85. Kemunculan Kuntilanak Hitam

120 8 0
                                    

Saat ini, baik Praja dan Bima tak menyangka, bahwa saat ini mereka sedang menghadapi sosok yang sangat kuat.

Kinanti, kini telah mencapai tingkatan yang lebih tinggi. Gaun merahnya telah berubah menjadi hitam, menandakan level kekuatannya berbeda dibandingkan sebelumnya.

"Mustahil, ini adalah tingkatan Kuntilanak Hitam! Aku baru pertama kali melihatnya," ucap Praja dengan sorot mata yang terbelalak.

"Hanya dari melihatnya saja, aku bisa merasakan tekanan dari kekuatan besarnya!" sahut Bima.

"Awalnya aku tidak mau berurusan dengan kalian lagi, tapi kalian memaksaku untuk melakukan ini. Siapapun yang mencoba menghalangiku, mereka akan kuhabisi!" tegas Kinanti.

Perlahan, sebuah bola kegelapan berukuran sedang muncul di atas telapak tangan Kinanti. Bola itu tampak diselimuti aura gelap yang sangat pekat, bahkan seolah-olah ada medan listrik yang menyelimutinya.

Kinanti langsung melesatkan kedua bola itu ke arah para Indagis. Mereka berdua yang tak sempat mengelak berhasil terkena serangan itu dengan telak hingga terpental beberapa meter.

Praja dan Bima pun menjerit kesakitan, wujud Indagis mereka langsung lenyap, membuat mereka kembali ke wujud manusia mereka.

Praja dan Bima kini hanya bisa terkapar di tanah, tak mampu untuk bangkit kembali.

"Gila, serangannya terlalu kuat, bahkan tubuhku sekarang rasanya sulit digerakkan!" batin Praja, sembari meringis kesakitan.

Dari kejauhan, tampak aliran listrik hitam menjalar di tubuh astral mereka. Sebagai efek dari serangan Kinanti barusan.

"Gawat, kalo begini kita bisa mati!" keluh Bima, sembari mencoba untuk bangkit.

Kinanti pun kembali menciptakan sebuah bola kegelapan yang berukuran cukup besar di depannya.

"Sekarang, terimalah amarahku!" ujarnya, sembari melepaskan bola kegelapan itu ke arah Praja dan Bima yang masih terkapar.

Namun secara tiba-tiba, Gandra datang dengan melompat tinggi dari kejauhan. Sosok itu pun mendarat di tanah dengan keras, kemudian langsung melesatkan tinjunya ke arah bola kegelapan itu hingga meledak.

Efek benturan kekuatan itu menciptakan ledakan yang cukup dahsyat, mampu menghancurkan pepohonan di sekeliling mereka akibat ledakan energi Kinanti yang menyebar.

"Sial, siapa lagi yang berani menggangguku?" ucap Kinanti dengan lantang.

Dari balik kepulan asap, terlihat Gandra yang sedang menatap tajam pada Kinanti. Genderuwo itu mulai menggeram, tanda bahwa saat ini ia sedang marah.

Sementara di tangan kanannya, kini terlihat sedang terluka parah akibat mencoba menghancurkan serangan Kinanti. Luka di tangan Gandra tampak diselimuti aura hitam yang cukup pekat, bahkan seolah-olah luka di tangan Gandra itu berwarna hitam.

"Berani-beraninya kamu mengganggu keseimbangan antara dua alam di wilayahku!" bentak Gandra dengan penuh amarah.

"Cih, rupanya kamu Genderuwo yang menguasai kota ini. Maaf saja, tapi aku tidak ingin cari keributan dengan bangsa jin seperti kamu!" balas Kinanti.

Perlahan ia pun mulai terbang, dan langsung melesat pergi meninggalkan tempat itu.

***

Di tempat persemayaman Gandra, tampak para Indagis dan Indriya telah berkumpul.

Saat ini, roh astral Praja dan Bima tampak sedang terluka parah hingga sulit digerakkan. Mau tak mau Maya mencoba mengobati luka mereka menggunakan energinya.

"Sebenarnya, selama ini kau kemana aja, Gandra? Bisa-bisanya mahluk itu berkeliaran bebas di kota ini!" ucap Bima dengan kesal.

"Maaf, tapi semenjak pertarunganku dengan Praja hari itu. Lukanya masih belum pulih, aku tak sanggup bertarung lagi dengan musuh yang kuat. Sehingga dengan terpaksa aku membiarkan mahluk itu berkeliaran di kota ini." jawab Gandra.

Jawaban Gandra membuat Praja sempat tertegun, perlahan dalam hatinya timbul rasa bersalah karena perbuatannya waktu itu.

Maya yang menyadari perubahan raut wajah Praja segera menyahut.

"Tapi, berkat itu kamu akhirnya mengizinkan kami pergi kan? Aku yakin Praja mampu mengendalikan kekuatan itu nanti, yang jelas saat ini kita harus memikirkan cara untuk menghentikan Kinanti!" ucapnya.

Mendengar ucapan Maya membuat Praja sedikit terkejut, tapi berkat itu perasaannya jadi sedikit lebih tenang.

"Saat ini Gandra gak mungkin bisa bertarung lagi, lihat aja tangannya sampe hancur begitu, jadi kita harus berusaha sendiri untuk menghentikan Kinanti!" terang Nayla.

"Itu benar, kalian harus menghentikan dia secepatnya, sebelum dia berkonflik dengan organisasi itu!" balas Gandra.

"Organisasi itu? Apa maksudmu?" tanya Bima dengan ekspresi bingung.

"Kau tahu, selain para mafia biasa, di kota ini juga ada kelompok organisasi sekte sesat. Sekte itu menyamar layaknya organisasi manusia biasa, tapi sebenarnya mereka merupakan kelompok roh jahat yang sangat berbahaya!" jelas Gandra.

"Kelompok sekte sesat? Apa jangan-jangan...?" Praja mulai menduga-duga soal kelompok itu.

"Seperti dugaanmu, mereka merupakan cabang dari Sekte Leak, yang dipimpin oleh Rangda!" jawab Gandra.

Semua orang di sana pun tersentak mendengarnya, sorot mata mereka terbelalak begitu jawaban tersebut keluar dari mulut Gandra.

"Apa yang dikatakan Gandra itu benar, kumohon, kalian harus selamatkan Kinanti!" tiba-tiba seseorang datang menimbrung percakapan mereka.

Ternyata dia adalah Wewe Gombel, yang datang menghampiri mereka.

"Kinanti sudah kuperingatkan agar tidak berhadapan lagi dengan kelompok kriminal. Dia tidak tahu apa yang akan dia hadapi nanti, dia terlalu meremehkan mereka!" ucap Wewe Gombel, saat ini sosok itu tampak sedikit emosional.

Setelah diam untuk beberapa saat, akhirnya Praja merespon permintaan Wewe Gombel dan Gandra.

"Baiklah, akan kuusahakan untuk menghentikan Kinanti agar tidak melangkah lebih jauh lagi!" tegasnya.

***

Saat ini, Kinanti tampak berdiri di atas atap sebuah gedung, sorot mata gelapnya menatap tajam ke arah gedung besar di hadapannya sekarang.

Gaun hitamnya tampak berkibar tertiup angin malam, menambah suasana mistis di tempat itu.

"Hanya gedung ini yang belum kuperiksa, isinya terasa mencurigakan buatku. Kuharap aku bisa menemukan informasi soal keberadaan putriku di sana!" gumamnya.

Ia pun segera melompat dan terbang masuk ke dalam gedung itu. Sebuah hal yang seharusnya tak pernah ia lakukan.

IndagisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang