92. Kinanti (4)

117 9 0
                                    

Aku pun terduduk di sebuah ayunan yang berada di sebuah taman dekat pedesaan.

Dari tadi aku terus tertunduk, memikirkan Satya yang akan menikah dengan Sekar.

Entah kenapa hal itu sangat membuat perasaanku tak nyaman, padahal sebenarnya aku tahu, bahwa hal itu bukanlah hal yang harus kucampuri.

Aku teringat, pada saat aku akan menikah dengan mantan suamiku dulu. Kami saat itu memang nikah muda, tapi pikiran positif masih memenuhi isi pikiran bodohku dulu.

Setelah sekian lama menikah, segala kekecewaan demi kekecewaan terus bermunculan dan menghantui kehidupan rumah tanggaku. Hingga ketika hari di mana Satya datang padaku, saat itulah aku merasakan sedikit kehangatan yang sangat kurindukan.

Aku terus termenung di dalam pikiranku, hingga tanpa sadar seseorang memanggilku hingga aku tersadar dari lamunanku.

Aku pun mendongak, kulihat Sekar menatapku dengan tatapan aneh. Kemudian ia pun ikut duduk di ayunan di sebelahku.

"Tadi aku sempat melihatmu berada diantara Kuntilanak, tapi kamu sendiri bukan kuntilanak, kenapa kamu berada bersama dengan mereka?" tanyanya.

Aku lalu menjelaskan, bahwa yang membawaku dan memperkenalkanku pada para Kuntilanak itu merupakan Satya.

"Begitu ya, apa dia akrab banget sama mereka?" tanyanya lagi dengan nada dingin.

"Dari yang kulihat sih iya," jawabku.

Suasana pun menjadi sunyi untuk sesaat, sebelum akhirnya gadis itu berteriak dengan lantang.

"Aahhh, sudah kuduga, dia itu dekat banget sama hantu-hantu cewek!" ucapnya dengan geram.

"Memangnya kenapa?" tanyaku dengan bingung.

"Kami kan ingin menikah, masa dia masih dekat-dekat dengan hantu cewek sih!" balasnya masih dengan penuh rasa jengkel.

Ia pun terus curhat padaku soal kelakuan Satya yang gampang akrab dengan para mahluk gaib, dan kebanyakan dari mahluk gaib itu merupakan mahluk yang berjenis kelamin wanita.

Aku pun mencoba untuk menenangkannya, aku menceritakan soal sifat positif dari Satya yang kutahu, juga menjelaskan padanya bahwa Satya mungkin hanya terlalu baik saja. Dan setelah menikah pasti ia akan lebih menjaga jarak dengan para mahluk gaib.

Kamu pun terus mengobrol sepanjang hari, dari obrolan itu aku tahu bahwa Sekar merupakan seorang gadis yang ceria dan bercita-cita untuk menjadi seorang dokter demi menolong banyak nyawa.

Ia dan Satya sama-sama bertemu di kampus dan jurusan yang sama. Karena mereka memiliki banyak kesamaan, akhirnya mereka pun saling mengungkapkan perasaan masing-masing.

Berbeda dengan Satya yang merupakan seorang Indagis, Sekar hanyalah seorang Indigo biasa yang mampu berinteraksi dengan mahluk gaib.

Kami pun terus mengobrol hingga tanpa sadar petang pun menyingsing.

"Lah, padahal lagi asik ngobrol, tapi gak kerasa udah sore aja!" keluh Sekar.

"Tak apa, mungkin lain waktu kita bisa mengobrol lagi!" balasku.

"Kalo begitu sampai jumpa lagi ya, Kinanti! Terima kasih atas waktunya! Kuharap kamu bisa segera bertemu dengan putrimu!" ucapnya sembari berlalu pergi.

Aku pun terus memandang Sekar yang berjalan menjauh, hingga ia menghilang dari pandanganku.

Kini aku mengerti, bahwa Sekar mungkin memang merupakan seorang wanita yang layak menjadi pendamping bagi Satya.

Kini aku hanya bisa berharap, hubungan rumah tangga mereka bisa berjalan lancar, tanpa perlu mengalami apa yang pernah kurasakan dulu.

Saat aku sedang termenung di sana, tiba-tiba aku merasakan ada semacam energi astral yang sangat besar sedang berjalan mendekat ke arahku.

Aku pun menoleh ke arah sumber energi astral tersebut. Saat itulah aku melihat sesosok wanita bergaun hitam yang tampak elegan sedang berjalan mendekatiku.

Wanita itu berambut panjang, dan memakai beberapa perhiasan dari emas. Auranya terasa sangat kuat, namun entah kenapa membuatku merasa nyaman.

Aura, kekuatan, kharisma, kecantikan, keanggunan. Semua kata-kata itu sangat cocok disematkan pada sosok wanita di hadapanku sekarang.

Pandangannya menatapku dengan penuh kehangatan, layaknya seorang ibu yang sedang menatap putri kecilnya.

Saat itu, entah kenapa aku malah menangis. Rasanya setiap perasaan yang kupendam langsung menetes keluar layaknya air mataku yang sedang berjatuhan.

Wanita itu pun membelai rambutku dengan lembut, senyumannya terasa menghangatkan, membuat perasaanku terasa sangat nyaman hingga aku perlahan jatuh tertidur.

***

Aku pun membuka mataku, kulihat bulan purnama bersinar terang di langit malam, di temani oleh ribuan bintang yang berhamburan di langit malam.

Aku pun tersadar bahwa dari tadi aku tertidur di pangkuan wanita yang tadi sore kulihat. Aku pun segera bangun dan duduk di sebelahnya, dan ternyata aku tadi tertidur di atas sebuah batu yang menjadi alas tidurku.

"Kenapa aku bisa ada di sini?" tanyaku.

"Tadi kamu tertidur di atas ayunan, jadi aku memindahkanmu ke sini agar kamu bisa tidur dengan lebih nyaman!" jawab wanita itu.

"Ini aneh, semenjak aku mati, aku tidak pernah tertidur sama sekali. Tapi tadi kenapa aku bisa tidur begitu?" pikirku dengan bingung.

"Ngomong-ngomong, Anda ini siapa?" tanyaku padanya.

Wanita itu pun tersenyum dan menjawab pertanyaanku, "namaku Kunti, aku sudah tahu banyak tentangmu dari Kencana, Kinanti!" ucapnya.

Suara wanita itu terdengar sangat lembut bagiku, aku tidak merasakan perasaan bahaya apapun darinya. Yang kurasakan hanyalah ketenangan dari tiap bait kata yang ia ucapkan.

"Apa yang terjadi tadi? Kenapa aku bisa tak sadarkan diri setelah kemunculanmu?" tanyaku.

"Aku hanya membantumu mengeluarkan segala perasaan yang kau pendam, Kinanti! Tidak baik terlalu memendam perasaan sendiri, ada kalanya perasaan negatif yang kau pendam itu harus kau keluarkan agar hatimu merasa lega!" Jelas Kunti.

Ucapan yang dikatakan Kunti ada benarnya juga, mungkin memang benar bahwa selama ini aku terlalu banyak memendam perasaan negatif akibat banyaknya masalah yang bermunculan di kehidupanku.

"Aku juga mendengar dari Kencana, bahwa kamu memendam perasaan pada seorang manusia ya, Kinanti?" tanya Kunti.

Deg!

Aku terkejut mendengar pertanyaannya, harus ku akui bahwa itu memang benar, tapi aku merasa malu jika harus menceritakannya pada orang lain.

"Aku tidak akan menghakimimu, Kinanti. Aku hanya ingin memberimu nasehat, bahwa di dunia ini ada aturan tak tertulis yang melarang hubungan antara roh orang mati dengan manusia yang masih hidup. Karena hal itu hanya akan mengganggu keseimbangan antar dunia!" jelasnya.

Kunti terus memberikan nasehat padaku, nasehat yang entah kenapa terasa sangat masuk akal dan tidak mengintimidasiku sama sekali.

Aku kini mengerti, aku tahu bahwa hubungan cinta antara manusia seperti Satya dengan arwah gentayangan sepertiku memang tak direstui oleh alam. Dan segala nasehat dari Kunti seolah-olah menguatkan hatiku untuk menerima segala yang telah terjadi dengan ikhlas.

"Sudah cukup lama kita berbicara, mungkin lain waktu kita bisa bertemu lagi dan berbicara dengan topik yang lebih ringan. Jadi aku pamit dulu ya, Kinanti!" ucap Kunti sembari berdiri.

"Iya, terima kasih atas segala nasehatmu, Kunti!" balasku.

Kunti pun tersenyum mendengar balasan dariku, "kudoakan agar kamu bisa segera bertemu dengan putrimu! Dan Sampai jumpa lagi, Kinanti!"

Wanita itu pun terbang menembus langit malam, meninggalkanku yang kini sudah mengetahui apa yang harus kulakukan setelah ini.

IndagisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang