#35# Tidak semudah itu...

1K 113 0
                                    

Meja makan yang luas itu hanya diisi oleh kami berempat.
Orangtua Jess, Jess dan aku.

Ibunya terlihat sangat antusias berbicara denganku. Ia nampaknya sangat memiliki darah muda dan sangat gaul dari kelihatannya. Sementara ayah Jess jarang berbicara dan hanya melirik kami beberapa kali.

Aku yang duduk di sebelah ayah Jess melirik cangkir tehnya yang kosong. Naluriku sebagai seorang host kembali bekerja secara alami.
Aku berdiri mengambil teko teh yang ada di troli roti sementara ibunya Jess sedang mengobrol dengan anaknya.

Aku menuang teh ke cangkir ayah Jess dan lelaki paruh baya itu tertegun. Ia menengadah ke arahku yang tersenyum padanya.

"Tidak perlu repot. Ada pelayan." Katanya singkat. Aku hanya tersenyum mendengarnya.

"Maaf om, saya hanya kebiasaan saja. Gak bisa liat cangkir kosong." Balasku dengan cengiran ramah.
Sebenarnya ya sekalian cari obrolan.

Ayah Jess mengernyit ke arahku. Ia tidak bertanya tapi aku mengerti ekspresi wajahnya.

"Saya sebenarnya bekerja sebagai host kafe. Jadi, wajar saja saya terbiasa mengisi cangkir kosong." Kataku lagi.

"Host ? Apa itu ?" Beliau semakin mengernyit dan kelihatannya tertarik untuk bicara padaku.
Ya, aku harus mengeluarkan kemampuan menarik perhatian lawan bicaraku.

"Yah, semacam pelayan di kafe sih om kalo bahasa kasarnya...tapi, host itu lebih menjaga penampilan dan pelayanan pada tamu-tamu mereka. Tidak hanya melayani para tamu, tapi kami bisa menjadi teman bicara para tamu jika mereka bosan." Jelasku.
Ayah Jess mengangguk-angguk paham.

"Kamu bukannya masih sekolah ?" Tanyanya lagi.

"Iya om. Cuma saya kerja sambilan di kafe malam harinya. Hitung-hitung nyari tambahan buat bantu orangtua." Jawabku. Ayah Jess kembali mengangguk mengerti.

"Hebat juga kamu...masih sekolah udah bantu-bantuin orangtua." Pujinya hingga membuatku terkejut. Beliau menyeruput tehnya kembali dalam diam.

"Ah, terima kasih om." Aku tersenyum kembali.

Tiba-tiba, seorang pria datang ke ruang makan itu hingga membuat kami semua menoleh.
Dave menunjukkan tampang bersalahnya hingga membuatku mengeryit penasaran kenapa dia kembali kemari lagi.

"Mau apa kau kemari lagi, Dave ?" Ibu Jess menunjukkan ekspresi ketidaksukaannya secara terang-terangan.

"Maafkan saya nyonya Palmore. Saya kemari bukan untuk mengganggu sarapan anda sekeluarga. Saya kemari untuk minta maaf pada Princess Ica. Saya sadar kelakuan saya sedikit keterlaluan kemarin..." kata Dave menunduk.
Aku menaikkan sebelah alisku. Beneran minta maaf nih ? Atau cuma karena mau ambil hati orangtuanya Jess ???

"Kalau menyangkut masalah itu, aku sebenarnya tidak bisa memaafkanmu, Dave. Selama ini aku tidak pernah membuat anakku menangis seperti itu. Tapi, kau yang orang luar malah berani membuat Ica menangis sampai meraung-raung seperti itu !" Geram ibu Jess.
Oh yeah !!! Aku benar-benar mendukung mama gaul sepertinya !!!
(>v<)9

"Saya benar-benar minta maaf nyonya Palmore. Saya hanya khawatir akan keselamatan Princess Ica..." kata Dave kembali.

"Khawatir ??? Kau lebih mirip pria posesif yang sok tahu !" Kesal Jess.
Yeaahh !!! Aku lebih senang mendengarnya, Jess !!! (>0<)9

"Soal memaafkanmu, kuserahkan pada anakku. Apa dia masih mau menerimamu atau tidak." Kata ibu Jess kembali dengan nada jutek.

Dave memandang Jess dengan penuh penyesalan seakan meminta belas kasihan darinya.

"Tidak ! Aku tidak mau melihat si brengsek ini lagi, mom." Tegas Jess sebelum Dave sempat berkata apa-apa.

"Tapi...princess...saya...." raut wajah Dave semakin memucat dan kurasa orangtua Dave pastilah yang menyuruhnya kemari untuk berdamai dengan keluarga Jess karena hubungan kerjasama perusahaan mereka.
Karena melihat wajah Dave yang tampan, tidak mungkin 'kan kalau dia tidak laku dan hanya mengejar-ngejar Jess saja ???

Jess melirik ke arahku dan mataku bertatapan dengannya. Kurasa dia membaca pikiranku kembali karena aku melihat anggukan kecil darinya.

"Kau dengar sendiri apa yang anakku katakan, Dave. Jadi, lebih baik kau tinggalkan rumah ini segera sebelum aku memanggil keamanan." Tegas ibu Jess kembali tanpa memandang dari cangkir teh yang sedang dinikmatinya.

Dave membelalak dan ia menggertakkan gigi karena kesal usahanya tidak membuahkan hasil sama sekali.
Ia langsung berbalik meninggalkan ruang makan itu dan suasana berubah menjadi canggung.

"Merusak suasana saja." Komentar ibu Jess sambil menghela napas panjang.

Beliau beranjak dari meja makan hingga otomatis semua orang juga beranjak dari sana. Aku hanya mengikuti apa yang mereka lakukan dan kupikir aku sudah harus pulang ke rumah.

"Ah, om dan tante. Terima kasih sudah mengizinkan saya menginap dan sarapan di sini. Saya mohon pamit terlebih dahulu. Maaf kalau sudah merepotkan." Ujarku sopan sambil menunduk memberi salam.

"Ah, Dylan. Cepat sekali kamu pulang ? Tante baru aja mau ajak kamu belanja bareng sama Ica !" Kata ibu Jess.

Aku baru saja hendak menolak ketika ayah Jess langsung membantuku bicara.

"Jangan memaksanya belanja di tengah-tengah para wanita, sayang. Biarkan Dylan bersamaku. Aku masih ingin mengobrol dengannya. Kalian para wanita, sana pergi berbelanja saja." Kata ayah Jess dengan sedikit cengiran. Istrinya hendak berkomentar kembali tapi dengan cepat ayah Jess mendorong punggungku agar mengikutinya.

Aku sebenarnya terkejut dan tak tahu apa yang ingin diobrolkan dengannya padaku. Tapi, tetap saja itu artinya aku tidak boleh pulang 'kan ???
............(=A=")

Unusual VampireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang