Keesokan harinya, Leony memutuskan untuk mengambil langkah tegas. Dia tahu bahwa mereka perlu berbicara secara serius untuk menyelesaikan krisis dalam hubungan mereka. Setelah berunding dengan dirinya sendiri, Leony memutuskan untuk menemui Erlin di kelasnya.
Ketika bel istirahat berbunyi, Leony langsung menuju kelas Erlin. Dia melihat Erlin berdiri di dekat pintu keluar, terlihat sedang berbicara dengan Aira dan Rina.
“Dek, bisa bicara sebentar?” tanya Leony dengan nada lembut namun tegas.
Erlin menoleh, terkejut melihat Leony di depan pintu kelas. “Oh, Kak Leony. Ada apa?”
Leony berusaha tersenyum meskipun hatinya masih terasa berat. “Aku mau ngajak kamu ke rumahku. Kita butuh ngobrol serius.”
Erlin menatap Leony dengan tatapan campur aduk. “Ke rumah Kakak? Kenapa?”
“Ibu sama Rian lagi pergi, jadi rumah kosong. Aku pikir kita bisa bicara di sana tanpa gangguan,” jelas Leony.
Erlin menghela napas, tampak berpikir sejenak sebelum akhirnya mengangguk. “Oke, aku ikut.”
Mereka berdua berangkat menuju rumah Leony dengan sepeda motor. Di sepanjang perjalanan, suasana di antara mereka terasa canggung, namun Leony tetap berusaha menjaga suasana tetap tenang.
Setibanya di rumah, Leony membuka pintu dan mengajak Erlin masuk. Rumah Leony tampak sepi dan tenang. Leony mempersilakan Erlin duduk di ruang tamu sementara dia menyiapkan minuman.
Setelah beberapa menit, Leony kembali ke ruang tamu dengan dua gelas jus. Dia duduk di sebelah Erlin dan memulai percakapan.
“Jadi, Dek, kita harus ngomongin ini. Aku tahu semuanya terasa berat, dan aku bener-bener minta maaf kalau aku juga bikin kamu merasa tertekan,” kata Leony dengan nada serius.
Erlin memandang Leony dengan mata lembut. “Aku juga minta maaf, Kak. Aku terlalu banyak berpikir dan membiarkan tekanan dari luar mempengaruhi kita. Aku tahu kita berdua sebenarnya bisa menghadapi ini bersama.”
Leony mengangguk. “Aku juga yakin gitu. Aku sayang sama kamu, dan aku nggak mau kehilangan kamu. Tapi kita harus bener-bener berusaha dan nggak menyerah hanya karena masalah yang kita hadapi.”
Erlin menggenggam tangan Leony, mencoba mencari kekuatan dalam sentuhan itu. “Aku juga sayang sama Kakak. Aku mau kita sama-sama menghadapi semua ini. Aku percaya kita bisa kuat.”
Leony menatap Erlin dengan penuh kehangatan, dan tanpa sadar, dia mendekat. Perlahan, mereka saling mendekatkan wajah, dan akhirnya, bibir mereka bertemu dalam sebuah ciuman lembut. Ciuman itu penuh dengan rasa sayang dan pengertian, mengungkapkan semua perasaan yang sulit diungkapkan dengan kata-kata.
Ketika mereka akhirnya memisahkan diri, mereka saling tersenyum, merasakan kedekatan yang mendalam setelah momen itu. Leony merasakan beban emosional yang sedikit terangkat, dan Erlin tampak lebih tenang dan percaya diri.
“Kalau ada masalah atau sesuatu yang bikin kamu stres, jangan ragu buat ngomong sama aku, ya. Kita harus selalu bisa saling dukung,” kata Leony dengan tulus.
Erlin mengangguk, matanya berbinar. “Aku janji, Kak. Aku akan selalu terbuka sama Kakak. Kita bisa melewati semua ini bareng-bareng.”
Dengan perasaan baru yang penuh harapan, mereka berdua duduk bersama di ruang tamu, merasakan kehangatan dan kedekatan yang lebih dalam. Mereka tahu bahwa meskipun mereka menghadapi tantangan, mereka kini memiliki kekuatan untuk mengatasi semuanya—bersama.
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
TERPESONA (GXG)
FanfictionDi tengah hiruk-pikuk Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) yang penuh dengan kegembiraan dan kebisingan, Leony, ketua OSIS kelas XII yang terkenal pintar tapi sangat cuek, merasakan sesuatu yang berbeda ketika bertemu dengan Erlin, siswa baru k...