Kehidupan di kampung selama beberapa hari ini memberikan banyak pengalaman baru bagi Leony, Erlin, dan Rian. Mereka menikmati suasana tenang yang jauh dari hiruk-pikuk kota, menghabiskan waktu bersama keluarga, dan berbagi cerita. Hari-hari mereka diisi dengan kegiatan sederhana namun bermakna, seperti membantu nenek Leony dan Rian di kebun, memasak bersama, dan menjelajahi alam sekitar.
Di pagi hari yang cerah, Leony dan Erlin membantu Mbah Karsini, nenek Leony dan Rian, menyirami tanaman di kebun belakang rumah. Mbah Karsini adalah wanita tua yang masih bugar dan penuh semangat. Rambutnya yang sudah memutih sepenuhnya diikat rapi ke belakang, sementara senyumnya selalu tampak di wajahnya.
“Nak, tolong ambilin cangkul yang di sana, ya,” pinta Mbah Karsini dengan lembut. Erlin dengan sigap mengambil cangkul yang ditunjuk beliay dan membawanya.
“Mbah, tanaman ini sudah cukup besar, ya?” Erlin bertanya, menunjuk ke tanaman cabai yang tampak subur.
Mbah Karsini tersenyum sambil mengangguk. “Iya, Nak, ini hasil kerja keras Mbah. Tapi sekarang, dengan kalian di sini, Mbah jadi merasa lebih ringan. Terima kasih ya, Nak, sudah membantu.”
Erlin tersenyum lebar. “Tidak apa-apa, Mbah. Saya senang bisa membantu. Di kota, saya jarang sekali berkebun. Ini pengalaman yang menyenangkan.”
Leony yang sedang memetik sayuran di dekat mereka memperhatikan interaksi antara Erlin dan neneknya. Dia tersenyum hangat, merasa bersyukur bahwa Erlin bisa beradaptasi dengan baik dan tampak menikmati kehidupan sederhana di kampung ini. Dia juga merasakan hubungan mereka semakin erat karena setiap kegiatan yang mereka lakukan bersama.
Setelah selesai di kebun, mereka bertiga kembali ke dapur untuk membantu memasak. Mbah Karsini memutuskan untuk membuat hidangan spesial hari itu, makanan favorit Leony dan Rian sejak kecil—sayur asem dan ikan bakar.
“Mbah, saya bantu iris bawang ya,” kata Erlin sambil mengambil pisau dan bawang-bawang yang akan dipotong. Nenek Karsini memandangnya dengan senyum penuh kasih.
“Kamu cepat belajar, Nak. Mbah suka melihat semangatmu. Kamu sama Leony benar-benar cocok sekali,” ujar Nenek Karsini sambil tertawa kecil.
Erlin merasa sedikit malu, pipinya bersemu merah, tapi dia tetap tersenyum. “Terima kasih, Mbah. Saya hanya ingin membantu dan belajar hal baru.”
Leony melihat interaksi tersebut dengan hati yang hangat. Hubungan mereka berkembang lebih kuat karena momen-momen sederhana seperti ini, momen di mana mereka saling mendukung dan belajar lebih banyak tentang satu sama lain dan keluarga mereka.
***
Sore harinya, setelah makan bersama, mereka duduk di teras rumah, menikmati angin sepoi-sepoi yang mengalir. Mbah Karsini duduk di kursi goyangnya, sementara Leony dan Erlin duduk di anak tangga depan rumah.
“Mbah senang kalian berada di sini,” kata Mbah Karsini dengan suara lembut. “Mbah merasa lebih hidup dengan kehadiran kalian.”
Leony tersenyum, menggenggam tangan Erlin erat-erat. “Kami juga senang, Mbah. Kami merasa lebih dekat dengan keluarga dan juga merasa lebih kuat dalam segala hal.”
Erlin mengangguk setuju. “Iya, Mbah. Di sini, kami belajar banyak hal tentang kehidupan, keluarga, dan juga tentang satu sama lain.”
Mbah Karsini menatap mereka berdua dengan bangga. “Itu hal yang baik. Selama kalian saling mendukung dan tetap dekat, kalian akan mampu menghadapi apa pun yang ada di depan.”
Leony dan Erlin merasa semakin yakin akan hubungan mereka. Kehidupan di kampung, meskipun sederhana, telah memberikan mereka pelajaran berharga tentang pentingnya saling pengertian dan dukungan dalam membangun hubungan yang kuat dan stabil. Mereka merasa lebih dekat dari sebelumnya dan siap menghadapi masa depan bersama, dengan segala tantangan yang mungkin muncul.
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
TERPESONA (GXG)
FanficDi tengah hiruk-pikuk Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) yang penuh dengan kegembiraan dan kebisingan, Leony, ketua OSIS kelas XII yang terkenal pintar tapi sangat cuek, merasakan sesuatu yang berbeda ketika bertemu dengan Erlin, siswa baru k...