#30# Hari yang damai...

1.1K 109 4
                                    

Aku kembali ke ruangan Jess sambil membawa pesanannya. Aku masih bisa menahan ketenangan diriku ini.

Kuhidangkan pesanan Jess dan aku duduk di sampingnya dengan sedikit jarak seperti yang biasa kulakukan pada tamu-tamuku.

Jess hanya memperhatikan hidangan itu dan ia tidak menyentuhnya sama sekali.

"Kau kerja di sini sekarang ?" tanyanya padaku.

"Seperti yang bisa anda lihat nona." Jawabku.

"Tidak usah terlalu sopan padaku, Dylan. Bersikap biasalah." Jess terlihat risih dengan gaya bekerjaku.

"Maaf nona, tapi saya sedang bekerja. Jadi, saya hanya menjalankan tugas saya sekarang ini." Aku berusaha mengacuhkan semua pertanyaannya.

Jess menghela napas dan sepertinya ia menyadari ia tidak akan bisa membuatku berteriak padanya seperti biasa. Aku tidak mau hanya karena kedatangannya, aku sampai dipecat dari pekerjaanku.

Tanpa menunggu Jess berbicara kembali, aku langsung mengambil salad buahnya dan memberikan satu potong melon ke arahnya.
Jess mengernyit padaku.

"Aku bisa makan sendiri." Jawabnya ketus.

"Tapi, anda tidak menyentuhnya sama sekali, nona. Buah-buah ini bisa berubah rasa jika dibiarkan terlalu lama. Biarkan saya melayani anda sebagaimana mestinya, nona." Aku tersenyum dan Jess terkejut melihatnya.
Wajar saja...sudah lama aku jutek padanya.

Jess terlihat ragu-ragu dan ia kemudian membuka bibir mungilnya menerima suapan dariku.
Wajahnya merona merah dan aku sebenarnya berpikir ia memang manis sekali.

Kutepiskan dengan cepat semua pikiran itu. Jess bisa mengetahuinya dan aku tidak ingin dia kegeeran jika aku memujinya dalam hati seperti ini.

"Apa kau melayani semua wanita yang datang kemari seperti ini ?" tanyanya tiba-tiba.

Aku mengangguk, "Tergantung bagaimana tamu saya meminta saya untuk melayaninya. Ada yang datang kemari untuk curhat dan ada yang kemari hanya untuk bersantai."

"Kalau begitu, boleh aku curhat ?" Jess memandangku kembali.

Aku menatap matanya selama beberapa saat dengan pikiran kosong. Aku tidak tahu apa yang akan diceritakan olehnya tapi aku hanya bisa mengangguk saja.

"Silahkan ceritakan masalah anda, nona. Mungkin saja saya bisa membantu anda." Jawabku terdengar sangat profesional. Mungkin aku bisa membuka jasa curhat di lain waktu...

Jess duduk lebih tegap dan kedua tangannya menggenggam gaun putihnya.

"Umm..begini...aku punya teman...dan hubungan kami selama ini baik-baik saja..." Jess tidak berani melihatku sama sekali. Aku tahu yang diceritakannya adalah diriku.
Kenapa aku begitu pede ? Karena tuan putri yang satu ini hanya memilikiku sebagai temannya setelah terkurung dalam istananya bertahun-tahun.

"Tapi...aku tidak tahu kenapa temanku ini sering marah-marah padaku sejak orangtuaku menjodohkanku dengan seorang pria..." lanjut Jess.
Hmm...ini nih topik yang gak kusukai...(=_=;;)

Aku diam saja mendengarnya bercerita. Aku ingin tahu apa lagi yang akan dikatakannya.

"Padahal aku tidak merasa menyinggungnya sama sekali ataupun membuatnya kesal..." Jess menunduk dengan pandangan sedih.

Aku menyilangkan kakiku dan melipat tangan di dada. Kupandangi TV mati yang berada di depanku.

"Mungkin teman anda hanya tidak mau mengganggu waktu anda dengan calon suami anda, nona." jawabku akhirnya.

Jess membesarkan bola matanya.
"Tapi aku bahkan tidak suka dengan Dave ! Aku senang bermain bersamamu !" serunya cepat.
Tuh 'kan, memang aku yang dimaksud...(=_=")

"Maaf nona. Yang kita bicarakan saat ini teman anda, bukan saya." kataku berusaha tetap profesional.

"A...Ah ya...maaf..." ia menunduk dengan wajah memerah.

"Aku...benar-benar tidak bisa menolak keinginan orangtuaku...hari ini pun aku dipaksa keluar jalan-jalan dengan Dave padahal aku tidak suka dengannya..." Jess mengerucutkan bibir dengan sebal.

Sebenarnya aku cukup senang mendengar kata-katanya barusan. Tapi, aku tidak tahu senang karena apa.
Mungkin saja karena dia jadi sekutuku untuk membenci Dave ?
Entahlah...

"Kalau begitu...bagaimana caranya supaya aku bisa berbaikan lagi dengannya ?" Tanya Jess tiba-tiba.

Aku tersentak sekejap dari lamunanku dan berdeham.
"Jika anda mengatakannya pada teman anda, saya rasa teman anda akan mengerti. Mungkin dia butuh waktu berpikir...teman anda pastinya merasa diasingkan melihat anda telah memiliki pasangan dan mulai menjauh darinya..." jujurku.

"Hanya waktu yang bisa membuat teman anda menerima semua ini. Mungkin saja dia akan kembali berbicara seperti biasa pada anda..." lanjutku.

Jess menatap ke arahku lagi yang masih tidak memandangnya.
"Begitu ya...? Lega rasanya jika kami bisa berbaikan kembali..."

Aku melirik Jess yang tersenyum menatap genggaman pada gaunnya. Ekspresinya menyiratkan ia benar-benar merasa lega sudah mengatakan itu semua.

"Teman anda itu...spesial ?" tanyaku tiba-tiba.

Jess tidak menoleh ke arahku dan ia memejamkan mata.
"Ya, sangat spesial." Jawabnya.

Aku tidak bisa menyembunyikan rasa senangku hingga sudut bibirku membentuk sebuah senyuman.

Kami tidak memandang satu sama lainnya tapi kami merasakan perasaan damai setelah mengutarakan semuanya...

Unusual VampireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang