#21# Uapaaa ???

1.4K 135 0
                                    

Karena tidak ingin Jess terkena anemia, aku mengusulkan untuk menghisap darahnya seminggu lagi. Jess menyetujuinya dan yang anehnya adalah ia menyuruhku untuk menginap lagi.

"Kenapa aku harus menginap sih ?" tanyaku saat masuk ke kamar Jess lagi.
"Umm...aku senang melihat perubahanmu secara langsung...selain itu kau tau aku butuh teman ngobrol...sendirian di istana ini membuatku bosan..." Jess memutarkan bola matanya dengan penuh arti. Ya, tentu saja aku mengerti karena ia seperti Rapunzel yang terkurung di menara tinggi.

Mulutku membentuk O besar dan mengangguk-angguk pelan.
"Memangnya kau tidak punya teman lain selain aku ?" tanyaku.
"Tidak ada." Jess langsung menjawab jujur.
"Bagaimana mungkin ???" Aku membelalak ke arahnya.

"Itu kenyataan, Dylan. Sejak kecil aku selalu berada di rumah ini. Sekolah pun selalu privat. Entah apa yang dipikirkan orangtuaku. Lama-lama aku bisa jadi orang hutan." Jess terlihat malas menjelaskan dan memberikan joystick Playstation padaku.

"Kenapa kau tidak protes saja ?" Aku menerima benda itu dan duduk di lantai.
"Orangtuaku sekeras batu. Mereka tidak akan mendengarkan jeritanku." ujar Jess malas sambil memilih permainan apa yang akan dimainkannya.

"Hmm...lalu bagaimana caranya kau bisa membaca pikiran orang ? Apa memang benar-benar turunan ?" Aku terlihat penasaran untuk masalah yang satu ini.

"Apa kau tidak percaya padaku ? Hahahaa, baiklah aku mengaku. Aku bohong soal turunan itu. Aku sendiri tidak tahu kenapa aku bisa membaca pikiran orang. Tapi, kurasa mungkin karena aku tidak pernah bersosialisasi dengan orang luar terlalu lama hingga begitu aku melihat orang lain, pikiran mereka akan mudah terbaca olehku." jawab Jess.
"Kalau begitu bagaimana dengan pelayan-pelayanmu ? Kau 'kan sudah bersama mereka sekian lama jadi harusnya kau sudah bisa membaca pikiran mereka dong." Aku mengernyit ke arahnya.

"Nah, kalau untuk yang satu itu aku tidak bisa membaca pikiran mereka sama sekali. Tidak semua orang bisa kubaca pikirannya. Tapi, khusus kau...rasanya pikiranmu terlalu jelas untuk kubaca...aku sendiri tidak tau kenapa, jadi jangan tanya aku." kata Jess sambil melirik ke arahku karena ia tahu aku hampir bertanya lagi.

"Orangtuamu tau kau punya kemampuan ini ?" Aku mulai memainkan game yang dipasang Jess.
Ia menggeleng, "Tidak. Mereka terlalu sibuk untuk tau apa kemampuan putrinya."

"Kau ini menyedihkan ya, Jess." komentarku tanpa berpikir.
"Memang." balasnya cuek.

Kami mulai main beberapa game hingga tiba-tiba Jess menekan tombol pause sesaat. Aku mengerling ke arahnya. Ia menyodorkan lengannya yang dihiasi beberapa titik akibat ulahku.

"Minum saja sekarang. Biar cepat tidur kau nanti." katanya.
"Memangnya kau pikir darahmu itu obat tidur ???" Aku mengernyit ke arahnya. Ia hanya tersenyum kecil saja tanpa menjawab.

Aku langsung tanpa basa-basi lagi menggigit lengannya dan menyedot darah Jess sambil memohon agar berat badanku jadi ideal.

Ketika aku sedang menyedot darah Jess, tiba-tiba pintu kamarnya menjeblak terbuka.
Otomatis kami berdua terkejut karena biasanya tidak ada yang berani membuka pintu kamar si putri tanpa seizinnya.

Seorang wanita dengan tampang angkuh masuk ke dalam. Ia memandangi kami dan matanya membelalak seketika.

"Apa yang kau lakukan, manusia bedebah ??? Beraninya kau menggigit putriku !!!" jeritnya kuat hingga membuatky terkejut dan sadar karena aku rupanya masih menggantung lengan Jess di bibirku.

Cepat-cepat kulepas gigitanku dan untungnya taringku otomatis tersembunyi lagi.

"Mom ! Aku kalah dalam game makanya dihukum ! Jangan terlalu memarahinya seperti itu !" Jess tiba-tiba mengeluarkan alasan yang membuatku takjub. Cepat juga ia mencari alasan...

Ibu Jess diam sesaat seperti sedang berpikir. Jess berdiri dan menghampirinya. Aku pun ikut berdiri dengan canggung.

"Baguslah kalau dia tidak melukaimu, sweetheart. Tapi, bagaimana kau bisa punya teman ? Kau selalu di rumah 'kan, sayang ?" Ibunya mengernyit ke arah Jess.
"Ah...dia..." Jess terlihat bingung mau mengatakan apa. Ia tidak bisa bilang kalau aku teman sekolahnya. Bisa-bisa ibunya tahu kalau Jess diam-diam sekolah di luar.

"Saya teman Facebook Ica, bi. Kami cukup akrab makanya saya memberanikan diri datang untuk berjumpa dengannya." alasanku tiba-tiba.

"Ah ya, mom. Aku punya beberapa teman di Facebook dan Dylan cukup akrab denganku. Tidak masalah 'kan dia menginap di sini, mom ? Dylan datang dari luar kota...dan mom tau 'kan aku kesepian di rumah...akhirnya aku punya teman ngobrol. Lihat ! Kami hanya bermain playstation saja ! Mom tidak usah mengkhawatirkan banyak hal..." cepat-cepat Jess mengatakan itu semua sebelum ibunya membuka mulut.

"Mom tidak tau apa ayahmu akan mengizinkannya, sayang...ada masalah penting yang ingin dikatakannya padamu makanya kami pulang." Suara ibu Jess berubah melunak.

"Apa itu ?" Mata Jess melebar penasaran.

"Dad ingin mengenalkanmu dengan David, calon suamimu, nak." Tiba-tiba seorang pria paruh baya berjas masuk dan membuat kami semua menoleh.

"Dad ! Calon suami apa ???" Kaget Jess sambil menghampiri ayahnya.

"Kau ini sudah cukup umur untuk menikah, Ica. Dad bahkan sudah mencarikan jodoh terbaik untukmu." ujar ayahnya hingga membuatku melotot.

Apa mereka tidak salah ???
Helloww...kami masih SMA, paaakk !

Unusual VampireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang