Suasana di kampung semakin hidup ketika Leony dan Erlin memutuskan untuk berkeliling, mengenang masa kecil Leony dan bertemu dengan beberapa teman lamanya. Matahari bersinar cerah, menambah hangatnya pagi itu. Jalanan kecil berdebu yang membawa mereka ke rumah-rumah tetangga lama Leony terasa penuh dengan nostalgia bagi Leony dan menjadi petualangan baru bagi Erlin.
“Kamu udah siap buat ketemu sama teman-teman lamaku?” tanya Leony sambil tersenyum, menggenggam erat tangan Erlin.
Erlin mengangguk, sedikit gugup tapi juga penasaran. “Iya, aku siap. Aku ingin tahu lebih banyak tentang kamu, tentang siapa kamu sebelum kita bertemu di Jakarta.”
Leony tersenyum hangat. “Mereka semua sangat baik. Tapi, ya... kamu tahu, beberapa dari mereka sudah menikah. Dan ya, menikah muda adalah hal yang biasa di sini.”
Tak lama, mereka tiba di sebuah rumah sederhana namun rapi. Di teras depan, terlihat seorang wanita muda dengan bayi di pangkuannya dan seorang anak kecil yang bermain di dekatnya. Wanita itu, Siska, teman masa kecil Leony, tersenyum lebar begitu melihat mereka.
“Ya ampun, Leony! Apa kabar kamu? Sudah lama kita nggak ketemu toh! Aku hampir nggak ngenalin kamu loh!” seru Siska dengan gembira, berdiri dan mendekati mereka.
Leony tertawa. “Owalah, Siska! Iya, udah lama banget ya. Kamu terlihat seger banget. Dan siapa ini?” tanyanya sambil melirik bayi di pangkuan Siska.
Siska tersenyum bangga. “Ini anak keduaku, namanya Nanda. Dan itu di sana,” katanya sambil menunjuk ke arah anak kecil yang bermain, “itu abangnya, Raka.”
Erlin terkejut sejenak, tetapi dia segera menyesuaikan diri dan tersenyum. “Halo, aku Erlin, temannya Leony,” sapanya dengan ramah.
Siska menyambut dengan hangat. “Halo, Erlin. Senang bertemu denganmu. Bagaimana rasanya berada di kampung?”
Erlin tertawa kecil. “Sangat menyenangkan! Ini pertama kalinya aku datang ke kampung seperti ini. Rasanya berbeda sekali dari Jakarta, tapi aku sangat menikmati waktu di sini.”
Obrolan berlanjut dengan hangat. Siska mulai bercerita tentang kehidupan di kampung, bagaimana dia dan suaminya memutuskan untuk menikah muda dan membangun keluarga di sini. “Di sini, kebanyakan dari kita menikah muda. Nggak kayak di kota, yang mana karier dan pendidikan sering menjadi prioritas. Di sini, keluarga yang paling utama,” jelas Siska.
Leony mengangguk, menambahkan, “Ya, begitulah di kampung ini. Aku selalu merasa berbeda karena memilih untuk melanjutkan pendidikan di Jakarta.”
Siska tertawa pelan. “Tapi kita semua tahu kamu akan melakukan hal-hal yang luas biasa, Leony. Kamu selalu berbeda, selalu memiliki ambisi yang besar.”
Erlin memperhatikan dengan seksama, mencoba menyerap semua cerita dan memahami lebih dalam tentang latar belakang Leony. Dia merasakan rasa kagum yang semakin besar terhadap Leony dan keputusan-keputusan yang telah dibuatnya dalam hidup.
Setelah beberapa waktu berbicara dengan Siska, mereka melanjutkan perjalanan, bertemu dengan beberapa teman lama Leony lainnya, seperti Bayu yang sekarang mengelola toko kelontong keluarganya, dan Lena yang baru saja membuka usaha kecil di depan rumahnya.
***
Setiap pertemuan memberikan Erlin wawasan baru tentang kehidupan Leony sebelum pindah ke Jakarta. Dia mulai memahami tekanan sosial dan harapan yang dihadapi Leony untuk menikah muda, seperti banyak teman-temannya yang lain, tetapi bagaimana Leony memilih jalan yang berbeda untuk mencapai mimpinya.
Di salah satu titik, Leony dan Erlin duduk di bawah pohon besar di dekat lapangan desa, mengamati sekelompok anak-anak bermain bola. Leony tersenyum, memandang Erlin dengan mata yang penuh kasih.
“Aku senang kamu bisa bertemu dengan teman-temanku,” kata Leony pelan. “Kamu bisa melihat sisi lain dari hidupku yang mungkin tidak pernah aku ceritakan sebelumnya.”
Erlin tersenyum, merasakan kehangatan dalam hatinya. “Aku senang bisa mengenal lebih banyak tentang kamu, Kak. Ini membuatku semakin yakin dengan keputusan kita untuk bersama. Kamu memiliki keberanian untuk melangkah di luar zona nyamanmu dan mengejar apa yang kamu inginkan.”
Leony menggenggam tangan Erlin erat-erat. “Dan kamu membuat perjalananku lebih berarti, Dek. Makasih karena selalu ada di sisiku.”
Mereka duduk dalam keheningan sejenak, menikmati angin sepoi-sepoi yang bertiup lembut. Dalam momen ini, keduanya merasa lebih dekat dari sebelumnya, mengetahui bahwa mereka tidak hanya saling mendukung dalam menghadapi masa depan, tetapi juga menghargai perjalanan hidup masing-masing.
Ketika hari mulai beranjak siang, mereka kembali berjalan pulang ke rumah nenek Leony, membawa banyak cerita dan pengalaman baru yang semakin menguatkan hubungan mereka. Di tengah kehidupan sosial yang berbeda di kampung, Leony dan Erlin menemukan bahwa mereka bisa tumbuh bersama, saling memahami, dan tetap menjaga hubungan mereka dengan kuat.
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
TERPESONA (GXG)
Fiksi PenggemarDi tengah hiruk-pikuk Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) yang penuh dengan kegembiraan dan kebisingan, Leony, ketua OSIS kelas XII yang terkenal pintar tapi sangat cuek, merasakan sesuatu yang berbeda ketika bertemu dengan Erlin, siswa baru k...