyembuhkan hati ku yang udah mati ini, Ma! Jadi tolong bawah Reno pulang saja," ucap Reno tak mau kerumah sakit.

Akhirnya Elena mengalah, dia meminta kepada Larasati untuk membawa mereka pulang ke rumah. Namun, saat Reno sadar ini bukan jalan kerumahnya dia kembali berucap.

"Rumah Reno, Ma!" perintah Reno pada Larasati.

Larasati hanya bisa menurut, percuma berdebat dengan orang yang sedang kacau. Selama tujuh hari ini Larasati dan Elena terus menerus mengawasi Reno, takut laki-laki itu berbuat nekad nantinya.

25 menit akhirnya sampai juga di depan rumah Reno, Reno bangun dari pangkuan sang Mama. Tanpa berkata memasuki rumah dengan langkah sempoyong, dan memegangi kepalanya, menuju kamar dirinya dan Laras sang istri.

Larasati dan Elena mengikuti dengan berjalan cepat di belakang Reno.

"Pelan-pelan, nanti kamu jatuh!" Elena dan Larasati membatu Reno berjalan, akan tetapi Reno tepis.

"Aku bisa sendiri! Sebaiknya kalian pulang saja, aku baik-baik saja," usir Reno pada Larasati dan Elena.

Namun, kedua wanita ini tak mendengarkan ucapannya, membuat Reno berbalik dengan wajah marah.

"Pulang!" bentak Reno, mampu membuat langkah Larasati dan Elena terhenti di tempat.

"Tap-"

"Aku bilang pulang! Ya, pulang!" Reno tampak marah besar, kemudian mendorong Larasati dan Elena keluar dari dalam rumahnya.

"Ren ...."

Brak!

Reno menutup pintu dengan keras, setelah mengusir mamanya serta Mama mertuanya, Reno kembali melangkah menuju kamar.

Brung!

Tubuhnya menghantam tangga, Reno kembali bangkit dan melanjutkan melangkah menuju kamar.

"Yang, A'a pulang!"

Bersambung..

Suamiku Dosen KillerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang