Author POV
Orangtua Jess dan Dylan memandang anak mereka yang tergeletak tidak bergerak sama sekali. Jess masih dalam kondisi tidak sadarkan diri sementara jasad Dylan dibaringkan pada sebuah peti di samping Jess.
Orangtua Dylan masih menangis melihat anak mereka yang meninggal dengan kondisi cukup mengenaskan. Banyak luka tusukan di tubuhnya akibat serangan Dave. Tapi, saat ini Dylan terbaring dengan penampilan yang cukup rapi. Mereka telah memandikannya dan menutup lukanya. Bahkan mereka mengawetkan mayatnya dengan beberapa mantera karena tahu Jess mungkin ingin melihat suaminya.
Ini sudah hari ketiga sejak Jess tidak sadarkan diri. Kondisinya yang meledak tiba-tiba seperti itu membuat tubuhnya sangat lemah hingga orangtua Jess menjadi cemas. Mereka juga sedih karena Dylan telah meninggal.
Tidak ada yang berkata apapun dalam ruangan itu. Mereka telah membawa Jess dan Dylan ke Lovia Pixma demi keamanan mereka. Para sesepuh kaum Witch dan Vampire juga telah mengetahui berita ini hingga semuanya menjadi sangat heboh. Hanya tinggal menunggu hukuman yang hendak diberikan para tetua pada kaum Werewolf.
Walaupun Dave juga telah meninggal, tapi kaum Werewolf dianggap telah melanggar kesepakatan dengan menyerang kaum Witch terutama menyerang Jess yang notabenenya adalah anak yang sangat dilindungi dalam dunia magis.
Jess masih dirawat oleh beberapa tetua di Lovia Pixma. Tetapi tidak ada tanda-tanda dirinya akan sadar dari tidur panjangnya.
Hingga seminggu kemudian, mata Jess perlahan-lahan membuka dan ia memandang sekelilingnya yang sangat asing. Tempat itu seperti hutan terbuka yang sangat indah dan Jess merasa tempat itu sangat familiar baginya.
Apa aku sedang berada di surga ? Tempat ini nyaman sekali...
Pikiran Jess masih terombang-ambing antara sadar dan tidak. Tapi, beberapa menit kemudian ia baru menyadari dimana dia berada.
Ini...
Tempat pernikahanku dengan Dylan...Jess tersenyum pelan memandangi pepohonan rindang yang indah dan beberapa burung berkicauan. Tapi, senyumnya segera menghilang.
Dylan ?
Dimana dia ???"Dylan...?" panggil Jess dengan suara serak hingga orangtua Jess dan Dylan segera menghampirinya setelah mengetahui anak mereka telah sadar.
"Sayang ! Kau sudah sadar nak ?" ibu Jess menatapnya dengan haru memenuhi wajahnya. Beliau hampir menangis saat melihat Jess telah siuman.
"Dimana Dylan...?" Jess tetap bertanya tanpa menjawab ibunya.
Keempat orangtua itu terdiam mendengarnya dan tidak bisa menjawab Jess. Mereka takut Jess akan terluka dan kembali depresi hingga meledak kembali.
"Mum... Dimana Dylan...?" Jess lagi-lagi bertanya dan ibunya menghindari tatapan matanya.
Jess kemudian berusaha bangkit untuk duduk hingga membuat orangtuanya khawatir.
"Ica ! Jangan banyak bergerak nak... Kau masih belum pulih sepenuhnya..." ayah Jess menahan Jess untuk bangkit tapi Jess menampik tangannya.
"Tidak... Katakan padaku dimana Dylan... Dimana ??!" Jess mulai frustasi karena perlahan-lahan ingatannya tentang kejadian Dave menusuk jantung Dylan mulai muncul kembali.
Ia meronta hingga mendorong orangtuanya menjauh darinya. Sedetik kemudian matanya membesar seketika saat melihat sebuah peti mati berada tidak jauh dari ranjangnya.
Jantungnya berdegup kencang dan hatinya sedang berkecamuk antara ingin melihat siapa yang ada di dalam peti mati itu dan tidak ingin melihatnya.
Tapi, tatapan Jess tidak berpaling dari peti mati itu. Ia menyingkirkan tangan kedua orangtuanya yang berusaha menahannya untuk bangkit dari ranjang tanpa memandang mereka.
Kakinya menjejak tanah dan perlahan-lahan ia berjalan ke arah peti mati itu. Jantungnya terus saja berdegup kencang dan berharap ia tidak melihat mimpi buruknya di sana.
Jess memejamkan mata dan memegang tepian peti itu. Ia menarik napas beberapa kali sebelum akhirnya membuka matanya.
Deg !
Jantung Jess terasa seperti berhenti berdetak saat melihat Dylan telah terbujur kaku dengan mata menutup.
Air mata mulai mengaburkan pandangannya dan seketika tangis Jess pecah.
"TIDAAKKK !!! DYLAANNN !!!" pekik Jess dan kakinya lunglai hingga terduduk di lantai.
Tubuhnya bergetar kuat sekali dan ia hanya bisa mencengkeram tepian peti itu. Para orangtua juga tidak kuasa menahan tangis mereka melihat pemandangan itu. Jess menangis meraung-raung seperti anak kecil hingga ibunya segera memeluknya.
"HUAAA!!! DYLAANN !!! KENAPA SEMUANYA JADI SEPERTI INI ?!!!" Jess masih menangis keras karena tidak bisa menerima kenyataan ini.
Ia kemudian berusaha untuk bangkit kembali dan melihat wajah Dylan.
"Kenapa kau pergi meninggalkanku...??? Bukannya...kau...berjanji...akan...bersamaku...bersama...anak...kita...???" Jess masih menangis dan tangannya gemetar saat ia hendak mengelus perutnya.
Tangisannya terhenti sesaat ketika ia menyadari suatu kejanggalan. Perutnya tidak membesar hingga ia langsung menoleh cepat pada perutnya.
"A..apa yang terjadi...??? Dimana anakku...???" tanya Jess sambil memandang kedua orangtuanya.
Mereka mengalihkan pandangan karena tidak berani menjawabnya.
"Katakan...mum.... Dimana anakku...??? Katakan !!!" Jess langsung mengguncang tubuh ibunya yang ikut menangis karena tidak sanggup mengatakannya.
Dengan tubuh gemetar, ibu Jess menunjuk ke arah belakang Jess dimana peti mati Dylan berada.
Jess menoleh perlahan dan baru menyadari ada sebuah peti kecil di samping peti mati Dylan.
Kakinya langsung berjalan cepat ke arah peti itu. Matanya kembali membesar saat melihat bayi kecil yang memejamkan mata dalam keadaan damai.
"TIDAKKK !!! ANAKKU...!!! ANAKKU...!!!" Jess kembali menangis keras dan ia meraih bayinya.
Didekapnya erat-erat tubuh mungil yang telah mendingin itu dan ia meraung kembali. Hatinya hancur berkeping-keping saat melihat dua orang yang dicintainya meninggal dunia.
"KEMBALIKAN MEREKA...!!! KEMBALIKAN MEREKA...!!!" jerit Jess dan ia langsung menoleh pada kedua orangtuanya.
"Ica...tenanglah...kami tahu ini berat untukmu...tapi, tidak ada yang bisa kita lakukan...mereka telah meninggal..." jawab ibunya dengan menangis juga. Ia tahu putrinya sangat terluka dengan kejadian ini.
"TIDAK !!! MEREKA TIDAK MENINGGAL !!! DYLAN DAN ANAK KAMI TIDAK MENINGGAL !!! MEREKA HANYA TIDUR ! YA...! HANYA TIDUR !" Jess terlihat depresi sekali dan ia segera berbalik ke arah peti Dylan.
"Sa...sayang...ayo bangun...a..ayo bangun...jangan tidur sepulas ini...a..ayo bangun..." suaranya gemetar dan ia mengguncang tubuh Dylan.
Tangannya menyentuh kulit Dylan yang telah dingin seperti bayinya. Jess tersentak dan menyadari kenyataan pahit itu.
Jess terduduk di lantai kembali dengan menangis sambil masih memeluk bayinya.
"Kenapa...kalian...meninggalkanku..." isaknya tanpa mengendurkan pelukannya pada bayi kecil itu.
Tidak ada yang berani mengeluarkan suara bahkan hanya untuk menyemangati Jess. Semuanya juga ikut menangis saat melihat pemandangan memilukan itu. Hanya dalam sekejap, Jess telah ditinggalkan oleh kedua orang yang dicintainya...
Lovia Pixma sunyi senyap tidak seperti biasanya dimana banyak orang yang menikmati canda tawa dan obrolan bersama. Yang terdengar di tempat itu hanyalah tangisan pilu seorang wanita...
KAMU SEDANG MEMBACA
Unusual Vampire
VampiroJika biasanya di film-film, vampire selalu digambarkan memiliki paras rupawan melebihi manusia biasa, hal itu sama sekali tidak terjadi padaku... Kenapa bisa kukatakan demikian ? Karena aku adalah vampire yang menyedihkan... Buruk rupa, pendek, gend...