#22# Asap yang mengepul

1.4K 133 2
                                    

Aku dan Jess sama-sama membelalak mendengar kata-kata ayahnya barusan.

Tiba-tiba, seorang pria bertubuh lebih tinggi dariku ikut masuk ke dalam kamar Jess. Proporsinya sangat ideal dan bahkan wajahnya sangat tampan. Ia mengenakan setelan jas kelabu dan tersenyum ramah.

"Halo. Anda pasti princess Ica. Kenalkan saya David. Panggil saja Dave." Ia meraih tangan Jess tiba-tiba dan mengecup punggung tangannya perlahan. Aku membelalak melihatnya.
Apa-apaan ini ??? Memangnya aku sedang menonton telenovela ???

Kulirik Jess dan menduga ia pasti jijik melihat tingkah lebay Dave ini. Tapi, aku lebih terkejut lagi saat melihat Jess tersipu-sipu bahkan jika ia benar-benar tokoh dalam komik, kurasa ada bunga yang bertebaran di sekelilingnya.

Dave melirikku sekilas dan ia kembali terfokus pada Jess.
"Maaf, dia siapa ya ? Apa pelayan anda ?" tanyanya sambil menyunggingkan senyum lagi.

Gyuuutt !
Urat-urat emosi di keningku menegang.
Apa katanya ? Pelayan ?

"Dia temanku. Bersikap sopanlah." Jess terlihat kembali seperti dirinya sendiri. Aku tertegun ke arahnya.
Ooh, Jess berubah lagi...

"Ah, maafkan saya princess." Ia menunduk sopan ke arah Jess yang kuanggap seperti sikap menjilat yang menjijikkan.

"Kami akan tinggalkan kalian untuk mengenal lebih lanjut. Nikmati waktu kalian." Ayah Jess tersenyum dan keluar dari kamar bersama dengan istrinya.

"Dan tolong sekalian kau tinggalkan kami juga. Aku belum menyelesaikan permainanku dengan Dylan." Jess menatap Dave dengan angkuh.
Dave terkejut melihatnya.

Aku malas melihat mereka berdua dan kembali ke sofaku untuk melanjutkan game tadi. Aku tidak berniat terlibat di antara mereka walaupun rasanya cukup menyebalkan bagiku. Kata orang ini sih kayak obat nyamuk...yah, akhirnya aku mengerti perasaan itu...
Bete ?
Banget !!!

Aku tidak tahu apa yang mereka bicarakan mungkin lebih tepatnya aku tidak mau tahu.

Jess kemudian menghampiriku dan aku melirik ke belakang menyadari bahwa Dave sudah tidak ada. Ia benar-benar keluar dari kamar.

"Fiuuhh...akhirnya dia pergi juga. Aku capek harus berurusan dengan orang seperti itu." Jess berceloteh tapi tidak kuhiraukan.
Ia menoleh karena aku tetap diam saja.
"Kau kenapa, Dylan ? Kau juga tidak senang padanya sepertiku 'kan ?" herannya.

"Yang kulihat adalah kau senang menerima salam gentleman darinya." jawabku datar.

Jess membesarkan bola matanya ke arahku yang tidak memandangnya sama sekali.

"Aku tidak begitu ! Kau pikir aku senang dijodohkan ???" Suara Jess meninggi seketika dan itu mulai menyulut emosiku.

"Oh ! Tentu saja kau senang, Jess ! Dapat pria ganteng, kaya dan romantis seperti itu tentu saja membuatmu merasa lebih sempurna ! Kau sama sekali tidak kekurangan apapun, Jess. Tidak sama sekali !" balasku sengit. Aku tidak tahu apa yang menyebabkanku terdengar marah seperti itu. Mungkin rasanya seperti Dave merebut teman baikku.

"Aku tidak merasa seperti itu, Dylan ! Kau pikir untuk apa aku membangun jalan rahasia itu kalau aku sudah merasa sangat sempurna, hah ??? Aku ini hanya boneka menyedihkan yang dikurung dalam lemari kaca !!!" Jess menjerit frustasi. Untungnya kamarnya kedap suara.

"Terserah kau lah ! Aku pulang ! Terima kasih untuk darahnya dan selamat atas pernikahanmu !" Aku langsung beranjak dan mengambil tasku seketika.

"Aku tidak bilang mau menikah, bodoh !!!" Wajah Jess merah karena emosi dan ia mungkin saja akan melemparkan beberapa barang ke arahku. Tapi, entah kenapa ide itu kedengarannya lebih baik.

"Apa sih yang membuatmu marah ??? Apa aku berbuat salah ???" Jess mulai mengontrol suaranya setelah beberapa saat.
Sementara aku sudah berjalan ke pintu kamarnya.

"Kau tidak salah apapun, tuan putri ! Mungkin ini salah pelayan-mu ini !" kataku.

"Oh, kau marah karena dibilang pelayan ??? Hei ! Yang mengatakan itu David bukan aku ! Harusnya kau marah padanya, bukan padaku !" Jess mengepalkan tangan dengan geram sambil menghentakkan kakinya.

Aku tidak menghiraukan kata-katanya dan langsung menutup pintu di belakangku. Entah kenapa aku merasa duniaku jadi begitu menyesakkan hingga aku ingin melarikan diri.

Aku tidak bertemu dengan orangtua Jess maupun Dave lagi. Mungkin karena rumah ini terlalu besar hingga kemungkinan bertemu mereka sangat kecil.

Kenapa aku marah pada Jess ???
Aku sendiri tidak tahu jawabannya walaupun aku telah berusaha mencari sekuat tenaga.
Dan karena ketidaktahuanku itu, Jess sama sekali tidak bisa membaca pikiranku. Tentu saja hal itu membuatnya sangat kesal karena biasanya ia melihatku seperti sebuah buku yang menarik untuk dibaca.

Unusual VampireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang