Hari mulai beranjak siang ketika Leony, Erlin, dan Rian akhirnya tiba di kampung halaman mendiang ayah Leony. Desa kecil ini terasa begitu tenang, jauh dari hiruk-pikuk kota yang selama ini mereka tinggali. Jalan-jalan setapak yang berdebu dan rumah-rumah tua yang berdiri kokoh di antara pepohonan rindang menyambut mereka dengan suasana yang begitu berbeda. Udara segar yang membawa aroma alam terasa sangat menyejukkan.
"Wow, suasananya beda banget ya, Kak," kata Erlin sambil tersenyum, melihat sekeliling dengan mata berbinar. "Di sini tenang banget, jauh dari kebisingan kota."
Leony mengangguk sambil tersenyum. "Iya, suasana desa memang seperti ini. Makanya aku suka datang ke sini, bisa mengingatkan tentang hal-hal sederhana yang sering kita lupakan."
Rian, yang sedang berjalan di depan mereka, tiba-tiba berlari kecil menuju sebuah pohon besar yang tumbuh di tengah halaman rumah nenek mereka. "Kak, lihat! Ini pohon yang sering kita panjat pas masih kecil!"
Leony tersenyum melihat adiknya yang bersemangat. "Iya, gue ingat itu. Rasanya seperti baru kemarin."
Setelah mereka beristirahat sebentar di rumah nenek, Leony mengajak Erlin berjalan-jalan di sekitar desa. Mereka berjalan beriringan di jalan setapak yang dikelilingi pepohonan. Suasana yang tenang membuat mereka merasa nyaman untuk berbicara lebih dalam.
"Dek," kata Leony pelan, menghentikan langkahnya sejenak. "Apa kamu pernah memikirkan masa depan kita?"
Erlin menatap Leony dengan tatapan serius. "Maksud Kakak, masa depan kita berdua?"
Leony mengangguk, melihat ke arah jauh seolah sedang memikirkan sesuatu. "Iya, masa depan kita sebagai pasangan. Aku ingin tahu apa yang kamu pikirkan tentang kita ke depannya."
Erlin tersenyum kecil, lalu menundukkan kepala sejenak sebelum menjawab, "Sebenarnya, aku sering mikirin itu. Aku ingin kita bisa tetap bersama, apa pun yang terjadi. Aku ingin kita bisa saling mendukung dan tumbuh bersama. Tapi aku juga tahu kita harus realistis. Kita punya mimpi dan cita-cita masing-masing yang mungkin perlu waktu dan usaha."
Leony mendekatkan diri ke Erlin dan menggenggam tangannya. "Aku juga ingin kita bisa bersama selamanya, Dek. Aku ingin kita bisa menjalani kehidupan ini dengan saling mendukung satu sama lain. Tapi aku juga sadar, banyak tantangan yang harus kita hadapi. Aku hanya ingin tahu, apa kamu siap untuk itu?"
Erlin mengangguk mantap. "Aku siap, Kak. Selama Kakak ada di sampingku, aku yakin kita bisa menghadapi semuanya bersama."
Leony tersenyum, hatinya merasa hangat mendengar kata-kata Erlin. "Kalau begitu, kita mulai rencanain masa depan kita bareng-bareng. Kita bisa mulai dengan menentukan langkah-langkah kecil yang bisa kita ambil sekarang."
Mereka lanjut berjalan, sambil terus berbicara tentang rencana-rencana mereka. Mulai dari bagaimana mereka bisa membagi waktu antara sekolah dan hubungan mereka, hingga mimpi-mimpi besar yang ingin mereka capai bersama. Di tengah suasana desa yang tenang, mereka merasa semakin dekat satu sama lain, yakin bahwa bersama, mereka bisa mengatasi apa pun yang datang di masa depan.
Hari mulai beranjak sore ketika mereka kembali ke rumah nenek. Rian menyambut mereka dengan wajah ceria, mengajak mereka makan malam bersama. Di meja makan sederhana itu, Leony dan Erlin merasa yakin bahwa mereka telah membuat keputusan yang tepat. Masa depan mungkin penuh tantangan, tapi dengan cinta dan dukungan satu sama lain, mereka siap untuk menghadapi semuanya.
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
TERPESONA (GXG)
FanfictionDi tengah hiruk-pikuk Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) yang penuh dengan kegembiraan dan kebisingan, Leony, ketua OSIS kelas XII yang terkenal pintar tapi sangat cuek, merasakan sesuatu yang berbeda ketika bertemu dengan Erlin, siswa baru k...