#36# Astaga...

1K 112 2
                                    

Ruang perpustakaan di rumah Jess cukup luas untuk perpustakaan pribadi. Ayah Jess berjalan ke salah satu kursi berlengan beludru berwarna merah hati.
Ia mengedikkan kepala menyuruhku duduk di kursi lainnya.

Aku masih bertanya-tanya dalam hati apa yang ingin dibicarakannya padaku. Kuturuti keinginannya untuk duduk dan masih memasang ekspresi bertanya.

"Tidak perlu bertanya-tanya lagi. Kau juga akan segera tahu untuk apa om mengajakmu bicara di sini." Kata beliau sambil menerima teh buatan pelayannya yang kemudian segera pergi karena lambaian tangannya.

Aku memandang wajahnya dan berpikir apa pertanyaan itu sangat jelas di wajahku ?

"Tentu saja sangat jelas." celetuk ayah Jess saat melirikku sekilas hingga membuatku terkejut.

"Om bisa membaca pikiran seperti Jess ???" Kagetku.

"Oh, apa dia sudah bisa melakukannya ? Aku baru tahu hal ini." Ayah Jess terlihat menggumam pada dirinya sendiri.

Aku tidak melontarkan pertanyaan apapun padanya dan ayah Jess tersentak seakan teringat keberadaanku di sana.

"Ah, maaf om jadi termenung. Tentu saja om bisa membaca pikiran. Ibu Ica juga bisa." Katanya kembali hingga membuatku terbelalak.

"Bagaimana bisa ???" Kagetku benar-benar syok dengan fakta ini.

"Karena kami ini sebenarnya keturunan Witch." Jawab ayah Jess menatap mataku. Aku bisa melihat betapa birunya mata itu.
Mulutku kembali ternganga mendengar fakta itu.

Kukira selama ini orangtua Jess hanyalah keturunan bule karena mereka benar-benar seperti orang bule. Tapi, tidak kusangka aku akan bertemu dengan keluarga keturunan Witch.

Kalian pasti bingung Witch itu apa...
Memang kalau diartikan adalah Penyihir. Tapi, jika memakai kata penyihir rasanya terlalu kasar.
Witch lebih melambangkan golongan yang Agung karena mereka hanya menikah pada sesama keturunan Witch.

Karena mereka tetap mempertahankan darah murni merekalah, para Witch memiliki kemampuan yang lebih besar dari kemampuan berubah wujud milik vampire.
Bangsa Witch sanggup melakukan hal-hal yang mereka kehendaki dengan mudah
Bukan pakai tongkat sihir atau semacamnya, mereka lebih banyak menggunakan kekuatan mata dan suara.

Bangsa Witch sanggup menguasai pikiran orang lain dan ini menjadikan mereka berada paling atas dalam piramida bangsa-bangsa kuno.
Hampir semua bangsa Witch yang hidup berbaur dengan manusia biasa menjadi manusia elit seperti pengusaha kaya ataupun orang-orang terhormat lainnya.

"Ica sama sekali tidak tahu kalau dia adalah keturunan Witch. Mungkin dia sendiri tidak tahu Witch itu apa." Lanjut beliau membuyarkan lamunanku.

"Kami membesarkan Ica terasing dari manusia-manusia biasa karena dia bukan Witch biasa. Ia memiliki kekuatan melebihi kami orangtuanya dan kekuatan itu diincar oleh banyak kaum." Beliau menatapku serius.

"Ke...kenapa om memberitahuku ini semua ?" Tanyaku.

"Karena kau vampir." Jawabnya singkat.

Aku semakin terkejut mendengarnya. Aku maklum kalau beliau mengetahui rahasia itu saat aku memikirkannya. Tapi, selama aku menemui mereka, aku tidak pernah mengucapkan kata vampir itu di pikiranku.

"Kau pasti penasaran kenapa om bisa tahu, ya 'kan ?" Ia menyunggingkan senyum ke arahku.

Aku hanya bisa mengangguk ke arahnya.

"Terkadang jika kau bertemu dengan bangsa Witch, mereka akan mudah mengenali kaum vampir. Kalian punya aura yang berbeda dari manusia biasa. Mata kami bisa melihat aura itu." Senyum ayah Jess.
Aku baru tahu hal ini...(0.0)

"Tapi, apa om tidak takut aku yang vampir ini mendekati Ica ? Bukankah om bilang kekuatan Ica diincar oleh kaum lain ?" Kernyitku.

"Memang demikian. Tapi, kau vampir yang berbeda. Kau telah menghisap darah Ica yang berarti kau bisa dipercaya." Jawab ayahnya kembali.

"Om tahu aku pernah minum darah Ica ???" Kagetku entah untuk yang keberapa kalinya.

"Tentu saja tahu. Aura vampir pada dasarnya memancarkan warna merah. Tapi, jika vampir itu mengisap darah bangsa Witch, auranya akan berubah menjadi keemasan. Dan mendengar ceritamu yang nampaknya kesulitan ekonomi, menandakan tidak adanya kaum Witch di sekitarmu. Jadi apa yang bisa mengubah auramu menjadi keemasan ? Tentu saja Ica." Ayah Jess bersandar dengan tenang.

"Sebenarnya om dan tante telah meletakkan banyak pelindung di tubuh Ica agar dia tidak bisa diserang kaum lain. Kami juga telah meletakkan pelindung terhadap kaum vampir tentunya. Pelindung itu akan membuat Ica terhindar dari kaum-kaum yang mengincar kekuatannya." Kata Ayah Jess.

"Tapi...bagaimana saya bisa...?" Aku masih bingung dengan hal ini.

"Bagaimana kau bisa meminum darah Ica ? Itu karena ia dengan sukarela memberikannya padamu. Jika ia bersedia memberikan darahnya, pelindung itu tak akan berfungsi pada orang yang diberikan darah. Dan lagi...om rasa Ica tidak sembarangan memberikan orang darahnya. Kau pasti cukup dekat dengannya." Senyum beliau lagi.
Aku hanya bisa tersenyum dengan kikuk.

"Dia satu-satunya teman saya di sekolah saat saya di-bully oleh murid-murid lainnya karena rupa yang jelek. Saya sebenarnya berterima kasih Ica membuat rupa saya menjadi lebih baik..." ucapku tulus. Ayah Jess masih tetap tersenyum.

"Mungkin karena kau juga teman pertamanya selama ia diisolasi seperti ini." Kata beliau.

Tiba-tiba, ayah Jess seakan teringat pada sesuatu.

"Ah, tunggu dulu ! Apa yang kau bilang tadi ? Sekolah ? Sekolah apa ???" Kagetnya.

Uh-oh, nampaknya kali ini aku salah perkiraan...
Ayah Jess tidak tahu soal ini...(=_=")
Sorry Jess...aku keceplosan...

Unusual VampireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang