107. Rangda (3)

84 8 0
                                    

Ratu Mahendradatta memperkenalkan dirinya sebagai Leak di hadapan suaminya, Raja Udayana.

Raja Udayana hanya bisa terduduk syok melihat wujud mengerikan istrinya. Dalam hatinya ia mulai mempertanyakan, apakah tindakan yang dilakukannya dan istrinya adalah hal yang tepat?

Raja Udayana pun mengambil buku Aji Pangleakan di dekatnya, ia mencoba membaca buku itu dan menyadari sesuatu.

Bahwa buku itu mengajarkan bahwa ilmu Aji Pangleakan merupakan ilmu yang netral. Ilmu ini bisa digunakan untuk kebaikan maupun kejahatan, tergantung kehendak sang pengguna.

Kemudian ia pun menatap istrinya yang sekarang sedang berterbangan dalam wujud Leak yang mengerikan itu.

"Apakah, istriku akan menggunakan kekuatan ini demi kebaikan?" batinnya dengan penuh tanda tanya.

***

Beberapa bulan pun kembali berlalu semenjak kejadian itu. Sekarang Raja Udayana lebih sering menyendiri di istana, tak pernah lagi menengok dan mengawasi kegiatan istrinya di tempat itu.

Hatinya begitu resah, memikirkan hal buruk apa yang akan terjadi di masa depan jika penelitian itu terus berlanjut.

Setiap malam, ia selalu sulit tidur, pikirannya terus melayang memikirkan istrinya, anak-anaknya, rakyatnya, juga seluruh kerajaannya.

Bahkan, ia juga mendengar informasi soal kehancuran Kerajaan Medang di Pulau Jawa. Ia sudah mengirimkan pasukannya untuk menyelidiki, namun hasilnya nihil, tak ada informasi apapun soal siapa yang menyerang kerajaan itu.

Ada rumor yang mengatakan bahwa kerajaan itu diserang oleh kerajaan lain, ada pula yang mengatakan bahwa kerajaan itu diserang sesosok monster yang tampak mengerikan.

Semua hal itu terus mengganggunya, ia tak tahu apakah Mahendradatta tahu soal ini atau tidak. Atau justru dia sendiri yang menyerang kerajaan itu diam-diam.

Hingga suatu pagi, ia berbicara dengan putra tertuanya, Airlangga yang kini sudah berusia 12 tahun.

"Airlangga, apa kamu merindukan ibumu?" tanya sang Ayah.

"Tentu saja, aku dan adik-adikku sangat merindukannya. Kami sangat ingin bertemu dengannya, tapi saat ini kami telah terbiasa untuk hidup tanpa kehadiran ibu," jawab Airlangga.

"Lalu, bagaimana jika ibumu memiliki penampilan yang sangat menyeramkan seperti monster. Apa kamu tetap ingin menganggapnya sebagai ibu?" tanya sang Ayah lagi.

"Iya Ayah, biar bagaimanapun dia adalah ibuku, orang yang telah melahirkanku. Tidak peduli seperti apapun wujudnya, adalah suatu kewajiban bagiku untuk berbakti dan merawatnya selayaknya orang tua," jawab Airlangga.

Raja Udayana pun terkejut mendengar jawaban putranya, kemudian ia mencoba mengajukan sebuah pertanyaan terakhir.

"Nak, apabila ada salah seorang diantara keluargamu yang berperilaku menyimpang dari kebenaran, mulai melakukan tindakan yang buruk hingga punya potensi untuk merugikan orang lain, maka apa yang akan kamu lakukan?"

Mendengar pertanyaan sang Ayah, Airlangga pun terdiam sejenak. Ia tampak sedang memikirkan jawaban yang tepat, sebelum akhirnya ia kembali menjawab.

"Aku akan coba untuk menghentikannya sebelum terlambat. Selama masih ada kesempatan, maka aku akan mencoba membujuknya untuk menghentikan perilaku buruknya. Tapi jika ia menolak, maka dengan sangat terpaksa aku harus melawannya!" jawab Airlangga, membuat mata sang Ayah berkaca-kaca.

"Anak ini, pandangan matanya menunjukkan kualitas hati dan pemikiran yang murni. Lubuk hatinya masih dipenuhi oleh cahaya kebenaran, nilai kebajikan yang ia pegang masih bersinar dengan sangat terang dalam hatinya. Sekarang aku sudah tahu apa yang harus kulakukan! Terima kasih, putraku. Aku yakin suatu saat nanti kamu pasti akan tumbuh menjadi seorang Raja yang hebat!" batin sang Raja.

***

Raja Udayana pun segera bergegas menuju ke goa tempat penelitian istrinya berada. Di pinggangnya terdapat sebuah pedang yang akan ia gunakan sebagai senjata untuk perlindungan diri.

Sesampainya di tempat itu, betapa terkejutnya ia melihat wujud sang istri yang kini sudah tampak beruban, tubuhnya masih berbentuk layaknya manusia, namun kepala dan wajahnya sudah sepenuhnya berubah menjadi Leak.

Ratu Mahendradatta terkejut dengan kehadiran suaminya yang tiba-tiba.

"Oh suamiku, sudah cukup lama kamu tidak mampir ke sini, aku sangat merindukanmu loh!" ucapnya, dengan wajah yang mengerikan seperti itu.

Raja Udayana kini semakin bergidik ngeri melihat penampilan istrinya. Ia tidak tahu, apakah istrinya itu masih manusia atau bukan.

Keringat dingin di wajahnya nampak bercucuran, aura gelap yang menyelimuti ruangan itu semakin menyeruak, semakin membuat sang Raja semakin tak nyaman.

"Ada apa Yang Mulia? Kenapa kamu tampak ketakutan begitu?" tanya Ratu Mahendradatta sembari mendekati tubuh suaminya yang berdiri mematung di tempat itu.

"Kamu tidak takut denganku kan?" tanyanya dengan menyelidik, terasa kuku-kukunya yang panjang dan tajam mulai menyentuh wajah sang Raja.

"Mana mungkin aku takut dengan istriku sendiri, aku ke sini untuk menemanimu kok, sekalian mempelajari beberapa pengetahuan yang ada di tempat ini," jawab Raja Udayana dengan berbohong.

"Begitu ya, baguslah karena kebetulan aku sangat kesepian di sini. Yang menemaniku di sini, hanya para mahluk bodoh itu!" ucap sang Ratu, sembari menunjuk beberapa mahluk gaib yang berada di belakang suaminya.

"Apa? Sejak kapan mereka ada di sini?" batin sang Raja dengan perasaan yang campur aduk, antara kaget, bingung, dan takut, semuanya bercampur menjadi satu.

"Tenang saja, mereka tak akan menyakitimu! Lagipula, aku juga punya hadiah untukmu!" ujar sang istri.

Dari balik kegelapan yang berada di belakang sang istri, muncullah seekor singa berwarna merah yang ditubuhnya dipenuhi oleh ornamen keemasan.

Raja Udayana menyadari, bahwa mahluk itu merupakan sejenis mahluk gaib, hanya saja auranya terasa aneh, seperti ada hal yang berbeda darinya.

"Aku menciptakan mahluk ini khusus untuk menjagamu loh! Dia bisa menjadi khodam yang akan menjagamu dari setiap musuhmu, karena dengan wujudku yang seperti ini, aku tak mungkin bisa berada di sisimu terus menerus!" jelas Ratu Mahendradatta.

Raja Udayana pun hanya tersenyum dan menerima mahluk itu. Untuk saat ini ia tidak bisa berbuat banyak, karena ia tahu, bahwa sihir Mahendradatta saat ini sudah terlampau tinggi.

***

Selama beberapa hari itu sang Raja berada di tempat itu untuk mencari petunjuk cara menghadapi kekuatan istrinya.

Ia juga sempat membicarakan soal kehancuran Kerajaan Medang, namun Ratu Mahendradatta hanya bilang bahwa ia turut berduka, hanya saja raut wajah maupun gerak-geriknya sama sekali tak menunjukkan perasaan berduka sedikitpun.

Selain itu, Ratu Mahendradatta juga tetap melanjutkan penelitiannya. Penelitian yang saat ini sama sekali tidak bisa sang Raja hentikan.

Pada awalnya, penelitian itu tidak melibatkan subjek eksperimen apapun. Namun perlahan, Ratu Mahendradatta mulai melakukan percobaan pada hewan hingga manusia yang dibawa oleh para jin bawahannya.

Saat itu sang Raja tak mampu berbuat apa-apa, istrinya saat ini sudah terlalu kuat baginya. Tak mungkin ia menghadapi istrinya dengan kekuatan sihir yang sudah setingkat itu.

Hingga pada suatu hari, ia membaca buku yang menjelaskan soal legenda Naga Besukih, seekor Naga sakti yang tinggal di lereng gunung Agung.

"Mungkin, Naga ini bisa memberikanku kesempatan untuk menghentikan perbuatan buruk yang telah dilakukan oleh Mahendradatta!" batin sang Raja.

***

Bahas Sejarah:

Berdasarkan sejarah, kerajaan Medang hancur pada masa pemerintahan Raja Dharmawangsa Teguh, akibat serangan dari Raja Wulawari yang bersekutu dengan Kerajaan Sriwijaya.

IndagisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang