[52] Sindiran

637 20 4
                                    

Tin!

Saat akan pergi ke jalan besar tiba-tiba mobil hitam berhenti tepat di depan Laras, kaca mobil terbuka dan terlihat di dalam sana nongol Alvin bersama Azka, Laras mendekati mobil tersebut dengan langkah pelan. Setelah sampai tiba-tiba saja Azka menjulurkan kepalanya keluar yang hampir membuat Laras kaget.

"Pagi cantik," sapa Azka tak lupa dengan senyum manis.

"Ada apa? Kenapa kalian ke rumahku?" Bukanya menjawab, Laras malah menodongkan pertannyaan pada Azka.

Azka malah terkekeh mendengar jawaban terkesan ketus dari Laras, dia sengaja datang pagi-pagi begini untuk memastikan kalau wanita itu baik-baik saja, sebab telponnya yang dimatikan secara sepihak membuat Azka kuatir hal buruk terjadi.

Bahkan Azka bela-belain datang pagi-pagi ke rumah Alvin, dan  menganggu tidur cowok itu hanya untuk mengajak ke rumah Laras. Sengaja Azka membawa Alvin sebagai alasan, tak mungkin dia datang sendiri dengan bodohnya. Cukup kemarin saja dia terlihat bodoh di dapan Laras.

"Tentu saja menjemput sang bidadari di depan mataku, apalagi hal penting selain itu," ucapnya lagi dengan disertai gombalan mau di akhir ucapannya. Sampai-sampai Alvin yang berada di samping ingin rasanya mencekik leher Azka.

Bayangkan saja sedang enak-enak tidur tiba-tiba pintu kamar digedor-gedor dari luar, untung saja sang istri sudah bangun kalau tidak sudah habis lah Azka saat itu juga. Istrinya juga kenapa membiarkan cucuguk ini masuk ke dalam rumah, kenapa nggak suruh pulang aja coba?

Mungkin ini cobaan kerena terlalu baik, makanya Tuhan turunkan Azka untuk menguji kesabarannya setiap hari. Ada-ada aja tingkah laki-laki itu yang mampu membuat Alvin marah. Namun begitu, tidak bisa dipungkiri kalau Azka salah satu sahabatnya yang setia. Maksudnya setia minta makan setiap pagi ke rumahnya.

"Nggak ada lagi yang ketingalan kan, Mas?" tanya Natalia sambil memberikan tas kerja Reno, mereka berada di depan pintu sekarang. Cukup jauh dari Laras.

Laras yang masih bisa mendengar suara cempreng sang pelakor tanpa pikir panjang langsung masuk lewat pintu belakang, kerena tak mungkin dia duduk di samping Azka, disitu ada Alvin. Setelah masuk ke dalam Laras cepat-cepat menutup pintu, tak ingin melihat adekan yang memuakan tersebut.

"Itu siapa?" tanya Azka yang kepo.

Wajah Laras langsung murung mendengar pertanyaannya dari Azka. Hal itu tak luput dari pandangan Alvin, dengan geram dia menyikut perut Azka sampai membuat laki-laki tersebut meringis memegangi perutnya yang roti sobek-sobek.

"Udah, jangan banyak tanya! Cepatan jalan. Nanti Adek gue bisa telat kalau lu masih saja berbicara!" perintah Alvin melihat Laras dari kaca di atas kepalanya.

"Salah gue apa coba, Vin! Lu mah suka bangat nyiksa gue," keluhannya sembari menjalankan mobil.

"Salah lu bikin pagi gue terganggu, sama telinga gue panas," katanya dengan nada tajam, setajam silet. Reaksi dari Azka langsung memegangi dadanya merasa tersakiti.

Asik ribut berdua, Laras di belakang hanya diam sambil menunduk kepala. Alvin yang melihat merasa perihatin, dia ingin menghibur. Tapi, kenapa harus ada cucugut satu ini di sini, menganggu saja!

Selama perjalanan Laras hanya diam menyaksikan adu bacot kedua laki-laki di depannya. Bahkan Laras beberapa kali menarik napas dalam-dalam dan membuangnya begitu kasar, ingin tenang. Tapi barang sedikit saja dia tak bisa merasa tenang.

35 menit akhirnya sampai juga, Laras keluar dari dalam mobil. Hendak langsung melangkah, namun terhenti kerena himbauan Azka yang terlampau keras. Terpaksalah Laras berbalik dengan muka masam.

