Pagi itu, udara kampung terasa sejuk dan segar. Di luar rumah kayu yang sederhana namun penuh kenangan, burung-burung berkicau merdu seolah menyambut hari baru. Di dalam rumah, Erlin sedang duduk di ruang tamu dengan handphone di tangan, tersenyum lebar sambil berbicara dengan kedua orang tuanya.
"Ya, Ma, di sini semua baik-baik saja. Iya, Leony dan keluarganya sangat baik dan ramah. Aku sangat menikmati waktu di sini," kata Erlin dengan suara riang.
Dari sisi lain telepon, suara Bu Ratna terdengar hangat, "Baguslah kalau begitu. Kamu harus banyak belajar dari pengalaman-pengalaman baru ini, ya. Jangan lupa untuk selalu menjaga sopan santun dan tingkah laku, terutama karena kamu berada di rumah orang."
"Iya, Ma. Erlin akan selalu ingat pesan Mama dan Papa," jawab Erlin sambil tersenyum.
Setelah pembicaraan dengan ibunya selesai, Erlin mengakhiri telepon dengan rasa lega dan bahagia. Dukungan dari keluarganya terasa semakin nyata. Mereka mungkin belum tahu sepenuhnya tentang hubungannya dengan Leony, tetapi mereka sudah menunjukkan rasa percaya yang besar kepadanya.
Tak lama setelah itu, terdengar suara ramai dari halaman depan rumah. Beberapa mobil mulai berdatangan, dan Leony yang sedang berada di dapur segera melihat keluar. “Loh, saudara-saudara Ayah sudah datang rupanya,” katanya kepada Erlin yang mendekatinya.
Erlin mengangguk, merasa sedikit gugup. “Kamu siap bertemu mereka?”
Leony tersenyum, menepuk punggung Erlin dengan lembut. “Tenang aja. Mereka semua ramah kok. Ayo, kita keluar dan menyambut mereka.”
Di luar, beberapa saudara mendiang ayah Leony, termasuk paman dan bibi serta sepupu-sepupu yang lebih tua, sedang berkumpul di depan rumah. Mereka tersenyum dan melambai ketika melihat Leony dan Erlin mendekat.
“Leony, sudah lama kita tidak bertemu!” seru Pakde Broto, salah satu saudara ayah Leony yang paling dekat.
Leony tersenyum lebar. “Iya, Pakde! Senang sekali bisa bertemu lagi. Ini, kenalin, Erlin, temanku dari Jakarta.”
Erlin dengan sopan membungkuk sedikit, tersenyum kepada mereka. “Halo, semuanya. Senang bisa bertemu dengan kalian.”
Mereka menyambut Erlin dengan ramah, beberapa bahkan memeluknya seperti sudah mengenal lama. Kemudian, Erlin duduk bersama beberapa sepupu Leony yang lebih tua di teras, sementara Leony sibuk berbicara dengan Paman Budi dan Bibi Sri.
Salah satu sepupu Leony, Mbak Wati, membuka percakapan dengan suara ramah. “Erlin, kamu tinggal di Jakarta ya? Pasti beda banget dengan suasana di kampung sini.”
Erlin mengangguk, tersenyum. “Iya, Mbak. Jakarta memang sangat ramai dan sibuk, nggak kayak di sini yang tenang dan damai. Tapi, saya suka suasana di kampung ini. Rasanya lebih dekat dengan alam dan lebih nyaman.”
Sepupu lainnya, Mas Yudi, menimpali. “Wah, iya benar. Saya dulu juga sempat tinggal di Jakarta beberapa tahun, dan memang sangat berbeda. Tapi, pasti kamu merasa sedikit asing, ya?”
Erlin tersenyum, merasa nyaman dengan pertanyaan-pertanyaan mereka. “Awalnya mungkin iya, tapi berkat Leony dan keluarganya, saya merasa sangat diterima di sini. Mereka semua sangat baik dan ramah.”
Mereka semua tersenyum, saling bertukar pandang. “Dia emang gitu orangnya. Selalu baik pada teman-temannya,” kata Mbak Wati sambil tersenyum.
Pembicaraan pun berlanjut, dan Erlin merasa semakin akrab dengan keluarga Leony. Sementara itu, di sisi lain teras, Rian terlihat bermain dengan sepupu-sepupunya yang lebih muda, tertawa riang dan menikmati momen kebersamaan.
Beberapa saat kemudian, Leony bergabung kembali dengan Erlin, dan keduanya duduk bersama di teras, menikmati suasana hangat keluarga besar. Hari itu menjadi momen penting bagi Erlin, bukan hanya karena dia merasa diterima oleh keluarga besar Leony, tetapi juga karena dia semakin memahami nilai kebersamaan dan cinta yang ada di dalam keluarga Leony.
Sore itu, saat matahari mulai terbenam, Leony dan Erlin duduk di ayunan kayu di depan rumah, melihat matahari terbenam di balik bukit.
“Dek,” kata Leony pelan, memecah keheningan, “Aku senang kamu bisa akrab dengan keluargaku. Ini sangat berarti buatku.”
Erlin menatap Leony, senyum hangat terpancar di wajahnya. “Aku juga senang, Kak. Aku merasa semakin dekat denganmu, dan aku berjanji akan selalu ada untukmu, apa pun yang terjadi.”
Mereka saling menggenggam tangan, merasa yakin bahwa hubungan mereka semakin kuat dan didukung oleh orang-orang terdekat. Dengan dukungan dari keluarga, mereka semakin percaya diri untuk melangkah maju bersama, menghadapi masa depan yang penuh harapan.
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
TERPESONA (GXG)
FanfictionDi tengah hiruk-pikuk Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) yang penuh dengan kegembiraan dan kebisingan, Leony, ketua OSIS kelas XII yang terkenal pintar tapi sangat cuek, merasakan sesuatu yang berbeda ketika bertemu dengan Erlin, siswa baru k...