Setelah resmi pacaran, hubungan Leony dan Erlin memang terasa berbeda. Kehangatan dan kenyamanan yang mereka rasakan saat berdua semakin nyata, tetapi di sekolah, situasi menjadi sedikit lebih rumit. Bukan karena mereka bermasalah, tapi lebih karena perubahan yang mulai terjadi pada cara mereka bersikap di depan teman-teman.
Pagi itu, Leony tiba di sekolah dengan sepeda motornya seperti biasa. Hanya saja, kali ini ada sesuatu yang beda—perasaan hangat yang selalu muncul saat dia membayangkan bertemu Erlin. Saat masuk ke gerbang sekolah, matanya langsung mencari sosok yang dia tunggu-tunggu. Erlin.
Erlin sendiri tampak sedang berjalan bersama teman-temannya, Aira dan Rina. Mereka tertawa, mungkin membicarakan hal-hal biasa yang sering dibahas oleh anak kelas 10. Erlin tersenyum kecil saat matanya bertemu dengan pandangan Leony, tapi langsung menunduk dan berusaha bersikap biasa saja. Leony mengerti. Mereka sepakat untuk tidak terlalu menunjukkan kedekatan mereka di depan umum, setidaknya untuk sementara waktu.
Namun, meski begitu, perasaan mereka tidak bisa disembunyikan sepenuhnya. Teman-teman mereka mulai merasakan ada sesuatu yang berubah, meski Leony dan Erlin berusaha menjaga jarak di depan umum.
Di dalam kelas, Maya dan Dito langsung menghampiri Leony saat ia duduk di bangkunya. "Lo kek ada yang beda deh, Nyet," kata Maya sambil tersenyum menggoda.
Leony mengerutkan kening, berusaha pura-pura bingung. "Diferensial atau apa maksud lo?"
Dito tertawa pelan mendengar jawaban Leony. "Yakin nih, nggak ada apa-apa? Lo nggak bisa bohong sama kita."
Leony hanya mengangkat bahu, mencoba bersikap santai. "Santai aja, nggak ada apa-apa kok."
Maya memicingkan mata, masih dengan senyumnya yang penuh arti. "Nggak ada apa-apa apanya, Nyet? Gue liat lo akhir-akhir ini sering banget liatin Erlin. Jangan-jangan kalian..."
Leony menoleh cepat ke arah Maya. "Heh, pelan-pelan ngomongnya," ujarnya sambil melirik ke sekeliling, takut ada yang dengar. Dia mendekatkan suaranya ke Maya dan Dito. "Oke, fine, kita pacaran. Tapi tolong jangan dibesar-besarin, ya."
Dito tertawa pelan sambil menepuk pundak Leony. "Santai, Nyet. Kita nggak bakal nyebar-nyebarin kok. Gue malah salut sama lo."
Maya juga tersenyum lebar. "Gue turut bahagia buat lo, Nyet. Erlin anak yang baik. Gue yakin dia bakal bikin lo bahagia."
Leony hanya tersenyum, merasa lega setidaknya Maya dan Dito bisa menerima hubungan mereka tanpa masalah.
Sementara itu, di kelas 10, Erlin juga tak lepas dari godaan teman-temannya. Aira dan Rina duduk di sampingnya, sambil sesekali melirik ke arah Leony yang terlihat lewat di luar kelas mereka.
"Lin, lo beneran sama Kak Leony?" tanya Aira dengan suara pelan namun penuh rasa penasaran.
Erlin hanya bisa tersenyum kecil, tak bisa menyembunyikan rasa malunya. "Iya, kita udah pacaran."
Rina langsung tersenyum lebar. "Wah, gue sih nggak heran. Kak Leony tuh keren, Lin. Kalian cocok banget."
Aira mengangguk setuju. "Iya, gue juga seneng ngeliat kalian. Tapi lo nggak takut hubungan ini bakal bikin lo jadi pusat perhatian, Lin?"
Erlin menghela napas pelan. "Jujur, aku sedikit takut. Tapi Kak Leony selalu bilang kita bakal baik-baik aja, jadi aku percaya sama dia."
Aira dan Rina hanya tersenyum penuh pengertian. Mereka tahu, hubungan antara senior dan junior bisa jadi sulit, apalagi dengan perbedaan usia mereka yang cukup jauh. Tapi melihat keseriusan Erlin, mereka yakin Erlin dan Leony bisa menghadapi semua tantangan itu.
***
Meski mereka berusaha menjaga jarak di sekolah, teman-teman dekat mereka tetap bisa merasakan perbedaan sikap Leony dan Erlin. Leony yang biasanya dingin dan tidak terlalu peduli pada hal-hal kecil, kini terlihat lebih perhatian. Kadang-kadang dia tak sengaja mencuri pandang ke arah Erlin saat mereka berpapasan di koridor, dan Erlin yang biasanya pemalu, kini tampak lebih percaya diri saat berada di sekitar Leony.
Namun, dengan semua perhatian yang mulai muncul dari teman-teman mereka, Leony dan Erlin harus lebih hati-hati dalam menjaga hubungan mereka agar tidak menjadi bahan gosip di sekolah. Mereka sepakat untuk tidak terlalu sering terlihat bersama, terutama saat jam pelajaran atau di depan guru. Meski begitu, di luar sekolah, mereka tetap bisa bebas mengekspresikan perasaan mereka tanpa takut akan pandangan orang lain.
Suatu siang, saat jam istirahat, Leony mendekati Erlin yang sedang duduk di bangku taman sekolah, di bawah pohon rindang. Tidak banyak yang tahu kalau tempat itu adalah tempat favorit Erlin untuk menyendiri. Leony duduk di sampingnya, menjaga jarak agar tidak menarik perhatian.
"Gimana hari ini?" tanya Leony pelan.
Erlin tersenyum kecil. "Biasa aja, tapi... aku mulai ngerasa sedikit canggung sama teman-teman, Kak."
Leony mengangguk paham. "Aku juga, tapi kita harus tetap tenang. Selama kita nggak terlalu mencolok, semuanya bakal baik-baik aja."
Erlin mengangguk, meski hatinya masih sedikit khawatir. "Kak, kamu yakin kita bisa ngejalanin ini di sekolah tanpa ada masalah?"
Leony tersenyum menenangkan. "Kita udah sampai sejauh ini, Lin. Selama kita percaya sama satu sama lain, kita pasti bisa. Percaya deh, aku nggak bakal ninggalin kamu."
Erlin menatap Leony dengan mata yang berbinar, perasaan hangat mengalir di dadanya. Meski ada banyak rintangan yang mungkin akan mereka hadapi, Erlin tahu satu hal yang pasti—dia tidak sendirian. Bersama Leony, dia merasa bisa menghadapi apapun.
Dan meski kehidupan sekolah mereka berubah karena hubungan ini, mereka berdua siap untuk terus melangkah, apa pun yang terjadi di depan.
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
TERPESONA (GXG)
FanfictionDi tengah hiruk-pikuk Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) yang penuh dengan kegembiraan dan kebisingan, Leony, ketua OSIS kelas XII yang terkenal pintar tapi sangat cuek, merasakan sesuatu yang berbeda ketika bertemu dengan Erlin, siswa baru k...