"Cemberut aja sih cantik, senyum dong! Atau mau A'a Azka antar masuk?"

Bunhg!

Niat ingin menggoda malah dapat hantaman tangan dari Alvin dari belakang mengenai bahunya, membuat Azka meringis. Laki-laki itu berbalik dengan wajah protes pada Alvin yang seenaknya aja.

"Salah gue apa lagi sih, Vin?" marah Azka dengan wajah bersungut-sungut. "Perasaan dari tadi lu nyiksa gue, lu punya dendam pribadi sama gue?!" tanyanya mengebu-gebu.

Plak!

Alvin langsung menampar bibir Azka, dengan kasar ia menghapus air liur Azka yang mengenai wajah tampannya, untung saja tak berbau. Kalau iya bisa-bisa Alvin pingsan.

"Jauh-jauh dikit, ludahlu muncrat-muncrat," usir Alvin mengibar-ngibarkan tangannya pada Azka.

Lagi-lagi Laras hanya menjadi saksi perdebatan dua laki-laki tersebut, memang mempunyai Kakak dan satu laki-laki yang nggak dikenal sangatlah mengsetreskan.

"Kenapa belum masuk? Nggak lihat jam pelajaran udah dimulai?!" bilang seseorang yang lewat tiba-tiba.

Reno, setelah mengatakan itu kembali melangkah. Namun, dia kembali berhenti setelah melangkahkan kakinya sekali.

"Telat jam pelajaran saya silakan keluar!" katanya lagi setelahnya baru pergi dari sana.

Laras hanya menanggapi itu dengan telinga tertutup, malas sekali bertemu dengan Reno lagi. Ini gara-gara laki itu tak masuk beberapa hari dan Dosen penggantinya juga nggak jelas, terpaksa Reno kembali mengulang.

Azka dan Alvin yang melihat interaksi itu malah termenung, sampai akhirnya Azka membuka suara.

"Kok mereka kayak orang nggak kenal, padahal satu rumah!" ujar Azka tiba-tiba, membuat Alvin menatap.

"Lu kalau lagi sama Laras, jangan pernah bahas-bahas atau tanya-tanya mengenai laki-laki itu!" peringat Alvin supaya Azka tak salah memilih langkah.

Azka tampak bingung, "Kenapa? Emang dia siapanya Laras?! Apa dia bikin masalah sama Laras?" Azka malah melancarkan pertanyaan bertubi-tubi.

Alvin menarik napas, hirup, buang, hirup, buang. Dengan tekat kuat dan suara lantang, Alvin menarik Azka agar mendekat, kemudian membuka suara emasnya.

"ITU LAKINYA!" teriak Alvin tepat di depan telingah Azka.

Membuat Azka secepat kilat langsung  memundurkan tubuh dari Alvin dan mengusap-usap telinga yang Alvin teriakin. Sura temanya ini benar-benar hendak menembus gendang telinganya.

Kembali lagi pada Laras, wanita itu sudah duduk rapi di bangkunya. Selang beberapa menit datanglah Reno sambil membawa buku besar di tangan kanannya.

"Baik anak-anak, kita akan melanjutkan pelajaran kemarin. Tapi, sebelum lanjut Bapak ingin mengingatkan pada kalian semua, bawasanya di kampus ini dilarang pacaran ... jadi Bapak harap kalian tahan dulu, setelah pulang dari kampus kalian bisa bebas pacaran sesuka kalian!" ucapnya begitu lantang.

"Dan, bagi kalian semua kalau sudah waktunya masuk kelas langsung masuk jangan mojok, Bapak ingatin sekali lagi jangan pacaran di kampus, dan kalau sudah masuk jam pelajaran segera berada di kalas, mengerti?!"

Semuanya kompak menjawab, lain dengan Laras yang merasa kalau semua kata-kata yang Reno ucapakan itu dilontarkan padanya. Padahal dia tidak pacaran, ataupun mojok. Kalau masalah Laras yang santai-santai tadi dia mengakui, tapi ... akh! Sudahlah.

Laras tak ingin berdebat dengan Reno, apalagi ini lingkungan sekolah sudah pasti dirinya bakal kalah.

Bersambung...

Suamiku Dosen KillerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang