Di tengah hari yang cerah, Leony duduk sendirian di ruang kelas yang kosong. Pintu kelas sudah tertutup rapat dan suasana tenang. Sementara teman-temannya sudah pulang, Leony masih berada di situ, tenggelam dalam pikirannya sendiri.
Satu tangan menopang dagu, sementara matanya terpaku pada jendela yang menghadap ke luar. Dia merasa seperti ada sesuatu yang terus mengganggu pikirannya. Hubungan dengan Erlin memang penuh warna dan kebahagiaan, tapi di balik semua itu, ada perasaan yang membuatnya merasa tidak nyaman.
Leony menghela napas panjang. "Kenapa sih rasanya kayak ada yang kurang?" gumamnya pada diri sendiri. "Aku udah bilang ke Erlin kalau aku sayang dia. Tapi kenapa rasanya masih ada yang ngganjel?"
Beberapa minggu terakhir, Leony merasakan pergeseran dalam perasaannya sendiri. Rasa bahagia saat bersama Erlin memang ada, tapi dia juga mulai merasakan ketidakpastian dan kebingungan. Apakah ini hanya fase awal dalam hubungan, atau ada masalah yang lebih dalam yang perlu dia selesaikan?
Maya, yang baru saja kembali ke ruang kelas untuk mengambil beberapa buku, melihat Leony yang tampak tertekan. "Nyet, lo oke?" tanya Maya sambil mendekat.
Leony tersentak dari lamunannya dan berusaha tersenyum. "Iya, May. Cuma mikir-mikir aja."
Maya duduk di sebelahnya, menatap Leony dengan penasaran. "Mikirin apa? Ada yang bikin lo stress?"
Leony menggeleng pelan. "Gak apa-apa. Cuma... gue mikirin hubungan gue sama Erlin. Rasanya kok ada yang nggak beres."
Maya mengerutkan dahi. "Maksud lo gimana? Bukannya lo sama Erlin baik-baik aja?"
Leony menghela napas. "Iya sih, kita baik-baik aja. Cuma... gue ngerasa kayaknya gue belum sepenuhnya siap. Kadang gue merasa gue terlalu banyak memikirkan apa yang orang lain pikirkan, padahal seharusnya gue fokus sama Erlin."
Maya mengangguk, mencoba memahami perasaan Leony. "Lo khawatir tentang apa, Nyet? Tentang pandangan orang lain atau tentang perasaan lo sendiri?"
Leony menatap Maya dengan tatapan penuh kebingungan. "Keduanya, mungkin. Gue ngerasa kayak gue harus terus-menerus menjaga jarak supaya orang lain nggak ngomongin kita. Dan di saat yang sama, gue juga bingung tentang perasaan gue sendiri. Apakah ini cuma perasaan sementara atau gue beneran serius?"
Maya berpikir sejenak sebelum berbicara. "Mungkin lo butuh waktu buat merenung, Nyet. Coba lo pikirkan lagi tentang apa yang sebenarnya lo inginkan dari hubungan ini dan bagaimana lo bisa merespons perasaan lo. Kadang-kadang, kita butuh waktu sendiri buat ngerti apa yang bener-bener kita rasakan."
Leony mengangguk, merasa sedikit lebih tenang setelah mendengar saran dari Maya. "Thanks, May. Gue akan coba pikirkan lagi."
Saat Maya berdiri untuk pergi, dia menambahkan, "Inget, Nyet, lo gak sendiri. Kalo lo butuh ngobrol atau butuh bantuan, gue ada di sini buat lo."
Leony tersenyum, merasa sedikit lebih ringan setelah berbicara dengan Maya. Dia memutuskan untuk memberi dirinya waktu untuk merenung dan mencoba memahami perasaannya dengan lebih baik.
Sementara itu, Leony dan Erlin tetap menjalani hari-hari mereka seperti biasa. Mereka terus berbagi momen-momen indah dan dukungan satu sama lain. Namun, Leony tidak bisa sepenuhnya menghilangkan perasaan tidak nyaman yang menghantui pikirannya.
Dengan perlahan, Leony mulai menyadari bahwa dia perlu lebih jujur dengan dirinya sendiri tentang apa yang dia rasakan. Hanya dengan menghadapi konflik internal ini, dia mungkin bisa menemukan solusi dan melanjutkan hubungan mereka dengan lebih baik.
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
TERPESONA (GXG)
FanfictionDi tengah hiruk-pikuk Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) yang penuh dengan kegembiraan dan kebisingan, Leony, ketua OSIS kelas XII yang terkenal pintar tapi sangat cuek, merasakan sesuatu yang berbeda ketika bertemu dengan Erlin, siswa baru k...