Sibuk Sendiri-Sendiri

6 2 0
                                    

Leony terduduk di meja belajar kecil di kosannya, menatap tumpukan buku anatomi manusia yang terus bertambah di tiap minggunya. Kepalanya terasa berat, bukan hanya karena tugas yang terus menghantui, tapi juga karena Erlin yang berada jauh darinya, dan juga sedang bergulat dengan ujian-ujian kelas 11 yang kian mendekat. Mereka tak bisa bertemu sebanyak dulu lagi. Namun, di setiap obrolan mereka, mereka selalu berusaha saling menguatkan.

"Kayaknya tugas-tugas nggak ada habisnya, Dek. Baru selesai satu, datang lagi dua," keluh Leony dalam sebuah panggilan telepon malam itu. Suaranya terdengar lelah, namun tetap ada senyum tipis yang tak bisa dia sembunyikan setiap kali mendengar suara Erlin.

Erlin, di ujung sana, mendengarkan dengan cermat. "Aku juga sama, Kak. Persiapan ujian ini mulai bikin pusing. Tapi, aku tahu Kakak lebih berat tugasnya. Aku percaya Kakak bisa kok, kamu kan pinter." Suaranya terdengar lembut, berusaha menyemangati Leony di tengah kelelahan yang dirasakannya sendiri.

Leony menghela napas, berusaha membalas semangat Erlin meski dirinya juga sedang tertekan. "Sama kamu, aku juga percaya kamu bisa. Aku yakin kamu pasti bisa ngadepin ujian ini, Dek. Kamu rajin banget, kok."

***

Setiap malam, meskipun mereka tak bisa bertemu secara fisik, percakapan semacam itu menjadi sumber kekuatan bagi keduanya. Leony yang kini terjun ke dunia mahasiswa kedokteran, menemukan bahwa jurusan pilihannya menuntut lebih dari yang ia bayangkan. Mulai dari hafalan anatomi, praktik lab yang melelahkan, hingga laporan yang harus selesai tepat waktu. Di sela-sela kesibukan kuliah, Leony selalu menyempatkan waktu untuk mengirim pesan atau menelepon Erlin, hanya untuk mendengar bagaimana kabar gadis itu.

Erlin di sisi lain, juga mulai merasakan tekanan yang semakin meningkat di kelas 11. Tugas-tugas dari guru, persiapan ujian, dan ekspektasi dari teman-teman maupun keluarganya membuatnya mulai kewalahan. Namun, Erlin tahu bahwa ia tidak bisa menyerah. Ada Leony yang terus memberinya kekuatan, dan ada impiannya untuk bisa mengejar pendidikan yang lebih tinggi nanti.

"Kadang aku mikir, Kak... kita ini kayak lagi lomba lari, ya. Tapi garis finish-nya beda-beda," ucap Erlin suatu hari saat mereka bertemu di kafe tempat Leony biasa bekerja paruh waktu.

Leony tersenyum mendengar kata-kata Erlin. "Tapi yang penting kita nggak pernah berhenti lari, kan? Sekarang mungkin berat, tapi kita bakal sampai di tempat tujuan masing-masing, dan kita bakal saling dukung terus."

Erlin mengangguk, matanya menatap penuh keyakinan pada Leony. "Aku janji, Kak. Kita bakal sampai bareng-bareng. Kamu jadi dokter, aku jadi guru olahraga. Nggak ada yang bisa halangin."

Meski tekanan akademik mereka semakin berat, keduanya tahu bahwa dukungan satu sama lain adalah hal yang membuat mereka bertahan. Leony, meskipun merasa lelah dengan beban kuliah yang semakin berat, selalu menemukan cara untuk tersenyum setiap kali mengingat Erlin. Dan Erlin, meskipun mulai kewalahan dengan tugas dan persiapan ujian, selalu merasa kuat saat mendengar kata-kata penyemangat dari Leony.

Hubungan mereka memang diuji oleh waktu dan jarak, tapi cinta dan dukungan mereka adalah kekuatan yang tak pernah habis.

Bersambung

TERPESONA (GXG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang