Setelah momen mendalam di perjalanan pulang kemarin, Erlin merasa ada dorongan baru dalam dirinya. Perasaannya yang semakin jelas terhadap Leony membuatnya lebih yakin dan percaya diri dalam menghadapi hubungan ini. Dia siap menghadapi apapun, termasuk menerima kenyataan tentang perasaan Leony.
Hari itu, di sekolah, Erlin datang dengan semangat baru. Senyumnya lebih lebar dari biasanya, membuat teman-temannya, Aira dan Rina, kebingungan melihat perubahan itu.
"Erlin, lo keliatan happy banget. Ada apa sih?" tanya Aira penasaran.
Erlin hanya tersenyum lebar. "Nggak ada apa-apa kok, orang cuma lagi happy aja."
Sementara itu, Leony juga menyadari perubahan yang terjadi pada Erlin. Setiap kali mereka bertemu, Erlin terlihat lebih terbuka dan penuh percaya diri. Bahkan, ketika berbicara, nada bicaranya terdengar lebih mantap dan penuh kepercayaan diri.
Siang itu, Leony mengajak Erlin ke sebuah kafe kecil di dekat sekolah. Mereka sudah sering pergi ke sana, tapi kali ini suasananya terasa berbeda. Leony merasa ada ketegangan yang aneh namun menyenangkan di antara mereka, dan dia bisa melihat itu di mata Erlin.
Di dalam kafe, mereka duduk di meja dekat jendela. Leony mencoba menjaga pembicaraan tetap santai, tapi dia tahu ada sesuatu yang ingin disampaikan Erlin.
"Kakak tahu kan, belakangan ini aku banyak mikir," Erlin mulai berbicara sambil memainkan cangkirnya, "soal kita berdua."
Leony menatapnya dengan serius, meski mencoba tersenyum untuk membuat Erlin merasa nyaman. "Mikir soal kita? Maksud lo apa, Dek?"
Erlin menghela napas dalam-dalam, terlihat sedikit gugup. "Soal perasaanku. Aku tahu, kemarin aku nanya banyak ke aku soal perasaan ke Kakak. Dan sekarang aku udah yakin banget."
Leony merasa dadanya berdebar mendengar ucapan itu. Dia menunggu Erlin melanjutkan.
"Perasaan aku ke Kakak nggak main-main. Aku udah ngerasa kayak gini sejak kita lebih sering ketemu, tapi aku ragu apa Kakak juga ngerasa sama kayak aku," kata Erlin sambil menatap Leony dalam-dalam, penuh harapan.
Leony diam sejenak, memproses apa yang baru saja Erlin katakan. Akhirnya, dia mengambil napas panjang dan memutuskan untuk jujur, seperti yang dia janjikan pada dirinya sendiri.
"Dek, gue juga ngerasain hal yang sama. Gue nggak bisa lagi ngelak atau pura-pura nggak ada apa-apa. Sejak kita sering bareng, perasaan gue ke lo jadi lebih dari sekadar teman. Dan jujur, itu bikin gue bingung awalnya, tapi sekarang gue udah yakin," jawab Leony pelan tapi penuh ketegasan.
Erlin terdiam sejenak, lalu sebuah senyum lebar muncul di wajahnya. "Jadi... Kakak juga suka sama aku?"
Leony mengangguk. "Iya, gue suka sama lo, Dek."
Wajah Erlin tampak berbinar-binar mendengar jawaban itu. Dia seolah tidak percaya apa yang baru saja didengarnya.
"Kalau gitu... kita?" Erlin menggantungkan kalimatnya, menunggu Leony melanjutkan.
Leony tersenyum kecil, lalu menjawab, "Iya, kalau lo siap, kita bisa pacaran."
Tanpa ragu lagi, Erlin mengangguk mantap. "Aku siap, Kak. Aku udah nunggu momen ini."
Leony merasa lega sekaligus bahagia. Semua keraguan dan ketakutan yang sempat ada di dalam dirinya perlahan menghilang. Dia tahu, sejak saat itu, hubungan mereka akan berubah. Mereka bukan lagi hanya teman, tapi pasangan.
Setelah momen itu, obrolan mereka mengalir dengan lebih mudah. Erlin tampak lebih percaya diri, tidak ada lagi kegugupan atau kebingungan. Mereka saling tertawa, berbicara tentang masa depan, dan tentang bagaimana hubungan mereka akan berkembang ke depannya.
Saat mereka akhirnya keluar dari kafe dan Leony mengantar Erlin pulang, suasana di antara mereka terasa lebih hangat. Ketika sampai di depan rumah Erlin, Leony berhenti dan menatap gadis itu dengan senyum hangat.
"Aku seneng kamu bisa terima perasaanku," kata Leony.
Erlin sempat terkejut mendengar kata 'aku-kamu' pada ucapan Leony, lalu tersenyum manis. "Aku juga, Kak. Akhirnya kita bisa lebih jujur sama diri sendiri."
Leony mengangguk. "Sekarang kita bisa mulai jalanin ini bareng-bareng."
Erlin mengangguk antusias. "Iya, aku siap."
Dengan perasaan yang sama-sama bahagia, mereka berpisah malam itu dengan perasaan resmi sebagai pasangan. Hubungan mereka yang tadinya hanya sebatas teman, kini telah berubah menjadi sesuatu yang lebih indah dan berarti.
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
TERPESONA (GXG)
Fiksi PenggemarDi tengah hiruk-pikuk Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) yang penuh dengan kegembiraan dan kebisingan, Leony, ketua OSIS kelas XII yang terkenal pintar tapi sangat cuek, merasakan sesuatu yang berbeda ketika bertemu dengan Erlin, siswa baru k...