Approval

10 3 0
                                    

Setelah momen-momen kebersamaan mereka semakin dalam, Leony merasa sudah waktunya untuk terbuka kepada ibunya mengenai hubungannya dengan Erlin. Hubungan mereka sudah tidak bisa lagi disembunyikan, dan Leony merasa perlu mendapat persetujuan dari orang yang paling dekat dengannya.

Suatu malam, saat Leony sedang duduk di ruang tamu, Ibu Tuti pulang dari bekerja. Leony yang sudah berencana untuk berbicara dengan ibunya segera menghampiri dan duduk di sampingnya.

“Ibu,” panggil Leony dengan lembut.

Ibu Tuti menoleh dan tersenyum. “Ada apa, Nak? Kok serius banget mukanya?”

Leony menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri sebelum berbicara. “Bu, ada yang mau aku omongin sama Ibu.”

Mendengar nada serius di suara anaknya, Ibu Tuti sedikit mengerutkan dahi. “Apa itu?”

“Aku… aku sekarang pacaran sama Erlin, Bu. Teman satu sekolahku yang sering main ke rumah.”

Ibu Tuti terdiam sejenak, mencoba mencerna apa yang baru saja didengarnya. Setelah beberapa saat, dia meletakkan tangannya di pundak Leony. “Kamu yakin dengan keputusan kamu?”

Leony mengangguk mantap. “Aku yakin, Bu. Erlin orang yang baik, dan Leony merasa nyaman dan bahagia bersamanya.”

Ibu Tuti tersenyum lembut. “Yang penting kamu bahagia, Nak. Ibu selalu mendukung apapun yang membuat kamu senang. Tapi ingat, jalani hubungan kalian dengan baik dan penuh tanggung jawab.”

Perasaan lega menyelimuti Leony. Dia memeluk ibunya erat-erat, merasa bersyukur mendapat restu dan dukungan yang dibutuhkannya.

***

Sementara itu, di rumah Erlin, suasana terasa sedikit berbeda. Setelah pulang dari sekolah, Erlin merasakan ada yang tidak biasa dengan ibunya. Ibu Ratna tampak lebih pendiam dari biasanya, meski masih tersenyum saat menyambut Erlin pulang.

Setelah mandi dan beristirahat sebentar, Erlin masuk ke kamarnya. Namun, saat dia hendak mengambil handphone yang diletakkannya di meja, dia menyadari ada pesan dari Leony yang sudah terbaca. Erlin merasa jantungnya berdetak lebih cepat. Dia yakin tidak membuka pesan itu sebelumnya.

Tiba-tiba, pintu kamar Erlin terbuka, dan Ibu Ratna masuk sambil membawa handphone Erlin.

“Kamu pacaran sama Leony, ya?” tanya Ibu Ratna tanpa basa-basi.

Erlin terkejut, namun dia tahu tidak ada gunanya berbohong. Dia mengangguk pelan. “Iya, Ma. Aku pacaran sama Leony.”

Ibu Ratna terdiam sejenak, lalu duduk di samping Erlin. “Kenapa kamu gak cerita sama Mama?”

Erlin menunduk. “Aku takut Mama gak setuju.”

Ibu Ratna menghela napas panjang. “Mama kaget, Erlin. Tapi Mama lebih senang kalau kamu jujur. Mama gak marah, Mama cuma pengen kamu bisa terbuka. Leony orang yang baik, Mama tahu itu. Tapi Mama harap kamu bisa menjalani hubungan ini dengan bijaksana.”

Mendengar itu, Erlin merasa sedikit lega. “Erlin janji, Ma. Erlin akan berhati-hati.”

Ibu Ratna mengelus kepala Erlin dengan lembut. “Selama kamu bahagia dan tetap jujur, Ibu akan mendukungmu.”

Malam itu, Erlin merasa lebih dekat dengan ibunya. Hubungan yang diakuinya secara terbuka tidak hanya membuatnya merasa lega, tapi juga semakin mempererat ikatan dengan Ibu Ratna.

***

Setelah berbicara dengan Mamanya, Erlin merasa lega meski ada sedikit kegelisahan di hatinya. Bukan karena mamanya tidak mendukung, tetapi karena ia belum berbicara dengan Pak Hadi. Papanya selalu menjadi sosok yang pendiam, dan Erlin tahu bahwa meski tidak banyak bicara, Pak Hadi selalu memperhatikan segala hal di rumah.

Ketika malam tiba, Pak Hadi baru pulang dari kantor dan duduk di ruang tamu sambil membaca koran. Ibu Ratna memberi isyarat kepada Erlin untuk berbicara dengan papanya, dan dengan sedikit gugup, Erlin mendekati Pak Hadi.

“Pa, boleh Erlin ngomong bentar?” tanya Erlin sambil berdiri di dekat papanya.

Pak Hadi menurunkan koran yang sedang dibacanya dan memandang Erlin dengan mata yang penuh perhatian. “Boleh, Nak. Ada apa?”

Erlin menelan ludah, lalu memberanikan diri untuk duduk di samping ayahnya. “Pa, Erlin mau jujur. Erlin sekarang pacaran sama Leony, temen sekolah Erlin.”

Pak Hadi tidak langsung menjawab. Dia hanya memandang putrinya sejenak sebelum akhirnya berkata, “Leony, yang sering kamu ceritakan itu?”

Erlin mengangguk pelan. “Iya, Pa.”

Bapak Hadi menghela napas panjang, kemudian menaruh korannya di meja. “Erlin, Papa selalu percaya sama pilihan kamu. Kalau kamu merasa Leony bisa bikin kamu bahagia, Bapak gak akan menghalangi. Tapi ingat, kamu masih muda. Jangan terburu-buru dalam segala hal. Jalani dengan bijaksana dan tetap jaga diri.”

Mendengar itu, Erlin merasa hatinya lega. Ia kemudian mengangguk dan tersenyum. “Erlin janji, Pa. Erlin gak akan gegabah.”

Pak Hadi tersenyum tipis dan mengusap kepala putrinya dengan penuh kasih sayang. “Papa cuma ingin yang terbaik buat kamu, Nak. Kalau kamu butuh sesuatu, jangan ragu untuk bicara sama Papa.”

Percakapan mereka malam itu membuat Erlin merasa lebih kuat dan yakin. Mendapat dukungan dari kedua orang tuanya membuatnya semakin yakin dalam menjalani hubungan dengan Leony.

Bersambung

TERPESONA (GXG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang